Saturday, July 29, 2023

Siapakah Yesus?

 


 Dapatkan dan baca buku ini: Klik disini.

 

Review Buku :

"Siapakah Yesus" adalah buku yang menggugah pikiran dan menarik yang ditulis oleh Philip Yancey, seorang penulis Kristen terkemuka. Dalam buku ini, Yancey mengeksplorasi kehidupan, ajaran, dan signifikansi Yesus Kristus dari perspektif baru, menantang pembaca untuk mempertimbangkan kembali praduga mereka tentang siapa Yesus dan apa yang Dia perjuangkan.

Yancey membawa pembaca dalam perjalanan melalui Injil, menyelidiki konteks sejarah zaman Yesus, budaya di mana dia hidup, dan harapan religius orang-orang di sekitarnya. Dia dengan terampil menjalin wawasan ilmiah dan refleksi pribadi untuk menyajikan gambaran Yesus yang utuh dan otentik.

Salah satu kekuatan buku ini adalah kemampuan Yancey untuk memanusiakan Yesus. Dia menghapus klise agama dan asumsi budaya yang sering mengelilingi sosok Yesus dan menampilkannya sebagai individu yang menarik dan dapat diterima. Yancey menekankan welas asih, cinta, dan ajaran revolusioner Yesus, sekaligus membahas kompleksitas karakternya dan tantangan yang dia hadapi.

Di sepanjang buku ini, Yancey membahas pertanyaan-pertanyaan sulit dan kontroversi seputar kehidupan dan pelayanan Yesus. Dia menghadapi paradoks pesan Yesus, mengeksplorasi topik-topik seperti inklusivitas radikalnya, interaksinya dengan wanita, konfrontasinya dengan otoritas agama, dan pendekatannya terhadap penderitaan dan salib.

Gaya penulisan Yancey mudah diakses dan menarik, menjadikan "Siapakah Yesus" sebagai sebuah buku yang dapat diapresiasi baik oleh para sarjana maupun pembaca awam. Dia dengan terampil memadukan keilmuan sejarah dan alkitabiah dengan anekdot dan wawasan pribadi, menghasilkan narasi yang seimbang dan berwawasan.

Salah satu kelemahan potensial dari buku ini adalah, seperti karya apa pun tentang tokoh agama, buku ini mungkin tidak beresonansi dengan semua pembaca. Beberapa orang mungkin menganggap interpretasi Yancey menantang atau berbeda dari perspektif teologis mereka sendiri, yang mengarah pada perbedaan pendapat tentang kesimpulan buku tersebut.

Singkatnya, "Siapakah Yesus?" adalah buku yang menawan dan mencerahkan yang menyajikan Yesus dalam terang yang segar dan meyakinkan. Eksplorasi Philip Yancey tentang kehidupan dan ajaran Yesus menawarkan pembaca pemahaman yang lebih dalam tentang tokoh sejarah dan mengajak mereka untuk menjumpai pribadi Yesus Kristus secara transformatif. Apakah seseorang sudah mengenal Yesus atau baru pertama kali mendekatinya, buku ini memberikan wawasan dan refleksi berharga yang dapat memperdalam iman dan penghargaan seseorang terhadap tokoh sentral kekristenan ini. 


Monday, July 24, 2023

Bisnis Untuk Kemuliaan Allah: Ajaran Alkitab tentang Kebaikan Moral Bisnis



Buku "Bisnis Untuk Kemuliaan Allah".
Klik disini.

 

Review:

Judul Buku         : Bisnis untuk Kemuliaan Allah: Ajaran Alkitab tentang Kebaikan Moral Bisnis
Penulis               : Wayne Grudem
Genre                  : Etika Kristen, Bisnis

"Bisnis untuk Kemuliaan Tuhan" karya Wayne Grudem adalah eksplorasi yang membangkitkan pemikiran dan menarik dari persimpangan antara praktik bisnis dan etika Kristen. Grudem, seorang teolog dan cendekiawan yang dihormati, menyajikan perspektif alkitabiah tentang tujuan, prinsip, dan dampak aktivitas bisnis di dunia kontemporer kita.

Buku ini dimulai dengan membahas kesalahpahaman umum bahwa pengejaran bisnis pada dasarnya egois atau tidak bermoral. Grudem berargumen secara persuasif bahwa, ketika dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip alkitabiah, bisnis dapat menjadi usaha yang mulia dan memuliakan Tuhan. Dia menekankan pentingnya menjalankan bisnis secara etis, jujur, dan dengan fokus melayani orang lain.

Salah satu kekuatan utama buku ini adalah kemampuan Grudem untuk mengambil wawasan dari berbagai bagian Alkitab dan menunjukkan bagaimana penerapannya pada berbagai aspek bisnis, seperti menghasilkan keuntungan, persaingan, dan kepemilikan. Dia menyoroti dampak positif bisnis terhadap masyarakat dengan menciptakan lapangan kerja, menyediakan produk dan layanan, dan menghasilkan kekayaan yang dapat digunakan untuk tujuan amal.

Grudem juga membahas beberapa potensi jebakan yang mungkin dihadapi pemilik bisnis dan karyawan, seperti godaan keserakahan, eksploitasi, atau pengabaian tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Dengan mendasarkan argumennya pada hikmat alkitabiah, dia menawarkan pedoman praktis untuk mengatasi tantangan ini dan mempertahankan pendekatan yang berpusat pada Kristus dalam praktik bisnis.

Buku ini ringkas, namun komprehensif, membuatnya dapat diakses baik oleh profesional bisnis maupun pembaca awam. Gaya penulisan Grudem jelas, dan dia menyajikan argumennya dengan campuran kedalaman teologis dan contoh dunia nyata, yang membuat pembaca tetap terlibat.

Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun buku ini memberikan perspektif yang berharga tentang moralitas bisnis, buku ini tidak menggali secara mendalam kompleksitas praktik bisnis tertentu atau masalah ekonomi kontemporer. Beberapa pembaca mungkin menginginkan diskusi yang lebih bernuansa tentang topik tertentu.

Kesimpulannya, "Bisnis untuk Kemuliaan Tuhan" adalah bacaan yang berwawasan dan membesarkan hati bagi siapa pun yang tertarik untuk memahami landasan moral bisnis dari sudut pandang Kristen. Grudem berhasil membongkar anggapan bahwa bisnis tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Kristen, dan sebagai gantinya, dia menyajikan kasus yang menarik untuk menjalankan bisnis dengan cara yang memuliakan Tuhan sambil melayani orang lain dan berkontribusi secara positif kepada masyarakat. Buku ini adalah pengingat tepat waktu tentang potensi bisnis untuk menjadi agen kebaikan di dunia dan sumber yang bagus bagi mereka yang ingin menyelaraskan kehidupan profesional mereka dengan keyakinan mereka.

 

 

 

Teologi Sistematika: Sebuah Pengantar Kepercayaan Kristen oleh John M Frame

 

Untuk informasi lebih lengkap mengenai Buku Teologi Sistematika,
Silahkan Klik disini

 

Buku ini dapat dibaca pula oleh orang awam yang ingin lebih mengenal ajaran Kristen.
Review:

"Systematic Theology" oleh John M. Frame adalah karya yang sangat dihormati di bidang teologi Kristen. Buku ini menyajikan eksplorasi yang komprehensif dan sistematis dari berbagai topik dan doktrin teologis. Frame, seorang teolog Reformed terkemuka, mempresentasikan keahlian dan wawasannya untuk memberi para pembacanya sebuah pemahaman yang jelas dan terstuktur akan kepercayaan Kristen.

Salah satu kekuatan buku ini adalah pendekatannya dalam menyajikan teologi secara koheren dan mudah diakses. Frame menyusun karyanya secara sistematis, dengan hati-hati memeriksa setiap konsep teologis dan keterkaitannya dengan yang lain. Pendekatan ini memungkinkan pembaca untuk memahami kerangka teologis dengan lebih mudah dan melihat bagaimana berbagai doktrin berhubungan satu sama lain.

Selain itu, gaya penulisan Frame dikenal menarik dan mudah dibaca. Dia menghindari jargon dan bahasa akademik yang tidak perlu, membuat karyanya dapat diakses oleh banyak pembaca, dari mahasiswa teologi hingga orang awam.

Buku ini mencakup topik-topik teologis yang penting, seperti sifat Allah, doktrin Trinitas, Kristologi, soteriologi, dan eskatologi, dan lain-lain. Frame mengambil dari berbagai sumber, termasuk Kitab Suci, teologi Kristen historis, dan pemikiran filosofis, untuk mendukung argumennya dan memberikan perspektif yang menyeluruh.

Frame, mendekati topiknya dari perspektif Reformed. Diskusi teologi sering kali melibatkan sudut pandang yang berbeda, dan pembaca dari latar belakang teologi yang berbeda mungkin menginterpretasikan beberapa aspek secara berbeda.

Sebagai penutup, "Systematic Theology" oleh John M. Frame merupakan sumber yang berharga bagi mereka yang tertarik mempelajari teologi Kristen secara sistematis dan terorganisir. Buku ini menawarkan presentasi konsep teologis yang jelas dan menarik, menjadikannya referensi yang berguna bagi siswa, pendeta, dan siapa saja yang mencari pemahaman yang lebih dalam tentang kepercayaan Kristen. Namun, selalu penting bagi pembaca untuk terlibat secara kritis dengan materi dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang untuk mengembangkan pemahaman teologi yang menyeluruh.

Sunday, June 4, 2023

Diubahkan lewat persoalan, dibentuk melalui kesulitan hidup


Mengalami persoalan dan kesulitan hidup merupakan hal yang tentu saja sangat tidak menyenangkan. Akan tetapi Alkitab mengajak kita untuk melihat suatu cara pandang yang berbeda, yaitu bahwa Tuhan dapat memakai setiap persoalan dan kesulitan hidup itu sebagai sarana untuk membentuk karakter kita agar menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Buku "Memulai Kembali" Klik disini.

Apabila kita perhatikan, di dalam kehidupan sehari-haripun sebetulnya dapat kita lihat bagaimana kesukaran itu bukanlah selalu merupakan sesuatu yang buruk. Seorang yang sedang dipersiapkan untuk menjadi prajurit yang tangguh, tidak mungkin dibiarkan menikmati kehidupan yang mudah, nyaman, tidak ada kesulitan dan tantangan. Sebaliknya orang yang dipersiapkan untuk menjadi prajurit yang tangguh itu, justru akan diberikan berbagai kesulitan, ujian dan tantangan yang berat di dalam keseharian mereka.

Di dalam dunia olah raga, ataupun di sekolah, tidak ada orang yang bisa mencapai kemajuan, entah secara intelek ataupun secara fisik, yang tidak dengan sengaja diperhadapkan pada kesulitan atau kesukaran, ujian, tekanan dan berbagai hal yang tidak nyaman lainnya. Kita tahu bahwa meskipun semua itu tidak nyaman, tetapi semua kesulitan itu diperlukan bagi kemajuan kita sendiri.


Tuhan memiliki suatu tujuan di balik segala kesulitan hidup.

Tuhan dapat memakai berbagai keadaan dan peristiwa yang terjadi di dalam hidup kita sebagai sarana untuk mengembangkan karakter kita. Tuhan Yesus memperingatkan bahwa kita akan menghadapi beraneka persoalan di dunia ini (Yohanes 16:33). Tidak ada seorang pun yang kebal terhadap penderitaan atau terlindungi dari penderitaan, dan tidak seorang pun yang akan menjalani kehidupan ini tanpa masalah. Setiap kali kita berhasil memecahkan satu masalah, masalah lain sudah menanti untuk muncul. Memang tidak semua masalah itu besar, tetapi semuanya berperan penting dalam proses pertumbuhan yang disiapkan Tuhan bagi kita.

Tuhan sendiri, melalui Petrus, meyakinkan kita bahwa masalah yang dihadapi oleh pengikut-Nya adalah sesuatu yang normal, dengan mengatakan: "Janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu." (1Petrus4:12)

Tuhan memakai berbagai masalah dan kesulitan hidup, untuk menarik diri kita lebih dekat kepada Diri-Nya. Alkitab mengatakan, "Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya."(Mazmur 34:18).

Berdasarkan ayat di atas, bagaimana mungkin kita dapat merasakan kedekatan dengan Tuhan apabila kita belum pernah mengalami peristiwa yang membuat kita patah hati? Dan bagaimana mungkin kita merasakan pengalaman diselamatkan oleh Tuhan, apabila kita sendiri tidak pernah mengalami jiwa yang remuk oleh dosa?

Pengalaman-pengalaman penyembahan kita yang paling mendalam justru seringkali terjadi ketika kita tengah mengalami masa-masa tergelap dalam hidup ini. Ketika patah hati, merasa ditinggalkan, tidak dipilih, atau ketika mengalami penderitaan jasmani yang luar biasa, pada saat itu biasanya kita akan datang kepada Tuhan. Selama dalam penderitaan itulah kita belajar untuk menaikkan doa-doa kita yang paling murni, sepenuh hati, dan jujur kepada Allah. Ketika kita berada di dalam penderitaan, kita tidak lagi memiliki tenaga untuk menaikkan doa-doa yang dangkal.

Joni Eareckson Tada menulis, "Ketika hidup terasa menyenangkan, kita mungkin menikmatinya dengan kerinduan untuk mengetahui tentang Yesus, dengan meniru Dia dan mengutip perkataan-Nya serta membicarakan-Nya. Tetapi hanya dalam penderitaanlah kita akan benar- benar mengenal Yesus." Kita akan mengenal lebih dalam siapakah Tuhan kita, justru di dalam dan melalui penderitaan, karena hal itu tidak mungkin dapat kita pelajari dengan cara lain lagi.

Tuhan tentu bisa saja mencegah agar Yusuf tidak masuk penjara (Kej 39:20-22), agar Daniel tidak dimasukkan ke dalam gua singa (Daniel 6:16-23), agar Yeremia tidak dimasukkan ke dalam perigi (Yeremia 38:6), agar Paulus tidak mengalami karam kapal, apalagi sampai tiga kali (2 Kor 11:25). Tuhsn bisa mencegah tiga pemuda Ibrani agar tidak dibuang dalam perapian yang menyala-nyala (Daniel 3:1-26). Tetapi Tuhan tidak mencegah itu semua terjadi. Tuhan mengizinkan masalah-masalah yang berat, bahkan mengerikan tersebut terjadi. Dan sebagai hasilnya, setiap orang tersebut ditarik lebih dekat kehadirat-Nya, masuk ke dalam pengenalan yang baru akan Pribadi Tuhan.

Berbagai masalah yang muncul di dalam kehidupan kita, dapat dipakai Tuhan untuk mendorong kita lebih bergantung pada-Nya dan bukan pada diri kita sendiri. Paulus memberikan kesaksian tentang hal ini: Kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati." (2 Kor 1:9).

Tidak ada satu pun masalah yang bisa terjadi tanpa seizin Tuhan, karena Dialah pemegang kendali tertinggi dari segala sesuatu yang ada. Rasul Paulus mengatakan hal ini dalam Roma 8:28-29: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya."


Bagaimana sebaiknya kita menyikapi datangnya kesulitan hidup?

Masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan tidak secara otomatis menghasilkan apa yang baik sebagaimana seharusnya. Banyak orang malah menjadi kecewa dan bukannya mendekatkan diri pada Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu memiliki cara pandang seperti Tuhan Yesus sendiri dalam melihat problem kehidupan.

Pertama: selalu ingat bahwa rencana Tuhan itu baik

Tuhan mengetahui apa yang terbaik bagi kita dan Ia memperhatikan kepentingan kita. Tuhan memberitahu Yeremia, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11).

Yusuf memahami kebenaran ini pada saat dia memberitahu saudara- saudaranya yang telah menjualnya dalam perbudakan, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan," (Kej 50:20)

Hizkia juga turut menyuarakan perasaan yang sama tentang penyakit yang menjadi ancaman nyawanya: "Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamatan bagiku;" (Yesaya 38:17).

Dari beberapa contoh ayat yang disajikan di atas, kita mendapati bahwa orang-orang yang mengalami penderitaan dan kesulitan itu pada akhirnya menyadari bahwa Tuhan telah bekerja demi kebaikan mereka justru dengan memakai kesulitan tersebut.

Benarlah yang dikatakan penulis Ibrani: " Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10b).

Penting bagi kita untuk tetap fokus pada rencana Allah, bukan pada penderitaan atau masalah yang kita alami. Inilah cara Tuhan Yesus menanggung penderitaan salib, dan kita didorong untuk mengikuti teladan-Nya: "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia," (Ibrani 12:2a).

Corrie ten Boom, yang menderita di dalam sebuah kamp maut Nazi, menjelaskan tentang kuasa dari fokus yang dimiliki seseorang: "Jika Anda memandang kepada dunia, Anda akan menderita. Jika Anda memandang diri sendiri, Anda akan tertekan. Namun jika Anda memandang Kristus, Anda akan tenang!"

Apa yang menjadi fokus kita, akan memberi pengaruh cukup besar bagi perasaan-perasaan kita. Rahasia ketekunan ialah mengingat bahwa penderitaan kita bersifat sementara, tetapi upah yang kita akan terima adalah kekal.

Musa tekun menjalani kehidupan yang penuh masalah "sebab pandangannya ia arahkan kepada upah" (Ibrani 11:26). Paulus tekun menanggung kesulitan dengan cara yang sama. Dia berkata, "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami." (2 Kor 4:17).

Kedua: belajar bersukacita dan belajar mengucap syukur karena Tuhan

Alkitab mengajarkan kita untuk "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1Tesalonika 5:18)

Perhatikan bahwa Tuhan menyuruh kita untuk mengucap syukur "dalam segala hal" bukan "atas segala hal." Tuhan tidak meminta kita bersyukur atas kejahatan, atas dosa, atas penderitaan, atau atas akibat-akibat menyakitkan dari hal-hal tersebut di dalam dunia. Sebaliknya, Allah ingin kita mengucap syukur pada-Nya karena Dia akan memakai masalah-masalah kita itu untuk menggenapi tujuan-Nya.

Alkitab mengatakan, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!" (Filipi 4:4). Alkitab tidak mengatakan, "Bersukacitalah atas penderitaanmu." Itu merupakan masokisme (kepuasan yang diperoleh dari penderitaan). Kita bersukacita karena ada kasih, perhatian, hikmat, kuasa, dan kesetiaan dari Tuhan. 

Kita bersukacita karena mengetahui bahwa kita akan melewati penderitaan itu bersama Tuhan. Kita bukan melayani Tuhan yang jauh dan tidak perduli, yang mengucapkan kata-kata klise yang membesarkan hati hanya dari pinggir lapangan yang aman. Sebaliknya, Tuhan telah turut masuk ke dalam penderitaan kita. Tuhan Yesus melakukannya di dalam sepanjang hidup-Nya dan berpuncak di salib, Roh Kudus juga melakukannya di dalam diri kita sekarang ini. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita sendiri.

Ketiga : jangan menyerah, tapi belajar bertekun

Bersabar dan bertekunlah. Alkitab mengatakan, "Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." (Yakobus 1:3,4). 

Pembentukan karakter merupakan proses yang lambat. Kapan pun kita berupaya menghindari atau melarikan diri dari kesulitan di dalam kehidupan, kita memotong proses tersebut, menunda pertumbuhan kita, dan akan berakhir dengan jenis penderitaan yang lebih parah yang diakibatkan karena kita tidak bertumbuh.

Bila kita memahami konsekuensi-konsekuensi kekal dari pengembangan karakter kita yang dikerjakan oleh Tuhan, maka kita akan lebih jarang menaikkan doa-doa yang sifatnya "puaskan akui" (misalnya: "Tolong Tuhan supaya aku merasa nyaman"). Tetapi kita akan lebih banyak menaikkan doa-doa "Bentuklah aku" (misalnya: "Pakailah peristiwa ini untuk menjadikanku lebih serupa dengan Engkau").

Kita sekarang tahu bahwa kita sedang menjadi dewasa bila mulai melihat tangan Allah di dalam lingkungan kehidupan yang acak, membingungkan, dan sepertinya tanpa arti. Oleh karena itu apabila kita sedang menghadapi penderitaan sekarang, jangan bertanya, "Mengapa aku mengalami penderitaan ini?" Tetapi bertanyalah, "Apa yang Engkau ingin agar aku pelajari?" kemudian percayalah kepada Allah dan tetap melakukan apa yang benar. 

"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." (Ibrani 10:36)

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Amin