Showing posts with label Pengenalan Akan Tuhan. Show all posts
Showing posts with label Pengenalan Akan Tuhan. Show all posts

Tuesday, July 23, 2024

Beberapa kesalahan populer tentang apa itu wujud kasih


Kesalahan populer tentang wujud kasih

Surat Yohanes mengajarkan bahwa kita dapat memahami apa arti kasih melalui pengenalan akan Pribadi Allah, sebab Allah adalah kasih. Selanjutnya dari pengenalan akan Pribadi Allah tersebut, kita dapat belajar pula beberapa wujud dari kasih sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus.

Meski demikian, tidak jarang orang Kristen pun keliru dalam memahami apa itu wujud dari kasih. Beberapa kesalahan populer tentang wujud dari kasih adalah:

Pertama, jika kita mengasihi seseorang maka kita harus senantiasa memenuhi harapan dan keinginan orang lain.

Ini adalah suatu kekeliruan, mengasihi itu bukan berarti bahwa kita harus senantiasa memenuhi harapan orang lain. Tuhan Yesus adalah wujud cinta Ilahi yang sejati, tetapi Tuhan Yesus tidak senantiasa memenuhi harapan murid-murid-Nya. Pengikut Kristus acap kali merasa kecewa karena Tuhan Yesus melakukan hal-hal yang diluar harapan mereka. Tuhan tentu saja bisa dan boleh mengecewakan manusia, apabila harapan manusia tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

Banyak orang ingin Tuhan Yesus menjadi Raja, yang bisa membebaskan mereka dari Romawi, tetapi Tuhan Yesus malah memberi diri-Nya ditangkap, disalibkan dan bahkan mati. Ketika Lazarus sakit, saudari-saudarinya tentu berharap Tuhan Yesus segera datang untuk menyembuhkan Lazarus. Tetapi Tuhan Yesus malah menunda keberangkatan sampai dua hari lamanya. Manusia berharap Tuhan melakukan apa yang mereka inginkan. Tetapi Tuhan bertindak untuk mengajarkan sesuatu yang mereka butuhkan.

Kedua, kita mengasihi seseorang karena ia cocok dengan kita.

Secara konteks kemanusiaan, kita memang cenderung bisa mengasihi orang yang cocok dengan kita dan sulit mengasihi orang yang tidak cocok dengan kita. Tetapi jika kita melihat hal ini berdasarkan konteks Alkitabiah, maka anggapan inipun merupakan suatu kekeliruan.

Mengasihi itu bukan sekedar karena orang lain itu cocok dengan kita. Kita tidak dipanggil untuk menyukai semua orang. Tetapi kita dipanggil untuk mengasihi orang lain, meskipun mungkin kita tidak suka pada orang itu, meskipun kita tidak mendapatkan balasan kasih yang setimpal.

Di dalam dunia yang berdosa, perfect harmony atau kecocokan yang sempurna memang sangat sulit kita temukan. Hanya di dalam diri Allah Tritunggal saja, ada perfect harmony. Meski demikian, Tuhan Yesus rela meninggalkan hidup-Nya yang ada di dalam perfect harmony, untuk masuk ke dalam dunia yang penuh kebencian dan permusuhan akibat dosa, demi membawa manusia untuk masuk ke dalam perfect harmony yang disediakan oleh Allah. 

Dalam menjalankan pelayanan-Nya Tuhan Yesus sering ditolak, disalah mengerti, disakiti, diancam, diusir bahkan akhirnya di bunuh. Tetapi Tuhan Yesus tetap konsisten dan penuh komitmen untuk mengasihi manusia. Ada kalanya kita berpikir bahwa orang yang mengasihi dan lemah lembut itu adalah orang yang lemah, sedangkan orang yang berani membalas dan melawan adalah orang yang kuat. Tetapi dari kehidupan Tuhan Yesus kita tahu bahwa orang yang mengasihi itu bukan orang yang lemah, tetapi orang yang sangat kuat menahan penderitaan demi memberi kebaikan pada orang yagn dikasihinya.

Orang yang mengasihi bukan saja kuat, tetapi juga sangat berani, yaitu berani untuk dilukai, disakiti dan berani tidak dicintai orang lain. Hanya orang yang benar-benar kuatlah yang mampu melakukan hal seperti ini. Tanpa pertolongan dari Tuhan sendiri, tidak seorang pun dari kita yang mampu melakukannya.

Ketiga, kasih bukan sekedar tabungan emosi. 

Seringkali kita mengalami kasih yang tidak seimbang atau tidak berbalas, dan itu sangat menyakitkan. Tetapi sifat asimetri dari kasih seperti ini, justru merupakan hal yang nyata terjadi dalam konteks dunia berdosa. Tuhan Yesus pernah berkata, jika kita mengasihi orang yang baik pada kita, maka apa bedanya kita dengan dunia? Orang lain yang tidak mengenal Tuhan Yesus pun melakukan hal seperti itu. Tetapi mengasihi orang yang membenci kita, hanya  Tuhan yang mampu memberi kekuatan. Sebab hal seperti itu sangatlah tidak natural bagi kita yang hidup dalam dunia yang sudah jatuh ini.


Ada 4 kemungkinan sikap manusia terhadap manusia yang lain:

  1. Bersikap baik pada orang yang baik. (natural, law of attraction, untuk marketing)
  2. Bersikap jahat pada orang yang jahat. (natural)
  3. Bersikap jahat pada orang yang baik (sungguh keterlaluan, dunia pun mengecam)
  4. Bersikap baik pada orang yang jahat (supranatural)

Kemungkinan yang ke 4 itulah, yaitu kemampuan untuk bersikap baik (bahkan) kepada orang yang jahat, yang merupakan kemampuan yang bersifat supranatural. Kemampuan seperti itu, merupakan pekerjaan Roh Kudus di dalam diri seseorang.

Jadi, tidak dapat dipungkiri bahwa cinta Ilahi itu memang sulit, menyakitkan, berat dan bersifat supranatural atau extraordinary. Tetapi apabila kita bisa memilikinya, maka cinta seperti inilah yang akan membebaskan kita, mejadikan kita orang yang merdeka seperti Kristus. Ia adalah Pribadi yang sungguh bebas untuk mencintai siapa saja yang diberikan Bapa kepada-Nya. Amin.

Sunday, July 14, 2024

Kasih Allah membawa pada pertumbuhan rohani dan pekabaran Injil

 

Allah adalah kasih.

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. (1 Yohanes 4:7-10)


Berdasarkan Surat Yohanes yang kita baca (ayat 8), kita diajarkan bahwa Allah adalah kasih. Bagaimana kita memahami hal ini? Mungkin tidak terlalu mudah untuk membuat definisi dari Allah adalah kasih, tetapi kita barangkali dapat mengetahui hal itu berdasarkan implikasinya. Ada beberapa yang menjadi implikasi dari penyataan Yohanes tersebut, yaitu:

Pertama, bahwa seluruh kasih yang sejati itu bersumber semata-mata dari dalam diri Allah saja, tidak ada sumber yang lain yang dapat menghasilkan kasih seperti yang Allah berikan. Dunia tidak akan menikmati kasih yang sejati apabila Allah tidak berkenan menyalurkan kasih-Nya. Kasih seringkali terasa seperti sesuatu yang abstrak dan agak sulit untuk diterjemahkan di dalam kata-kata definisi. Kasih akan lebih mudah dipahami apabila ada contohnya. Tnapa kehadiran Allah di dalam dunia ini, maka dunia tidak memiliki contoh yang tepat dan meyakinkan untuk mengatakan mana yang merupakan kasih dan mana yang bukan.

Kedua, bahwa Allah adalah standar atau tolok ukur dari kasih. Sebuah tindakan dapat disebut kasih atau bukan kasih apabila dibandingkan dengan bagaimana tindakan Allah. Manusia tidak bisa membuat tolok ukur dari kasih. Apakah mengasihi sesama jenis merupakan kasih yang benar atau salah? Kalau Tuhan tidak ada, maka apakah dasarnya bagi kita untuk mengatakan bahwa sebuah tindakan itu salah ataukah benar?

Ketiga, Tuhan adalah fondasi atau dasar dari kasih. Ini menjawab pertanyaan: Apa dasarnya manusia harus mengasihi? Dasar dari tindakan tersebut adalah Allah sendiri. Karena Allah adalah kasih, maka kita punya alasan untuk mengasihi sesamanya. Kita bisa mengasihi sesuatu dengan alasan karena sesuatu itu indah, tetapi menurut Alkitab, kita mengasihi dengan alasan yang mendasar yaitu karena Allah kita mengasihi.

Dari beberapa implikasi yang disebutkan di atas tentang Allah adalah kasih, maka dapat disimpulkan bahwa siapapun yang mau mengerti definisi dari kasih, maka orang itu harus melihat, belajar dan mengenal Pribadi Allah.

Alkitab berkata: "Allah adalah kasih," namun kalimat tersebut tidak bisa diputarbalik menjadi "kasih adalah Allah." Mengapa? Sebab kasih memang bukan Allah. Mengapa? Sebab kasih itu bukan pribadi, melainkan atribusi atau sifat dasar dari Allah. Yang ber-Pribadi adalah Allah, oleh karena itu hanya Allah-lah yang dapat mendefinisikan apa itu kasih, bukan sebaliknya. Pada ayat 9, kasih dimanifestasikan pada kita, melalui manifestasi itu, kita mengerti apa itu kasih.

Sesungguhnya, mulai sejak bangun tidur hingga tertidur kembali di malam hari, seorang manusia digerakkan oleh sebuah kekuatan kasih. Kasih apakah itu? Idealnya, tentu saja orang itu digerakkan oleh kasih akan Allah, namun dalam konteks manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, maka seringkali manusia digerakkan oleh kasih yang bukan berasal dari Allah, melainkan kasih yang sudah tercemar oleh dosa, misalnya kasih kepada diri sendiri atau kasih kepada dunia ini atau kasih kepada objek-objek yang tidak sepatutnya menerima kasih kita.

Sebagai contoh: seseorang yang digerakkan oleh cinta kepada uang, maka sejak bangun tidur hingga terlelap kembali, orang itu akan terus memikirkan uang, beaktivitas demi uang, dan melakukan banyak hal dengan motivasi untuk mendapatkan uang. Tetapi orang yang digerakkan oleh cinta kepada Tuhan, maka seluruh hidupnya akan diarahkan untuk melakukan kehendak Tuhan, mengerjakan pekerjaan sesuai panggilan Tuhan dan dilandaskan pada motivasi untuk mempermuliakan Tuhan.

Jika seseorang ingin mengerti apa itu cinta sejati, maka orang itu harus kembali kepada asal-usul dari cinta (the origin of Love) yaitu Pribadi Allah. Kita tidak belajar mengerti cinta sejati dari pengalaman kita, sebab pengalaman kita terbatas dan bahkan bisa keliru, kita tidak belajar tentang cinta sejati dari lagu-lagu, film, novel atau apapun, sebab semua itu ditulis oleh manusia yang juga terbatas di dalam pemahaman akan cinta. Keberdosaan manusia juga turut mempengaruhi cara kita memahami dan menafsirkan arti cinta yang sejati.

Apabila pernikahan seseorang ingin menjadi sebuah pernikahan yang penuh dengan cinta kasih maka pernikahan itu harus diisi dengan kehadiran Tuhan. Sebuah pernikahan bisa juga terlihat dari luar sebagai pernikahan yang penuh cinta, sekalipun orang-orang di dalamnya tidak mengenal Tuhan, bagaimana hal ini bisa terjadi? Hal seperti itu memang bisa saja terjadi, sebab bagaimana pun ada suatu jenis cinta lain yang bekerja, yaitu misalnya cinta akan nama baik. Demi nama baik keluarga, sebuah pernikahan yang rumit pun bisa saja dipertahankan. Atau cinta akan uang, yaitu ketika dua orang atau salah satu insan dalam pernikahan begitu tergantung pada uang atau kekayaan yang timbul sebagai akibat dari pernikahan tersebut, maka bisa saja sebuah pernikahan tetap dijaga mati-matian, demi agar pundi-pundi keuangan satu atau dua orang tersebut bisa dipertahankan.

Kasih persahabatan yang sejati akan terlihat dari sikap seseorang ketika ia mengharapkan yang terbaik bagi orang yang dikasihinya itu. Hal terbaik yang bisa kita harapkan pada orang lain atau sahabat kita adalah Injil, sebab injil bukan saja mempengaruhi kehidupan jasmani, tetapi juga akan mempengaruhi kehidupan rohani seseorang.

Apabila seseorang bertumbuh di dalam Tuhan, maka yang menjadi indikasi utama dari pertumbuhan rohani yang sehat adalah pertumbuhan di dalam kasih, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.

Adakalanya orang Kristen keliru dalam menilai pertumbuhan rohani sebagai pertumbuhan di dalam pengetahuan, pertumbuhan di dalam pemahaman akan banyak data tentang kekristenan, atau semakin banyaknya tugas pelayanan yang kita tangani, atau semakin bertambahnya di dalam skill atau keahlian di dalam pelayanan. Semua itu memang merupakan sesuatu yang berguna, akan tetapi belum tentu merupakan tanda pertumbuhan rohani yang sejati.

Orang yang bertumbuh di dalam kasih Allah dan kasih kepada sesama, memang bisa saja berakibat pada semakin bertambahnya kegiatan spiritual atau semakin bertambahnya pengetahuan. Akan tetapi hal belum tentu berlaku secara otomatis. Orang yang semakin sibuk di dalam pelayanan, belum tentu digerakkan oleh cinta kepada Tuhan atau kepada sesama. Kesibukan dalam pelayanan dapat saja digerakkan oleh cinta pada kesibukan itu sendiri. Ada kalanya seseorang baru merasa hidupnya berarti ketika ia sibuk, banyak dicari orang lain, banyak dipercaya, banyak menerima pujian dari orang sekitar dan lain sebagainya. 

Kriteria pertumbuhan rohani yang sehat di dalam Tuhan adalah pertumbuhan dalam kasih dan kekudusan hidup. Jika kasih kita bertumbuh, maka sifat egois kita semakin pudar. Orang yang bertumbuh di dalam kasih, akan makin merasa membutuhkan Injil, sebab ia melihat kehadiran Tuhan semakin jelas di dalam hidupnya, sehingga ia semakin sadar bahwa dirinya adalah orang berdosa, sehingga pada gilirannya ia semakin membutuhkan Injil, dan semakin belajar untuk mengasihi orang lain, melalui pekabaran Injil.

Jadi kalau kita summary kan:

  1. Kita hanya bisa mengerti tentang kasih melalui pengenalan akan Pribadi Allah
  2. Orang yang mengenal Pribadi Allah, akan mengalami pertumbuhan rohani.
  3. Indikasi utama dari pertumbuhan rohani adalah pertumbuhan kasih.
  4. Pertumbuhan kasih yang benar adalah pertumbuhan kasih kepada Tuhan dan sesama.
  5. Ekspresi kasih kepada sesama perlu diwujudkan melalui pekabaran Injil.

Amin.

Monday, March 18, 2024

Kemerdekaan Sejati menurut pandangan Iman Kristen

Kemerdekaan Sejati menurut pandangan Iman Kristen

Siapakah yang tidak ingin merdeka? Semua orang sudah pasti mau, bukan?
Tapi apa itu merdeka?
Merdeka dipahami sebagai sesuatu yang bebas dari ikatan.
Oleh karena itu, Merdeka dipahami sebagai sesuatu yang sangat menyenangkan dan sangat kita dambakan, karena membuat kita terlepas dari segala ikatan.

Apakah Alkitab mengajarkan kita suatu konsep kemerdekaan sejati yang seperti ini?
Ataukah konsep kemerdekaan sejati menurut Alkitab itu berbeda?

ADAM, HAWA & ALLAH

Pada zaman Adam dan Hawa, manusia dilukiskan sebagai makhluk ciptaan yang bebas.
Mereka boleh makan apa saja yang ada di taman itu.. ini bebas..
Tetapi ketika Allah membuat batasan.... “kecuali pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat”...
Manusia mulai merasa tidak bebas.

Dan aneh sekali... apa yang dianggap sebagai ganjalan dari kebebasan manusia itu.. langsung menjadi pusat perhatian manusia... mereka ingin mengenyahkan ganjalan ini.. mereka ingin benar-benar bebas.. hambatan apapun dari kebebasan, ingin mereka lenyapkan..

Dalam Kejadian 3:5  Iblis mengatakan: “tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."

Bagi manusia.. tawaran Iblis ini sangat menggoda, karena menawarkan suatu kebebasan yang luar biasa. Menjadi seperti Allah. Dalam bayangan manusia, Allah adalah yang membuat peraturan. Alangkah menyenangkannya jika kita menjadi seperti Allah karena bisa bebas membuat peraturan bukan?

Tetapi apakah Allah adalah Pribadi yang bebas sebebas bebasnya?
Dapatkah Allah membuat batu yang begitu besarnya sampai Allah sendiri tidak bisa mengangkatnya?

JADI jika Allah saja yang adalah Pribadi Mahakuasa, ternyata tidak bebas sebebas bebasnya... maka apakah artinya KEMERDEKAAN SEJATI itu bagi kita?


HAKIM-HAKIM

Pada zaman Hakim-hakim.. ada pula ayat yang berbunyi...

Hakim-hakim 17:6  Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.

Hakim-hakim 21:25  Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.

Kembali kita melihat disini bagaimana kebebasan itu menjadi begitu menarik. Tetapi di dalam kebebasan itu, bangsa Israel terus menerus jatuh ke dalam dosa dan pencobaan, sehingga Tuhan membangkitkan Hakim bagi mereka.

HAKIM  disini fungsinya adalah WAKIL ALLAH untuk memerintah bangsa Israel.


RAJA-RAJA

Mengapa bangsa Israel meminta raja?

1 Samuel 8:6-7   Waktu mereka berkata: "Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami," perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN.  7 TUHAN berfirman kepada Samuel: "Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka.

1 Samuel 8:18-20  Pada waktu itu kamu akan berteriak karena rajamu yang kamu pilih itu, tetapi TUHAN tidak akan menjawab kamu pada waktu itu."  19 Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan mereka berkata: "Tidak, harus ada raja atas kami;  20 maka kamipun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang."

Bangsa Israel meminta raja bukan karena mereka ingin diperintah oleh raja.
Mereka hanya sudah jenuh dan tidak suka dipimpin Tuhan. Mereka ingin bebas.
Sekali lagi disini terlihat.. Mereka ingin merdeka.

Akhirnya melalui sistem kerajaan itu, bangsa Israel dapat dikatakan mencapai puncak kejayaannya Pada zaman Daud dan Salomo. Daerah kekuasaan Israel begitu luas dan musuh-musuhnya pun takluk pada Israel.

Ini adalah kondisi yang begitu luarbiasa.. begitu didambakan... namun hanya sebentar saja Israel  mengecap keadaan ini.. setelah itu Israel masuk ke dalam berbagai penjajahan.. mulai dari bangsa Asyur sampai bangsa Babel hingga akhirnya Israel di jajah oleh Romawi.

Berabad2 dalam penjajahan, membuat bangsa Israel begitu merindukan kemerdekaan dan kejayaan seperti yang pernah dicapai ketika zaman Daud. Itu sebabnya Israel begitu merindukan Mesias. Karena dalam benak mereka, Mesias adalah sosok yang akan membawa bangsa Israel ke dalam situasi yang jaya dan merdeka tersebut.

 

YESUS KRISTUS

Ketika Yesus Kristus datang ke dunia, ada beberapa pandangan tentang Dia:

Yesus orang Nazareth adalah orang biasa.
Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. (Markus 6:3). Tuhan Yesus sama sekali tidak membawa harapan apa-apa bagi orang yang melihat Dia dengan cara seperti ini.

Yesus orang Nazareth adalah Raja.
Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri. (Yohanes 6:15). Konsep Raja disini bukanlah Raja Surgawi, tetapi raja duniawi persis seperti Daud. Bangsa Israel rindu memiliki raja seperti Daud yang kuat secara politik, yang bisa mengeluarkan mereka dari penjajahan romawi dan membuat mereka disegani seperti Macan Timur Tengah misalnya.

Yesus orang Nazareth adalah pembuat mukjizat.
22 Pada keesokan harinya orang banyak, yang masih tinggal di seberang, melihat bahwa di situ tidak ada perahu selain dari pada yang satu tadi dan bahwa Yesus tidak turut naik ke perahu itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya, dan bahwa murid-murid-Nya saja yang berangkat. 23 Tetapi sementara itu beberapa perahu lain datang dari Tiberias dekat ke tempat mereka makan roti, sesudah Tuhan mengucapkan syukur atasnya. 24 Ketika orang banyak melihat, bahwa Yesus tidak ada di situ dan murid-murid-Nya juga tidak, mereka naik ke perahu-perahu itu lalu berangkat ke Kapernaum untuk mencari Yesus. 25 Ketika orang banyak menemukan Yesus di seberang laut itu, mereka berkata kepada-Nya: "Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?" 26 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. (Yohanes 6:22-26) Di sini Yesus juga dianggap sebagai pengharapan karena dapat menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari, yaitu soal perut.

Yesus orang Nazareth adalah Mesias sejati, 

Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16 )

28 Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi."  29 Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!"  30 Lalu Yesus melarang mereka dengan keras supaya jangan memberitahukan kepada siapapun tentang Dia.  31 Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.  32 Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia.  33 Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Mark 8:28-33 )

Bagi orang-orang yang melihat Tuhan Yesus sebagai raja maupun Mesias, pandangan mereka pun masih sangat terbatas. Mereka belum benar-benar memahami siapa Yesus itu. Mesias yang mereka bayangkan adalah sosok yang akan menjadi Raja seperti Daud, mengembalikan kejayaan Israel.

Tetapi Tuhan Yesus sendiri ternyata mempunyai pengertian lain dari apa yang dimaksud dengan kemerdekaan. Tuhan Yesus berkata: 31 Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku  32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (John 8:31-32)

Siapakah kebenaran yang akan memerdekakan itu?
Yesus sendiri mengaku diri-Nya adalah kebenaran (Yoh 14;6)

Kemerdekaan apa yang Tuhan Yesus berikan pada manusia?

  • Merdeka dari hukuman dosa.
  • Merdeka untuk melakukan apa yang baik.
  • Merdeka untuk bersekutu dengan Allah
  • Merdeka untuk bersekutu dengan sesama.
  • Merdeka untuk bergantung pada Allah.

Merdeka dari hukuman dosa.

Tuhan Yesus telah mati untuk menebus dosa kita. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matthew 1:21)

Inilah kemerdekaan utama yang diberikan Yesus pada kita. Tidak ada agama, atau tokoh agama manapun yang dapat memberi kemerdekaan dari dosa kepada manusia. Hanya Tuhan Yesus, melalui penebusan dikayu salib dan kebangkitan dari kematian yang sanggup membebaskan manusia dari hukuman atas dosa tersebut.

Merdeka untuk melakukan apa yang baik

16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.  17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. (2 Timothy 3:16-17)

Sebagai manusia kita seringkali tidak tahu bagaimana berbuat baik.

Kita tidak lagi berbuat baik untuk diselamatkan, tetapi perbuatan baik kita adalah suatu ekspresi kebebasan karena sudah diselamatkan oleh Yesus.

Merdeka untuk bersekutu dengan Allah

16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya,  17 yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.  18 Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.  19 Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup.  20 Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.  21 Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (John 14:16-21)

Kita tidak lupa pada Michael Jackson, atau Robin Williams atau bintang-bintang terkenal lain yang mati dengan cara menyedihkan. Problem hidup yang berat seringkali membawa kita pada keadaan yang putus asa, tetapi melalui Yesus, kita dimerdekakan untuk dapat selalu berhubungan dengan Tuhan. Membawa setiap problem kita, pergumulan kita ke hadapan Allah. Inilah kemerdekaan sejati itu.

Merdeka untuk bersekutu dengan sesama

Proverbs 16:7  7 Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikan-Nya dengan dia.

Orang yang punya salah, pasti tidak bebas bicara atau bebas bertindak. Prabowo dan para pengikutnya di politik adalah orang-orang yang punya masa lalu yang belum dibereskan. Hal ini akan menghambat mereka untuk maju karena orang tidak lupa pada apa yang mereka lakukan dimasa lalu. Tetapi jika semua itu sudah dibereskan di hadapan Tuhan, maka di hadapan sesama pun kita tidak lagi memiliki beban. Kita bebas untuk bersekutu dengan siapa saja. Contoh Bill Clinton yang pernah jatuh ke dalam dosa, tetapi akhirnya minta maaf pada seluruh bangsa Amerika. Hingga kini, Clinton dapat terus berkiprah tanpa ada lagi yang mempersoalkan kesalahannya masa lalu.

Merdeka untuk bergantung pada Allah

Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. (John 10:10)

Hidup berkelimpahan itu bukan berarti kaya harta. Hidup berkelimpahan artinya suatu keadaan hidup dimana Yesus sudah bertahta sepenuhya dalam hidup seseorang. Orang semacam ini akan jarang merasa takut atau cemas, karena ia sudah terlatih untuk percaya bahwa pertolongan Tuhan akan tepat waktu.

Jadi:

Kemerdekaan sejati bukan berarti bebas melakukan apa yang kita mau.
Kemerdekaan sejati adalah hidup bersatu dengan Allah di dalam Kristus Yesus.
Kemerdekaan sejati di dapat ketika kita bukan saja menjadikan Yesus sebagai juru selamat, tetapi juga menjadikan Yesus sebagai Tuhan kita.

Sunday, June 4, 2023

Diubahkan lewat persoalan, dibentuk melalui kesulitan hidup


Mengalami persoalan dan kesulitan hidup merupakan hal yang tentu saja sangat tidak menyenangkan. Akan tetapi Alkitab mengajak kita untuk melihat suatu cara pandang yang berbeda, yaitu bahwa Tuhan dapat memakai setiap persoalan dan kesulitan hidup itu sebagai sarana untuk membentuk karakter kita agar menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Buku "Memulai Kembali" Klik disini.

Apabila kita perhatikan, di dalam kehidupan sehari-haripun sebetulnya dapat kita lihat bagaimana kesukaran itu bukanlah selalu merupakan sesuatu yang buruk. Seorang yang sedang dipersiapkan untuk menjadi prajurit yang tangguh, tidak mungkin dibiarkan menikmati kehidupan yang mudah, nyaman, tidak ada kesulitan dan tantangan. Sebaliknya orang yang dipersiapkan untuk menjadi prajurit yang tangguh itu, justru akan diberikan berbagai kesulitan, ujian dan tantangan yang berat di dalam keseharian mereka.

Di dalam dunia olah raga, ataupun di sekolah, tidak ada orang yang bisa mencapai kemajuan, entah secara intelek ataupun secara fisik, yang tidak dengan sengaja diperhadapkan pada kesulitan atau kesukaran, ujian, tekanan dan berbagai hal yang tidak nyaman lainnya. Kita tahu bahwa meskipun semua itu tidak nyaman, tetapi semua kesulitan itu diperlukan bagi kemajuan kita sendiri.


Tuhan memiliki suatu tujuan di balik segala kesulitan hidup.

Tuhan dapat memakai berbagai keadaan dan peristiwa yang terjadi di dalam hidup kita sebagai sarana untuk mengembangkan karakter kita. Tuhan Yesus memperingatkan bahwa kita akan menghadapi beraneka persoalan di dunia ini (Yohanes 16:33). Tidak ada seorang pun yang kebal terhadap penderitaan atau terlindungi dari penderitaan, dan tidak seorang pun yang akan menjalani kehidupan ini tanpa masalah. Setiap kali kita berhasil memecahkan satu masalah, masalah lain sudah menanti untuk muncul. Memang tidak semua masalah itu besar, tetapi semuanya berperan penting dalam proses pertumbuhan yang disiapkan Tuhan bagi kita.

Tuhan sendiri, melalui Petrus, meyakinkan kita bahwa masalah yang dihadapi oleh pengikut-Nya adalah sesuatu yang normal, dengan mengatakan: "Janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu." (1Petrus4:12)

Tuhan memakai berbagai masalah dan kesulitan hidup, untuk menarik diri kita lebih dekat kepada Diri-Nya. Alkitab mengatakan, "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."(Mazmur 34:18).

Berdasarkan ayat di atas, bagaimana mungkin kita dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan apabila kita belum pernah mengalami peristiwa yang membuat kita patah hati? Dan bagaimana mungkin kita merasakan pengalaman diselamatkan oleh Tuhan, apabila kita sendiri tidak pernah mengalami jiwa yang remuk oleh dosa?

Pengalaman-pengalaman penyembahan kita yang paling mendalam justru seringkali terjadi ketika kita tengah mengalami masa-masa tergelap dalam hidup ini. Ketika patah hati, merasa ditinggalkan, tidak dipilih, atau ketika mengalami penderitaan jasmani yang luar biasa, pada saat itu biasanya kita akan datang kepada Tuhan. Selama dalam penderitaan itulah kita belajar untuk menaikkan doa-doa kita yang paling murni, sepenuh hati, dan jujur kepada Allah. Ketika kita berada di dalam penderitaan, kita tidak lagi memiliki tenaga untuk menaikkan doa-doa yang dangkal.

Joni Eareckson Tada menulis, "Ketika hidup terasa menyenangkan, kita mungkin menikmatinya dengan kerinduan untuk mengetahui tentang Yesus, dengan meniru Dia dan mengutip perkataan-Nya serta membicarakan-Nya. Tetapi hanya dalam penderitaanlah kita akan benar- benar mengenal Yesus." Kita akan mengenal lebih dalam siapakah Tuhan kita, justru di dalam dan melalui penderitaan, karena hal itu tidak mungkin dapat kita pelajari dengan cara lain lagi.

Tuhan tentu bisa saja mencegah agar Yusuf tidak masuk penjara (Kej 39:20-22), agar Daniel tidak dimasukkan ke dalam gua singa (Daniel 6:16-23), agar Yeremia tidak dimasukkan ke dalam perigi (Yeremia 38:6), agar Paulus tidak mengalami karam kapal, apalagi sampai tiga kali (2 Kor 11:25). Tuhsn bisa mencegah tiga pemuda Ibrani agar tidak dibuang dalam perapian yang menyala-nyala (Daniel 3:1-26). Tetapi Tuhan tidak mencegah itu semua terjadi. Tuhan mengizinkan masalah-masalah yang berat, bahkan mengerikan tersebut terjadi. Dan sebagai hasilnya, setiap orang tersebut ditarik lebih dekat kehadirat-Nya, masuk ke dalam pengenalan yang baru akan Pribadi Tuhan.

Berbagai masalah yang muncul di dalam kehidupan kita, dapat dipakai Tuhan untuk mendorong kita lebih bergantung pada-Nya dan bukan pada diri kita sendiri. Paulus memberikan kesaksian tentang hal ini: Kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (2 Kor 1:9).

Tidak ada satu pun masalah yang bisa terjadi tanpa seizin Tuhan, karena Dialah pemegang kendali tertinggi dari segala sesuatu yang ada. Rasul Paulus mengatakan hal ini dalam Roma 8:28-29: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya."


Bagaimana sebaiknya kita menyikapi datangnya kesulitan hidup?

Masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan tidak secara otomatis menghasilkan apa yang baik sebagaimana seharusnya. Banyak orang malah menjadi kecewa dan bukannya mendekatkan diri pada Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu memiliki cara pandang seperti Tuhan Yesus sendiri dalam melihat problem kehidupan.

Pertama: selalu ingat bahwa rencana Tuhan itu baik

Tuhan mengetahui apa yang terbaik bagi kita dan Ia memperhatikan kepentingan kita. Tuhan memberitahu Yeremia, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).

Yusuf memahami kebenaran ini pada saat dia memberitahu saudara- saudaranya yang telah menjualnya dalam perbudakan, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan," (Kej 50:20)

Hizkia juga turut menyuarakan perasaan yang sama tentang penyakit yang menjadi ancaman nyawanya: "Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamatan bagiku;" (Yesaya 38:17).

Dari beberapa contoh ayat yang disajikan di atas, kita mendapati bahwa orang-orang yang mengalami penderitaan dan kesulitan itu pada akhirnya menyadari bahwa Tuhan telah bekerja demi kebaikan mereka justru dengan memakai kesulitan tersebut.

Benarlah yang dikatakan penulis Ibrani: " Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10b).

Penting bagi kita untuk tetap fokus pada rencana Allah, bukan pada penderitaan atau masalah yang kita alami. Inilah cara Tuhan Yesus menanggung penderitaan salib, dan kita didorong untuk mengikuti teladan-Nya: "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia," (Ibrani 12:2a).

Corrie ten Boom, yang menderita di dalam sebuah kamp maut Nazi, menjelaskan tentang kuasa dari fokus yang dimiliki seseorang: "Jika Anda memandang kepada dunia, Anda akan menderita. Jika Anda memandang diri sendiri, Anda akan tertekan. Namun jika Anda memandang Kristus, Anda akan tenang!"

Apa yang menjadi fokus kita, akan memberi pengaruh cukup besar bagi perasaan-perasaan kita. Rahasia ketekunan ialah mengingat bahwa penderitaan kita bersifat sementara, tetapi upah yang kita akan terima adalah kekal.

Musa tekun menjalani kehidupan yang penuh masalah "sebab pandangannya ia arahkan kepada upah" (Ibrani 11:26). Paulus tekun menanggung kesulitan dengan cara yang sama. Dia berkata, "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami." (2 Kor 4:17).

Kedua: belajar bersukacita dan belajar mengucap syukur karena Tuhan

Alkitab mengajarkan kita untuk "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1Tesalonika 5:18)

Perhatikan bahwa Tuhan menyuruh kita untuk mengucap syukur "dalam segala hal" bukan "atas segala hal." Tuhan tidak meminta kita bersyukur atas kejahatan, atas dosa, atas penderitaan, atau atas akibat-akibat menyakitkan dari hal-hal tersebut di dalam dunia. Sebaliknya, Allah ingin kita mengucap syukur pada-Nya karena Dia akan memakai masalah-masalah kita itu untuk menggenapi tujuan-Nya.

Alkitab mengatakan, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!" (Filipi 4:4). Alkitab tidak mengatakan, "Bersukacitalah atas penderitaanmu." Itu merupakan masokisme (kepuasan yang diperoleh dari penderitaan). Kita bersukacita karena ada kasih, perhatian, hikmat, kuasa, dan kesetiaan dari Tuhan. 

Kita bersukacita karena mengetahui bahwa kita akan melewati penderitaan itu bersama Tuhan. Kita bukan melayani Tuhan yang jauh dan tidak perduli, yang mengucapkan kata-kata klise yang membesarkan hati hanya dari pinggir lapangan yang aman. Sebaliknya, Tuhan telah turut masuk ke dalam penderitaan kita. Tuhan Yesus melakukannya di dalam sepanjang hidup-Nya dan berpuncak di salib, Roh Kudus juga melakukannya di dalam diri kita sekarang ini. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita sendiri.

Ketiga : jangan menyerah, tapi belajar bertekun

Bersabar dan bertekunlah. Alkitab mengatakan, "Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:3,4). 

Pembentukan karakter merupakan proses yang lambat. Kapan pun kita berupaya menghindari atau melarikan diri dari kesulitan di dalam kehidupan, kita memotong proses tersebut, menunda pertumbuhan kita, dan akan berakhir dengan jenis penderitaan yang lebih parah yang diakibatkan karena kita tidak bertumbuh.

Bila kita memahami konsekuensi-konsekuensi kekal dari pengembangan karakter kita yang dikerjakan oleh Tuhan, maka kita akan lebih jarang menaikkan doa-doa yang sifatnya "puaskan akui" (misalnya: "Tolong Tuhan supaya aku merasa nyaman"). Tetapi kita akan lebih banyak menaikkan doa-doa "Bentuklah aku" (misalnya: "Pakailah peristiwa ini untuk menjadikanku lebih serupa dengan Engkau").

Kita sekarang tahu bahwa kita sedang menjadi dewasa bila mulai melihat tangan Allah di dalam lingkungan kehidupan yang acak, membingungkan, dan sepertinya tanpa arti. Oleh karena itu apabila kita sedang menghadapi penderitaan sekarang, jangan bertanya, "Mengapa aku mengalami penderitaan ini?" Tetapi bertanyalah, "Apa yang Engkau ingin agar aku pelajari?" kemudian percayalah kepada Allah dan tetap melakukan apa yang benar. 

"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36)

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Amin 

Monday, May 22, 2023

Ketika Roh Kudus memimpin hidup manusia


Menurut ajaran Alkitab, hanya orang yang percaya kepada Yesus Kristus saja yang memiliki Roh Kudus. Dan apabila seseorang memiliki Roh Kudus, maka orang itu akan mengalami pimpinan dari Roh Kudus di dalam hidupnya. Roh Kudus tidak akan diam saja, melainkan akan bekerja untuk membereskan kehidupan manusia dan menjadikan kehidupan orang itu penuh dengan dinamika. Dalam bahasa Yunani, dinamika adalah dynameis yang berarti suatu gerakan yang besar atau suatu ledakan.

Ketika Roh Kudus memimpin orang percaya ke dalam kesulitan

Allah Tritunggal tidak selalu membawa manusia keluar dari kesulitan hidup yang sedang dihadapi. Adakalanya, Allah memimpin manusia masuk ke dalam kesulitan atau setidaknya masuk ke dalam situasi yang tidak mudah.

 

Buku Dia Yang Memberi Hidup - Doktrin Tentang Roh Kudus - Graham A. Cole
Klik disini.

Ketika Bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan Mesir, mereka tidak serta merta di bawa ke Taman Eden, atau langsung tiba di Kanaan, atau apalagi langsung di bawa ke sorga. Setelah Allah mengeluarkan bangsa Israel dari Mesir, Allah kemudian membawa bangsa Israel masuk ke padang gurun, suatu tempat yang tentu saja kering, tidak menarik dan sama sekali bukan tempat yang mudah untuk ditinggali.

Gambaran dari kehidupan yang dipimpin oleh Allah, mungkin berbeda dengan gambaran ideal dari banyak orang, bahwa Tuhan akan selalu memimpin hidup manusia ke tempat atau situasi yang menyenangkan. Sebab menurut catatan Alkitab, orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Allah, justru akan dibawa ke tempat-tempat yang sulit, penuh tantangan dan ujian.

Orang Kristen mungkin suka membaca Mazmur 23 yang berkata: TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; (Mazmur 23:1-2)

Dikatakan di dalam ayat tersebut, bahwa Tuhan akan membimbing kita ke air yang tenang. Tentu saja ini adalah sebuah kebenaran, sebab pada akhirnya memang Tuhan akan membawa kita ke tempat yang memungkinkan jiwa kita dapat beristirahat dengan tenang. Akan tetapi jangan lupa bahwa Mazmur 23 pun mencatat adanya perjalanan ke lembah kekelaman (ayat 4) dan musuh-musuh pun masih berkeliaran dengan bebas (ayat 5). Dipimpin oleh Tuhan ke air yang tenang, bukan berarti bahwa hidup kita sudah dibebaskan oleh Tuhan dari bahaya.

Siapa sajakah orang-orang yang dipimpin Roh Kudus masuk ke dalam kesulitan?

Jika kita belajar dari tokoh-tokoh Alkitab, kita melihat banyak dari mereka yang dipimpin oleh Tuhan untuk masuk ke dalam kesulitan hidup. Beberapa diberi kesempatan untuk melihat kelepasan selagi masih di dunia ini, beberapa tidak.

Abraham bukan hidup dalam perbudakan atau masa penjajahan bangsa asing, ia sudah memiliki hidup yang mapan, sebelum Tuhan memilih dia. Tetapi kemudian ia dipanggil keluar dari hidupnya yang nyaman itu, untuk masuk ke dalam kehidupan yang sama sekali baru, ke Mesir, ke padang gurun, bahkan ke negeri yang ia sendiri tidak dapat bayangkan. Allah tidak selalu mengeluarkan manusia dari perbudakan suatu bangsa untuk di bawa ke negeri yang bebas. Abraham justru di keluarkan dari negeri yang bebas untuk masuk ke dalam ikatan hubungan dengan Tuhan.

Yusuf sudah memiliki kehidupan yang cukup baik juga, tetapi melalui tangan Tuhan, ia dijual ke Mesir, melewati kehidupan yang sulit lebih dulu sebelum akhirnya mencapai keadaan yang direncanakan Tuhan.

Daniel dan Ayub juga kurang lebih memiliki cerita yang mirip, orang-orang yang dipanggil masuk ke dalam kesulitan untuk berjumpa dengan Tuhan secara pribadi. Semua orang dalam contoh ini dapat dikatakan menemukan kelepasan di dalam kehidupan mereka di dunia ini.

Tetapi tidak semua orang yang dipanggil Tuhan masuk ke dalam kesulitan itu pada akhirnya mengalami kelepasan selama di dunia ini. Petrus menemui kematian di salib, Paulus akhirnya di penggal, demikian pula Yohanes Pembaptis. Bahkan Tuhan Yesus sendiri pun tidak luput dari kesengsaraan dan bahkan kematian.

Tidak ada kelepasan bagi orang-orang ini selama mereka masih di dunia. Tetapi mereka tetap percaya, tetap berharap pada Bapa dan tetap bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas mereka.

Kemanakah tujuan utama Roh Kudus memimpin orang percaya?

Mungkin kita heran atau terkejut menyadari bahwa pimpinan Roh Kudus tidak selalu membawa manusia ke tempat-tempat yang menyenangkan atau makmur, melainkan dapat pula membawa manusia pada kesengsaraan bahkan kematian.

Hal ini adalah karena kita kurang memahami apa yang dipikirkan oleh Allah. Tujuan utama pimpinan Roh Kudus adalah untuk memenuhi kehendak Tuhan yang kekal. Roh Kudus tahu persis apa yang menjadi kehendak Allah karena Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga dalam Allah Tritunggal.

Bagaimana Roh Kudus memimpin?

Cara Roh Kudus memimpin bukan seperti Iblis yang merasuki manusia sehingga manusia itu tidak sadar akan apa yang ia lakukan. Sebaliknya pekerjaan Roh Kudus justru menyadarkan manusia akan kebenaran, akan dosa dan akan penghakiman.

Pekerjaan utama Roh Kudus, adalah:
1. Menurunkan Firman, baik Firman Tertulis, maupun Firman yang menjadi Manusia.
2. Mempertobatkan manusia.

Cukup unik apabila kita renungkan bahwa di dalam pekerjaan-Nya, Roh Kudus telah membawa Allah turun kepada manusia dan membawa manusia naik kepada Allah.

Jika kita kembali pada pernyataan di awal tulisan lagi, kita melihat suatu fakta bahwa semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah (Roma 8:14), maka apa saja implikasinya?

Pertama:
Pimpinan Roh Kudus untuk kita memenuhi kehendak Tuhan pastilah sesuai dengan Firman.

"Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran." (Yohanes 16:13a)

Firman perlu dibaca, direnungkan, dipelajari jika kita ingin peka terhadap pimpinan Roh Kudus. Melalui pimpinan ini, kita akan semakin dekat dengan Allah Tritunggal.

Kedua:
Pimpinan Roh Kudus juga bisa kita peroleh dari doa.

"Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, - yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit -, maka hal itu akan diberikan padanya." (Yakobus 1:5)

Doa menolong kita untuk menjadi lebih peka.
Dalam Mazmur 46:10 ada perkataan "Diamlah", dalam versi NAV artinya cease striving.
Dalam versi Vulgata, istilah yang dipakai adalah vacate (vacation) yang artinya berlibur.
Artinya, melalui doa kita diajar untuk berhenti menjadi Allah bagi diri kita sendiri dan mulai belajar untuk bergantung kepada Allah semata-mata

Ketiga:
Pimpinan Roh Kudus bisa kita peroleh dari nasihat orang lain:

"Jalan orang bodoh lurus dalam pandangannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak." (Amsal 12:15) 

"Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasehat banyak." (Amsal 15:22)

Nasihat dari saudara seiman juga membantu kita untuk peka.

KESIMPULAN:

Kepekaan adalah suatu proses, bukan suatu hasil akhir yang sudah jadi. Kita ingin peka pada dinamika pimpinan Roh Kudus? Setelah kita cukup peka untuk mengetahui pimpinan Roh Kudus tersebut, maukah kita menjalankannya? Karena pimpinan Roh Kudus tidak selalu ke tempat-tempat yang nyaman menyenangkan.

Alkitab yang mengatakan bahwa kita akan dibawa ke padang rumput yang hijau adalah Alkitab yang juga mencatat bahwa Roh Kudus memimpin Yesus ke padang gurun. Alkitab yang mencatat pelayanan Petrus begitu besar hingga mempertobatkan ribuan orang, adalah Alkitab yang juga mencatat seorang Filipus yang pergi ke jalan yang sunyi (Kis 8:26)

Untuk menjadi peka terhadap pimpinan Roh Kudus, kita juga harus percaya bahwa pimpinan itu tujuannya baik, walaupun caranya kurang menyenangkan menurut ukuran kita.

"Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6)

Beberapa tips praktis:

Jujur dan terbukalah pada Tuhan tentang kondisi yang sedang kita alami. Tuhan adalah pribadi yang baik, cerdas, penuh pengertian, penuh empati. Dia lebih tau apa yang harus dilakukan ketimbang diri kita sendiri.

Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk lebih percaya dan peka terhadap pimpinan-Nya. Amin 

Monday, May 1, 2023

Bukti Alkitab adalah Firman Tuhan: Nubuat Yang Tertera di Dalamnya


Di dalam tulisan terdahulu, kita sempat menyinggung tentang nubuat sebagai faktor yang penting untuk membuktikan ke-Ilahi-an Alkitab. Namun ketika itu yang kita bahas adalah nubuat yang penggenapannya tidak diambil secara langsung dari Alkitab melainkan dari laporan-laporan atas temuan-temuan arkeologi dan catatan sejarah. (Itu sebabnya hal tersebut saya klasifikasikan sebagai bukti eksternal)

Dalam tulisan ini, kita kembali melihat nubuat sebagai faktor pembuktian terhadap ke-Ilahi-an Alkitab dimana penggenapan dari nubuat itu diambil secara langsung dari Alkitab sendiri. (Itulah mengapa saya klasifikasikan pembahasan ini ke dalam pembuktian secara internal)

Seperti yang pernah saya uraikan dalam tulisan terdahulu, nubuat adalah suatu standar yang diberikan oleh Allah pada kita agar kita dapat menguji apakah sesuatu benar-benar berasal dari Tuhan atau tidak. (Lihat Ulangan 18:19-20)

Bagi kepentingan untuk menguji apakah Alkitab adalah Firman Tuhan atau bukan, nubuat-nubuat dalam Alkitab telah menjalankan fungsinya yang luar biasa sebagai alat uji. Bukan saja nubuat-nubuat itu terjadi, tetapi penting untuk kita ketahui bahwa nubuat-nubuat itu terjadi secara 100% akurat. Jika seseorang meramalkan sesuatu akan terjadi, lalu ternyata ramalannya benar, kita mungkin heran dan takjub. Akan tetapi jangan dulu kita merasa bahwa ada sesuatu yang ilahi dengan orang tersebut. Sebab ujian tersebut harus dikenakan secara berulang-ulang.

Ralph O.Muncaster, seorang pakar pemeriksaan atas bukti-bukti Alkitabiah, mengatakan ada 1000 lebih nubuatan di dalam Alkitab dan 668 di antaranya sudah tergenapi secara akurat. Sisanya adalah mengenai hal-hal yang belum terjadi seperti kedatangan Yesus kedua dan hal-hal yang berhubungan dengan akhir zaman.

Banyak orang di dunia ini menganggap Nostradamus-lah peramal paling hebat sepanjang segala masa, padahal sama sekali tidak demikian. Ramalan Nostradamus tidak pernah tentang sesuatu yang spesifik dan detil dalam hal waktu, tempat, orang-orang dlsb. Cara ia mengungkapkan ramalan pun adalah melalui bahasa syair yang amat bergantung pada cara bagaimana kita menafsirkannya. Itu sebabnya, ramalan Nostradamus hanya relevan jika peristiwanya sudah terjadi. Sebenarnya kita tidak dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena sudah diramalkan oleh Nostradamus. Yang sesungguhnya terjadi adalah manusia jaman sekarang mencocok-cocokkan berbagai peristiwa besar di dunia dengan syair-syair Nostradamus, lalu ketika mereka menemukan tafsiran yang agak cocok, lalu temuan itu dipropagandakan besar-besaran sebagai ramalan Nostradamus. Tidak ada orang yang mau menggubris fakta bahwa sesungguhnya Nostradamus sendiri pun mengakui keterlibatannya pada kuasa-kuasa gelap ketika meramu ramalan-ramalan eksotisnya itu.

Tetapi tidak demikian halnya dengan Alkitab. Para nabi meramalkan sesuatu bukan karena mereka pintar membuat prediksi. Bukan pula karena mereka dibantu oleh iblis. Mereka mengatakan suatu nubuatan karena Allah telah menaruh pengetahuan tersebut dalam diri mereka. Itu sebabnya nubuatan itu bersifat detil dan akurat. 

Di samping nubuat-nubuat di Perjanjian Lama yang terlihat secara nyata penggenapannya di Perjanjian Baru, ada pula nubuat-nubuat jangka pendek yang dibuat oleh Tuhan Yesus dan segera terwujud penggenapannya dalam masa Perjanjian Baru.

Tuhan Yesus beberapa kali meramalkan tentang kematian-Nya dan ramalan itu pun terjadi. Dalam kebudayaan atau kepercayaan agama lain memang ada pula tokoh-tokoh spiritual yang mampu meramalkan kematian mereka. Akan tetapi tidak ada orang yang betul-betul akurat tentang bagaimana mereka akan mati dan apalagi tentang berapa lama Dia akan dikuburkan untuk kemudian bangkit dari kematian. Hal tersebut betul-betul sesuatu yang di luar kemampuan manusia biasa. Alkitab mencatat hal-hal seperti itu, itu sebabnya kita percaya bahwa Alkitab adalah buku Ilahi.

Tuhan Yesus juga membuat ramalan tentang hal-hal yang akan terjadi pada orang lain. Tuhan Yesus sudah meramalkan bahwa Lazarus akan bangkit sebelum Ia membangkitkan Lazarus. Tuhan Yesus meramalkan Petrus akan mengkhianati Dia, sebelum peristiwa itu terjadi. Tuhan Yesus meramalkan bahwa Yudas akan mengkhianati  Dia. Meramalkan bahwa Alkitab akan ditulis, Roh Kudus akan datang, gereja akan terbentuk, penganiayaan jemaat dan masih banyak lagi.

Alkitab jelas bukan buku biasa. Tidak ada Kitab Suci agama lain yang berisi nubuatan yang begitu banyak, detil dan meliputi peristiwa-peristiwa yang dahsyat seperti yang tercatat di dalam Alkitab. Sebenarnya, saya ingin katakan bahwa tidak ada kitab suci agama lain yang berisi nubuatan historis yang penggenapannya juga terjadi di dalam sejarah yang riil. Hanya Alkitab yang bisa demikian.

Sudah sepatutnya kita menaruh kepercayaan 100% pada segala sesuatu yang tertulis dalam Alkitab. Orang Kristen tidak perlu merasa terperangah mendengar ramalan-ramalan orang dunia seperti Nostradamus apalagi jika sampai terpengaruh. Biasanya pada akhir-akhir tahun seperti sekarang ini, muncullah peramal-peramal baik dari lokal maupun mancanegara yang mengutarakan berbagai ramalan tentang tahun depan. Orang Kristen tidak perlu terlibat pada hal-hal demikian.

Nubuatan atau pernyataan tentang sesuatu yang akan terjadi di masa depan yang terdapat di dalam Alkitab mempunyai dua fungsi, pertama untuk membuktikan bahwa firman yang disampaikan oleh seorang nabi adalah betul-betul Firman Tuhan dan kedua, untuk memberi pengharapan bagi orang-orang percaya. Alkitab tidak pernah bermaksud untuk menjadikan orang Kristen sebagai orang-orang yang suka dengan kegiatan ramal-meramal, hal itu malah tidak dibenarkan oleh Alkitab. Marilah kita percaya pada segala sesuatu yang dikatakan oleh Alkitab, akan tetapi marilah kita tidak perlu mencari tahu tentang segala sesuatu di masa depan yang tidak dinyatakan oleh Alkitab.

Melalui berbagai nubuatan, Allah ingin agar kita percaya bahwa Yesus adalah Allah, Juruselamat manusia. Setelah kita mempercayai Yesus, maka kita tidak perlu lagi terlalu menekankan perhatian kita pada berbagai ramalan. Bahkan Tuhan Yesus pun menutup pembicaraan tentang akhir zaman dengan kata-kata: “hanya Bapa yang tahu.” Dan Tuhan Yesus pun tidak memberi perincian tentang kapan Ia akan datang ke dua kali. Ia ingin kita percaya dan menaruh keyakinan kita semata-mata pada Dia, bukan pada ramalan-ramalan itu.

Semoga melalui tulisan ini, iman anda terhadap segala sesuatu yang diajarkan oleh Alkitab semakin diteguhkan. Cintailah Alkitab, pelajarilah Alkitab, sebar luaskanlah segala pemberitaan yang ada di dalam Alkitab. Tuhan memberkati.

Monday, April 24, 2023

Berjalan dalam lembah kekelaman (Mazmur 23:4-5)


Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku. Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah. (Mazmur 23:4-5)

Melalui tulisan ini kita akan belajar bahwa sekalipun Tuhan adalah Pribadi yang mahabaik, bukan berarti Tuhan tidak akan memperhadapkan kita pada kesulitan. Di dalam bijaksana-Nya yang mungkin tidak mudah untuk dimengerti, Tuhan dapat menguji kita melalui kesulitan agar kita belajar untuk bertumbuh.

Mazmur 23, dibuka dengan perkataan: TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; (Mazmur 23:1-2)

Kita tentu menyukai ayat ini sebab dikatakan dalam ayat tersebut, bahwa Tuhan akan membimbing kita ke air yang tenang. Dan tentu saja kalimat tersebut adalah sebuah kebenaran, sebab pada akhirnya memang Tuhan akan membawa kita ke tempat yang memungkinkan bagi jiwa kita untuk dapat beristirahat dengan tenang. Akan tetapi jangan lupa bahwa Mazmur 23 pun mencatat adanya perjalanan ke lembah kekelaman (ayat 4) dan musuh-musuh pun masih berkeliaran dengan bebas (ayat 5). 

Melalui ayat 4 dan ayat 5 tersebut, kita diingatkan bahwa gambaran dari kehidupan yang dipimpin oleh Allah, mungkin berbeda dengan gambaran ideal dari banyak orang, yaitu bahwa Tuhan akan selalu memimpin hidup manusia ke tempat atau situasi yang menyenangkan, atau Tuhan akan selalu menghindarkan kita dari kesulitan dan marabahaya. 

Ternyata, hidup yang dipimpin oleh Tuhan ke air yang tenang, bukanlah kehidupan yang sudah dibebaskan dari segala tantangan. Sebaliknya, menurut catatan Alkitab, orang-orang yang hidupnya dipimpin oleh Allah, justru tidak luput dari rencana Tuhan untuk membawa mereka ke tempat-tempat yang sulit, penuh tantangan, ujian dan bahkan kematian. Tidak ada satupun dari umat Tuhan yang sejati yang tidak mengalami ujian, tantangan dan bahkan penderitaan.

Abraham dikenal sebagai bapa kaum beriman, tetapi sebagai wakil dari kaum beriman, Abraham pun diuji oleh Tuhan melalui sebuah tantangan di Mesir, yaitu ketika pemimpin Mesir menginginkan istri Abraham untuk dijadikan permaisurinya. Abraham gagal dalam ujian ini, Tuhan turun tangan untuk membereskan situasi yang tidak beres itu. Dalam peristiwa yang lain, Abraham kembali diuji dalam tingkatan yang lebih besar lagi, yaitu ketika Allah meminta Abraham mengorbankan anaknya yang tunggal.

Yusuf diuji melalui perbuatan saudara-saudaranya, melalui berbagai kesulitan hidup sebagai budak Musa mengalami ujian berkali-kali selama memimpin bangsa Israel di padang gurun. Dan bahkan Tuhan Yesus sendiri pun diuji secara terus menerus dan diintai oleh marabahaya pada hampir setiap segmen dari kehidupan-Nya. Dan puncak dari segala kekelamanan yang harus dilalui oleh Tuhan Yesus adalah kematian di atas kayu salib.

Jadi kalau pemazmur ada pengalaman untuk berjalan di dalam lembah kekelaman, maka itu bukanlah sesuatu yang unik dialami oleh pemazmur saja, melainkan suatu bayang-bayang dari apa yang akan terjadi pada Yesus Kristus.

Iman Kristen adalah iman yang mengakui kepemimpinan Allah yang berdaulat, sambil menerima kenyataan bahwa Allah masih membiarkan kejahatan tetap ada. Pada saat ini kita tahu bahwa Tuhan Yesus sudah menjadi Raja di atas segala raja dan pemerintahan Tuhan Yesus meliputi seluruh alam semestas, baik semesta yang kelihatan, maupun bahkan yang tidak terlihat oleh mata kita. Akan tetapi apabila kita observasi keadaan dunia ini, kita tahu bahwa masih ada banyak sekali kekurangan dan kekacauan di dalam dunia ini.

Orang yang tidak membaca Alkitab dengan baik, akan mengatakan bahwa Tuhan Yesus belum menjadi Raja saat ini. Atau mungkin ada yang akan mengatakan bahwa Allah bukan Pribadi yang berkuasa, sebab Tuhan tidak mampu mengatasi segala kekacauan di dunia. Atau ada pula yang mengatakan bahwa Allah memang berkuasa, tetapi Ia tidak memiliki kasih. Tidak satupun dari anggapan itu yang benar. Semuanya merupakan keyakinan keliru yang disebabkan oleh ketidakmengertian isihati Tuhan yang dituangkan dalam Kitab Suci.

Menurut Alkitab, Allah adalah gembala yang baik, tetapi di dalam kebaikan-Nya itu Allah tetap akan memimpin manusia untuk masuk melewati lembah yang kelam sebagai ujian bagi iman orang-orang yang dikasihi-Nya. Menurut Alkitab, Tuhan Yesus adalah Raja, tetapi kerajaan yang dipimpin oleh Tuhan Yesus saat ini bukanlah kerajaan yang kebal dari kejahatan. Sebaliknya Tuhan Yesus masih membiarkan iblis untuk menabur benih-benih kesesatan di dalam dunia, sebagai penguji iman orang percaya, sekaligus sebagai alat di tangan Tuhan untuk memurnikan kehidupan orang percaya itu.


Penghiburan dari Tuhan

Orang-orang yang skeptis terhadap iman Kristen tidak akan dapat memahami bagaimana cara Tuhan memelihara kehidupan manusia di dunia yang berdosa ini. Di satu sisi Allah membaringkan umat-Nya di padang rumput yang hijau, tetapi di sisi lain Tuhan tidak menghindarkan  mereka dari lembah kekelaman dan dari incaran para musuh. 

Yang indah adalah, bahwa inipun belum keseluruhan dari cerita yang ingin disampaikan. Sebab Tuhan sendiri tidak membiarkan orang-orang yang percaya pada-Nya itu, berjalan sendirian di lembah kekelaman tersebut. Pemazmur mengatakan bahwa di tengah lembah kekelaman itu, Allah tetap memimpin dan melindungi umat-Nya dengan tongkat dan gada. Tongkat untuk memimpin, gada untuk menjaga kawanan domba dari bahaya. Manusia tidak akan mengerti apa artinya penghiburan dari Tuhan, jika ia tidak memahami marabahaya yang mengancam di sekitarnya. Manusia akan sulit menghargai pemberian Tuhan, jika mereka tidak sadar betapa banyak musuh yang sedang mengancam.

Bahwa di dalam hidup ini manusia akan melewati lembah kekelaman dan berhadapan dengan musuh, itu adalah hal yang tidak akan terhindarkan. Tidak ada manusia yang tidak melewati lembah kekelaman di dalam hidup ini. Yang terjadi adalah orang-orang yang hidup di dalam kekelamam, tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka ada di dalam kekelaman. Yang terjadi adàlah, banysk orang yang sedang hidup dalam kekelaman tetapi Tuhan tidak berjalan bersama mereka. Ini merupakan keadaan yang sangat memprihatinkan, tetapi yang justru jarang disadari oleh manusia.

Kiranya Mazmur 23 ini mengingatkan kita untuk selalu bergantung pada Tuhan dan tetap percaya pada-Nya, sekalipun Ia membawa kita melewati lembah kekelaman. Tuhan Yesus memberkati.


 

Sunday, May 22, 2022

Berdamai dengan Allah sebagai dasar bagi terciptanya perdamaian dunia

 


Ada pepatah mengatakan: “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.” Yang ingin disuarakan oleh pepatah ini adalah suatu hasrat untuk berdamai dengan semua orang. Memang sungguh menyenangkan bukan, jika kita bisa berdamai dengan semua orang. Akan tetapi mungkinkah kedamaian dengan sesama itu menjadi sesuatu yang dapat kita miliki? [Baca juga: Dimensi Kasih Allah. Klik disini.]

Peperangan antar negara, ketegangan antar kelompok, terus saja terjadi di dunia. Media massa tidak pernah kekurangan berita tentang pertikaian antar manusia, mulai dari skala suami istri yang pisah ranjang sampai pada skala bunuh-bunuhan antar saudara dan saling kirim rudal antar negara. Sulit dipungkiri, kebencian adalah warna dominan di dalam atmosfir bumi kita ini. [Baca juga: Iman Kristen bukanlah suatu kepercayaan yang buta. Klik disini.]

Alkitab pun tidak berusaha menutup-nutupi berbagai pertikaian di antara umat manusia. Mulai dari Adam dan Hawa yang berdebat tentang siapa yang paling bertanggungjawab atas perbuatan mereka memakan buah terlarang (dapatkah kita bayangkan betapa banyaknya pertengkaran yang kemudian muncul dalam beratus-ratus tahun usia pernikahan mereka?), dilanjutkan dengan Kain yang membunuh Habel, dan diteruskan oleh keturunan mereka yang hidup penuh kekerasan dan kekejian satu sama lain.

Generasi umat manusia yang ganas ini sempat ditenggelamkan Tuhan di dalam air bah ketika zaman Nuh. Tetapi, air bah boleh surut kembali, namun tidak demikian halnya dengan kebencian di antara umat manusia. Perjanjian Lama mencatat begitu banyak pertikaian dan pertentangan yang terjadi pasca air bah, bukan saja di tengah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan tetapi juga di antara umat Allah.

Perjanjian Baru pun tidak menampakkan wajah yang lebih baik jika ditinjau dari sudut pandang hubungan antar manusia. Murid-murid Tuhan Yesus berdebat tentang siapa yang paling besar di antara mereka, lupa bahwa Guru mereka masih di situ. Tulisan-tulisan Paulus pun melukiskan bagi kita pertikaian-pertikaian yang terjadi di dalam jemaat Tuhan. Dan, seolah ingin setia pada tradisi, gereja sampai hari inipun tidak luput dari berbagai pertengkaran antar sesama umat percaya. Beberapa pertengkaran bahkan sampai pada tahap dead lock, tidak ada jalan keluarnya lagi. Jadi pertanyaannya, masih relevankah kita bicara tentang perdamaian?? Apalagi sampai bercita-cita jadi pembawa damai?? Apa yang menjadi faktor penting bagi pendamaian?

 

Arti Penting Berdamai dengan Allah

Pada dasarnya, kita tidak mungkin mengerti perdamaian yang sejati, jika kita tidak mengerti apa artinya didamaikan dengan Tuhan. Billy Graham pernah menulis sebuah buku yang laris sekali dan dibuatkan pula dalam versi traktat, judulnya Peace with God, Damai Dengan Allah. Buku ini menceritakan suatu kebenaran yang hakiki dari suatu perdamaian, yaitu damai dengan Allah, sebab dari sinilah perdamaian sejati bermula.

Sebagai manusia yang hidup di dalam dunia yang telah jatuh ke dalam dosa, kita bukan saja menjadi seteru bagi sesama kita,  tetapi juga (bahkan terutama) seteru bagi Allah. Alkitab mengajarkan pada kita sifat dosa yang memecah belah. Sehingga dalam artian tertentu, kita dapat melihat dosa sebagai lawan kata dari kasih, yaitu dimana dosa bersifat memecah belah, maka kasih bersifat mempersatukan.

Oleh karena itu, selama hidup manusia masih dilingkupi oleh dosa, pembicaraan tentang perdamaian adalah hal yang sia-sia belaka. Mengapa? Karena akar dari permusuhan itu sendiri belum dibereskan. Untuk dapat berdamai dengan sesama, pertama-tama kita harus berdamai dengan Allah. Dan untuk berdamai dengan Allah dibutuhkan iman. Itulah sebabnya saya mengatakan: “Iman adalah faktor penting bagi pendamaian.”

Di dalam kekristenan yang sejati, iman dimengerti sebagai suatu hubungan yang benar dengan Allah. Iman mempersatukan orang percaya dengan Kristus. Dengan kata lain, hanya ketika seseorang memiliki hubungan yang benar dengan Allah sajalah, maka orang itu boleh berharap dapat berdamai dengan manusia di dalam kedamaian sejati.

 

Kisah kekejaman manusia

Corrie tenBoom menggambarkan kekejaman perang melalui dalam buku “Ketika Tuhan tidak dapat Dimengerti” yang ditulisnya sebagai kesaksian hidupnya sendiri. Ini mengingatkan kita pada film “The Pianist,” yang juga melukiskan dengan gamblang kekejaman tentara Jerman pada orang Yahudi. Dalam salah satu adegan diperlihatkan sebuah keluarga Yahudi yang sedang makan malam, ketika serombongan tentara Jerman menendang pintu mereka. Dengan angkuhnya tentara-tentara itu memerintahkan keluarga ini berdiri. Salah satu anggota keluarga itu, sang kakek, duduk di kursi roda, jelas ia tak dapat berdiri. Namun hal ini membuat pemimpin tentara merasa terhina, ia memerintahkan orang tua renta itu diangkat dari kursi rodanya lalu dilemparkan keluar jendela. Keluarga itu tinggal di lantai empat (atau tiga, saya lupa persisnya), tentu dapat dibayangkan apa yang terjadi pada orang tua lumpuh itu. Tidak cukup sampai di situ, keluarga yang tadinya sedang makan malam ini ditembaki, satu orangpun tidak tersisa.

Meksipun itu cuma film, tapi pesannya jelas sekali yaitu kekejaman tiada ampun yang pernah sungguh-sungguh terjadi di bumi kita.[1] Bagi Corrie, kejadian seperti itu bukan sekedar film tetapi hal yang sungguh nyata terjadi pada hidupnya. Luput dari neraka Nazi dan tetap hidup adalah mukjizat. Tetapi mampu mengampuni seorang tentara Nazi yang membunuh keluarga sendiri? Sebuah pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab, bukan?

Tidak mudah juga tentu saja bagi Corrie, tetapi imannya telah menolong dia. Iman inilah, yaitu hubungan pribadinya dengan Allah yang telah memampukan dia untuk berdamai bahkan dengan musuh paling kejam sekalipun. Tidak ada langkah-langkah psikiater ataupun ahli psikologi yang mampu menolong kita melakukan tindakan yang “tidak masuk akal” ini. Tidak ada cara-cara manusiawi yang dapat menolong kita berdamai seperti itu. Seharusnya tentara itu disiksa sebagai balasan. Seharusnya keluarga tentara itu dibantai pula sebagai gantinya, tetapi mengampuni dia? “Oh Tuhan, sungguh ajaib perbuatan-Mu, sungguh tak terselami pikiran-pikiran-Mu, dimuliakanlah Nama-Mu!! Karena aku sendiri pun seorang bejat yang telah Kau-ampuni…”

Oleh karena itu, apabila kita ingin menjadi seorang pembawa damai? Yang harus pertama-tama kita tanyakan bukanlah: “Bagaimana caranya?” Tetapi: “Bagaimanakah hubunganku dengan Tuhan akhir-akhir ini?”

 

Tantangan yang berat bagi pembawa damai

Iman yang sehat memungkinkan kerohanian kita bertumbuh dengan sehat pula. Pada gilirannya, di dalam diri kita akan terbentuk pula karakter-karakter rohani yang baik, Alkitab menyebutnya sebagai buah Roh. Karakter tidak mungkin terbentuk dalam semalam, dibutuhkan Firman Tuhan untuk memupukinya dan ujian, kesulitan serta penderitaan untuk mengujinya.

Murid-murid Tuhan Yesus pun terlihat bukan sebagai tipe anak-anak manis yang duduk diam di bangku gereja. Pada masa-masa awal kehidupan bersama dengan Tuhan, mereka justru saling berdebat ingin menjadi yang paling hebat. Mereka heran melihat Tuhan Yesus sudi bergaul dengan orang Samaria. Mereka larang orang lain yang tidak ikut dalam kelompok mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Mereka sok berani tanpa benar-benar sadar apa yang mereka hadapi. Akhirnya mereka lari kocar-kacir karena takut ketika Guru mereka ditangkap.

Tetapi apa yang terjadi setelah iman mereka menjadi lebih dewasa? Mereka sungguh-sungguh berubah menjadi orang-orang yang mengubah dunia. Mereka rendah hati, mau bergaul dengan siapa saja, terbuka pada kelompok lain dan benar-benar pemberani. Sewaktu Tuhan Yesus masih ada di dunia, Yohanes muda pernah berharap agar ada api turun dari langit kepada orang-orang yang menolak berita mereka. Tetapi kelak Yohanes yang sama ini telah berubah menjadi orang yang sangat lembut, penuh kasih dan sayang.

Bagaimana hubungan kita dengan Tuhan akhir-akhir ini? Jangan biarkan kehidupan ini berlalu begitu saja tanpa pernah diperiksa. Saya setuju dengan Plato yang berkata: “Kehidupan yang tidak diperiksa tidak layak dijalani.” Di bagian awal tulisan ini, saya bertanya masih relevankah kita berbicara tentang perdamaian di tengah dunia yang berkecamuk dalam kebencian seperti ini? Jawabnya adalah sungguh relevan. Justru ketika hidup damai itu semakin hari semakin kabur, kita diperintahkan untuk menghidupkannya kembali.

Menjadi pembawa damai rupanya bukan pilihan bagi kita, yaitu sesuatu yang boleh dilakukan jika kita suka atau lupakan saja jika itu terlalu memberatkan. Menjadi pembawa damai adalah perintah Tuhan, itu adalah salah satu ciri atau karakteristik dari anak-anak Tuhan. Saya akui, senang sekali jadi anak Tuhan, tetapi jadi pembawa damai? Pernah suatu kali ketika saya sedang khusuk berdoa tentang sesuatu hal, tiba-tiba terlintas di kepala saya sosok seseorang yang saya tahu sangat senang menipu dan menjadi semacam duri dalam daging bagi hidup saya. Saya berhenti berdoa, justru ketika tiba-tiba ada dorongan untuk berdoa bagi orang yang menyebalkan ini. Saya tidak segera melanjutkan berdoa, melainkan bergumul dengan susah payah, haruskah aku berdoa bagi dia? Akhirnya setelah beberapa saat bergumul dengan diri saya sendiri, saya mulai berdoa bagi kebaikan orang itu. Sejujurnya saya akui, rasanya sakit sekali, tetapi Tuhan begitu berbelas kasih pada saya, makhluk hina ini, sehingga segera memberikan suatu sukacita ketika saya selesai melakukannya.

 

Kesimpulan

Tidak mudah memang menjadi pembawa damai, bahkan berdamai dengan diri kita untuk berdoa bagi orang yang tidak menyenangkan saja sudah sulit apalagi jika berhadapan secara muka dengan muka. Itu bukan pekerjaan enak seperti jalan-jalan di mall. Itu adalah ujian bagi iman kita sendiri. Apakah kita ingin taat?

Jika di summary-kan, maka tahapan yang biasanya perlu kita lalui sebelum menjadi pembawa damai adalah: berdamai dengan Allah, berdamai dengan diri sendiri (yaitu melalui panyangkalan diri) dan terakhir barulah berdamai dengan orang lain.

Jika kita tidak berusaha melewati tahap pertama dan kedua, niscaya akan sulit sekali melangkah ke tahap ketiga. Tahap pertama dan kedua terjadi dalam keheningan bersama Tuhan dan diri sendiri. Tahap ketiga adalah “melangkah keluar” dalam persekutuan dengan orang lain.

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Amin. (Oleh: izar tirta).


[1] Lagipula, The Pianist diangkat dari kisah sebenarnya (based on true story). Tokoh yang dibicarakan dalam film ini punya nasib yang sama dengan Corrie tenBoom, yaitu satu-satunya yang tersisa dari seluruh anggota keluarganya yang terbantai.