Showing posts with label Efesus. Show all posts
Showing posts with label Efesus. Show all posts

Saturday, May 7, 2022

Tujuan hidup kita sebagai orang Kristen

Sebuah perenungan dari Efesus 1:4-6
Apakah yang menjadi tujuan utama dari hidup kita sebagai orang Kristen?
Apa implikasi nyata dari hubungan kita dengan Yesus Kristus?

 


Pendahuluan

Satu di antara ciri dari makhluk hidup adalah bahwa makluk itu mempunyai keinginan atau tujuan yang mau dicapai di dalam kehidupannya. Seekor binatang yang lahir ke dunia digerakkan oleh instingnya untuk mencari makan, mencari pasangan, mencari tempat berlindung demi mempertahankan hidup mereka. Tidak ada hewan yang tidak berusaha menyelamatkan diri mereka, sebab itulah tujuan hidup mereka, itulah insting dasar mereka.

Sebuah pohon atau tumbuhan pun memiliki semacam tujuan di dalam kehidupan mereka. Akar mereka berusaha mencari makanan, daun mereka berusaha melakukan proses fotosintesa dan jika memungkinkan maka mereka akan berusaha berkembang biak melalui buah dan biji yang mereka hasilkan. Melalui berbagai proses tersebut, tanaman itu bertumbuh semakin besar hingga ukuran maksimal yang dapat dicapai oleh jenisnya.

Sebuah perusahaan, meskipun bukan makhluk hidup seperti manusia ataupun hewan atau tumbuhan, dalam arti tertentu memiliki tujuan hidup pula, yaitu alasan mengapa perusahaan itu didirikan (atau dihidupkan). Pada umumnya, sebuah perusahaan didirikan dengan tujuan: Profit, People, Planet dan Purpose. Selama hidupnya perusahaan berusaha memenuhi tujuan mereka atau the bottom line of a Company.

Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen? Apakah yang menjadi tujuan hidup kita? Tuhan Yesus telah mati dan bangkit demi memberikan kehidupan baru kepada kita, kini setelah kita memiliki hidup yang baru itu, apakah yang menjadi tujuan hidup kita?

Kita akan merenungkan jawaban dari pertanyaan tersebut melalui Efesus 1:4-6 di bawah ini.

 

Ayat Firman Tuhan:

(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, (6) supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. (Efesus 1:4-6)

 

Tujuan hidup orang Kristen menurut pandangan populer gereja modern

Tidak sedikit orang Kristen di zaman ini yang berpikir bahwa tujuan mereka memiliki iman kepada Yesus Kristus adalah demi mencapai segala kebaikan di dalam hidup ini. Pandangan seperti ini kelihatannya sangat populer dan sering kita temui di dalam percakapan sehari-hari, maupun bahkan dapat kita temukan di dalam khutbah atau pun tema-tema gereja.

Jika di-intisarikan, biasanya orang Kristen berpikir bahwa melalui kepercayaan pada Yesus Kristus maka mereka akan senantiasa memiliki:

  • Kesehatan (Health)
  • Kemakmuran atau kekayaan (Wealth)
  • Kehidupan yang baik dan lancar (Well Being)

Kesehatan (Health)

Ada kelompok orang Kristen yang menjadikan Kesehatan sebagai sesuatu yang sedemikian penting hingga menjadi semacam pusat atau tujuan dari ibadah. Banyak orang sakit datang beribadah karena mereka sakit dan berharap Yesus Kristus menyembuhkan mereka.

Sebagai manusia yang normal, tentu saja kita berharap memperoleh kesembuhan apabila mengalami sakit penyakit. Kekristenan juga tidak mendorong agar jemaatnya sakit-sakitan dan kekristenan tidak pernah melarang orang untuk berobat agar sembuh dari sakit penyakitnya. Akan tetapi menjadi kesembuhan sebagai semacam daya tarik ibadah?

Apakah kita ingin membuat jemaat Kristen berpikir bahwa Kesehatan adalah segala-galanya? Dan apakah kita ingin menanamkan di dalam diri jemaat bahwa tugas Tuhan Yesus yang utama adalah memberi kita kesembuhan?

Alkitab sendiri tidak mengajarkan bahwa semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus pasti akan mengalami kesembuhan. Banyak murid Yesus Kristus yang mati dan tidak mendapat pertolongan. Meskipun ada orang-orang yang disembuhkan oleh Tuhan kita, tetapi tidak sedikit pula yang masih dalam keadaan sakit. Dan ketika Tuhan Yesus membuat mukjizat kesembuhan, Tuhan dengan tegas melarang murid-murid menyebarluaskan berita kesembuhan tersebut. Satu hal yang jelas adalah bahwa Tuhan Yesus tidak datang ke dunia agar semua orang sakit mengalami kesembuhan.

 

Kemakmuran dan kekayaan: (Wealth)

Ada kelompok orang Kristen yang menyangka bahwa kekayaan adalah tanda bahwa seseorang itu diberkati oleh Tuhan, sehingga banyak orang Kristen datang kepada Tuhan Yesus dengna motivasi untuk memperoleh kekayaan materi. Gagasan seperti ini sangat keliru dan tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.

Meskipun ada tokoh-tokoh Alkitab yang memiliki kekayaan materi, akan tetapi bukan itu tujuan utama kehidupan orang percaya. Tuhan Yesus sendiri telah menjalani kehidupan yang begitu sederhana, jauh dari gemilang harta duniawi. Para murid Tuhan Yesus pun kebanyakan merupakan orang-orang sederhana yang tidak memiliki banyak harta duniawi.

Jikapun ada beberapa orang pengikut Tuhan Yesus yang memiliki kekayaan material, mereka kemudian membagi-bagikan kekayaan tersebut kepada orang lain. Mereka, orang-orang yang kaya itu, sadar bahwa menjadi kaya bukan tujuan utama di dalam kehidupan. Kekayaan mereka adalah sarana untuk mengenal dan mengasihi Allah melalui bagaimana mereka mengasihi sesama mereka, yaitu sesama yang membutuhkan pertolongan mereka.

Tuhan Yesus sendiri bahkan secara khusus memberi peringatan akan betapa berbahayanya kekayaan duniawi bagi jiwa seseorang, karena hal tersebut dapat dengan mudah mengalihkan pandangan orang yang semula seharusnya ditujukan kepada Allah, tetapi kemudian teralih kepada materi.

 

Kehidupan yang baik dan lancar (Well Being)

Banyak orang Kristen yang menyangka bahwa jika seseorang beriman kepada Tuhan Yesus, maka hidup mereka akan menjadi lancar dan jauh dari masalah. Hal ini juga tidak sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Alkitab.

Banyak tokoh-tokoh di dalam Alkitab justru mengalami banyak kesulitan di dalam kehidupan mereka. Dan bukan saja Tuhan menghindarkan kesulitan tersebut, Alkitab justru mencatat bahwa Tuhan-lah yang dengan sengaja membawa orang-orang itu masuk ke dalam kesulitan.

Kekristenan memang tidak mendewa-dewakan kesulitan sebagai sesuatu hal yang sangat bernilai. Akan tetapi kekristenan yang Alkitabiah sadar, bahwa Allah seringkali bekerja melalui kesulitan yang Ia hadirkan di tengah-tengah kehidupan manusia.

Ketika bangsa Israel dikeluarkan dari Mesir, mereka tidak dipimpin ke Taman Eden yang permai. Sebaliknya Tuhan justru membawa bangsa Israel ke padang gurun. Dan meskipun pada akhirnya bangsa Israel dibawa masuk ke dalam tanah Kanaan, tetapi proses masuk ke daerah itupun bukan dengan cara yang mudah. Bangsa Israel harus berperang melawan bangsa-bangsa yang ada di tanah Kanaan tersebut.

Ayub yang hidupnya sudah sedemikian makmur, justru dibawa masuk ke dalam kesulitan oleh Tuhan agar ia akhirnya mampu melihat Tuhan dengan matanya sendiri. Yusuf, Daud, Daniel, Petrus, Paulus, Yohanes dan masih sangat banyak lagi dari para pengikut Tuhan, tidak ada yang hidupnya senantiasa di dalam kelancaran. Tuhan mengizinkan berbagai kesulitan dan bahkan banyak di antara mereka yang sama sekali tidak memperoleh kelepasan di dunia ini. Banyak dari mereka yang mati, dan tidak sedikit yang mati dengan cara yang mengerikan.

Sehingga untuk mengatakan bahwa barangsiapa percaya Tuhan Yesus maka hidupnya pasti lancar, sungguh-sungguh merupakan kalimat yang bukan saja sangat dangkal, tetapi juga gagasan yang akan membawa orang kepada kesesatan dan jauh dari apa yang diajarkan oleh Alkitab.

 

Tujuan hidup orang Kristen menurut Alkitab

Alkitab sendiri sudah mengutarakan apa yang menjadi tujuan di dalam hidup kita sebagai orang Kristen. Kita dapat menemukan banyak ayat yang membicarakan hal tersebut, akan tetapi pada kesempatan ini, kita akan melihatnya dari kitab Efesus pasal 1, yaitu khususnya ayat 4 – 6.

Dalam ayat 4, ada tertulis: Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.

Berdasarkan ayat ini kita belajar bahwa kita dipilih oleh Allah dengan suatu tujuan, yaitu supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Allah adalah Pribadi yang kudus oleh sebab itu sangat wajar apabila Ia menginginkan agar kita juga kudus seperti diri-Nya. Sementara di sisi lain, kita sendiri adalah orang berdosa yang sama sekali tidak kudus.

Adakalanya orang Kristen jatuh ke dalam dua titik ekstrim seperti ini:

Di satu sisi ada yang berpendapat bahwa Allah menerima kita apa adanya, tidak peduli bagaimana keadaan kita, yang penting kita sudah ditebus dan diselamatkan. Kehidupan kita selanjutnya setelah diselamatkan bukan lagi menjadi persoalan.

Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa setelah kita diselamatkan, maka kita harus hidup sempurna sama seperti Allah, sebab jika kita tidak sempurna maka kita akan menghadapi bahaya kehilangan keselamatan tersebut.

Alkitab tidak bermaksud membawa kita kepada salah satu dari dua titik ekstrim tersebut sebab dua-duanya tidak bisa diterima secara sepihak atau berat sebelah. Yang benar adalah, sebagai orang yang sudah diselamatkan, kita memang patut berjuang sungguh-sungguh untuk hidup kudus di hadapan Allah, orang yang hidupnya sembarangan dan tidak sungguh-sungguh untuk Allah, patut dipertanyakan apakah ia sudah lahir baru ataukah belum.

Tetapi hal ini tidak dimaksudkan untuk dipahami sebagai perfeksionisme, sebab sebagai orang yang masih memiliki natur keberdosaan, tidak mungkin kita akan mengalami kesempurnaan kesucian seperti Allah. Tetap dibutuhkan anugerah pengampunan dan belas kasihan Tuhan untuk menyelamatkan kita, bukan usaha kita sendiri.

Selanjutnya dalam ayat 5 ada tertulis: Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya,

Berdasarkan ayat ini kita semakin diberi penegasan bahwa keselamatan kita adalah anugerah dan bersifat relasional, bukan mekanikal.

Mekanikal adalah, jika berhasil diselamatkan, jika gagal maka tidak diselamatkan. Semacam ada formula di dalam keselamatan. Bukan ini yang dibicarakan dalam Efesus.

Relasional berarti, hubungan keselamatan kita adalah seperti orang tua dan anak. Anak tidak selamanya bertindak sesuai dengan harapan orang tua, tetapi anak selamanya akan menjadi anak. Bapa tidak akan membuang orang yang diselamatkan-Nya dan telah ditentukan-Nya untuk menjadi anak. Dan barangsiapa ditentukan sebagai anak, akan dibentuk dan diproses oleh Bapak untuk menjadi anak yang kudus dan tidak bercacat. Ada anugerah, sekaligus ada proses pengudusan. Atau lebih tepatnya: proses pengudusan itu sendirilah bentuk anugerah yang paling nyata.

Terakhir dalam ayat 6 kita baca: supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya

Kita diangkat anak bukan supaya kita menjadi kaya, sehat dan wellbeing, tetapi kita diangkat anak supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia. Segala sesuatu pada akhirnya dikembalikan kepada kemuliaan Allah, bukan untuk kemuliaan manusia itu sendiri.

 

Jika Tuhan demikian baik, maka apa implikasinya bagi hidup kita?

Bagaimana penghayatan kita terhadap kebaikan kasih Allah yang telah menjadikan kita sebagai anak, cukup tercermin dari bagaimana kita berdoa, beribadah dan memuji.

Jika di dalam doa kita isinya hanya meminta-minta yang sifatnya kedagingan, mungkin kita belum benar-benar menghayati keberadaan kita sebagai anak. Jika di dalam ibadah kita isinya hanya belajar Firman saja, tetapi tidak ingin memuji dan mempersembahkan yang terbaik, mungkin kita keliru dalam memahami Dia. Dan jika di dalam pujian kita, kita hanya memuji secara eksternal saja tanpa ada suatu getaran jiwa yang mengasihi, maka mungkin kita belum benar-benar mengenal Dia.

 

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita. Amin (Oleh: izar tirta).

 

Thursday, April 28, 2022

Dimensi Kasih Allah

Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. (Efesus 3:18)


Kita semua tentu sudah sangat familiar tentang betapa besarnya kasih Allah pada kita. Kita dapat sedikitnya membayangkan betapa Allah begitu ingin dekat dengan kita. Hasrat kita untuk berdekatan dengan Dia, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan hasrat Dia untuk dekat dengan kita. Sungguh luar biasa kasih Allah itu, mengingat bahwa kita semua adalah orang yang berdosa dan pada dasarnya tidak layak untuk berada dekat dengan Dia.

Dalam tulisan ini, kita akan merenungkan tentang pengertian dari dimensi kasih Allah yang amat besar itu. Apa yang dimaksud dengan kata “dimensi,” apa sih yang umumnya kepikir sama kita ketika mendengar kata itu? Ruang, betul sekali. Dan berbicara ruang, tentu tidak terlepas dari berbicara tentang panjang, lebar dan tinggi, iya kan? Ini tentu bukan berarti kasih Allah dapat disamakan dengan ruang, tetapi hanya sebuah upaya untuk memberi kita gambaran. Paling tidak rasul Paulus dalam suratnya ke Efesus juga memakai analogi ruang untuk menjelaskan kasih Allah - dalam hal ini Yesus Kristus - , yang sebetulnya cukup abstrak untuk dibayangkan bagi manusia. Mari kita coba tela’ah pengertian dari masing-masing unsur yang terdapat dalam  dimensi kasih itu.

 

Kasih Yesus adalah kasih yang Lebar :

Yoh 6:38 dan Why 5:9 mengajarkan pada kita bahwa Yesus tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan sukunya, bangsanya, kekayaannya, kebudayaan, status sosialnya atau apapun. Ia tidak pandang bulu. “Siapapun datang pada-Ku tidak akan Ku-buang,” kata-Nya.

 

Kasih Yesus adalah kasih yang Panjang :

Artinya : Dalam kasih-Nya, Allah panjang sabar terhadap kita. Roma 2:4,5 mengatakan bahwa sebelum kita bertobat, Allah telah panjang sabar menunggu kita bertobat. Ibrani 7:25 mengatakan bahwa Yesus dengan setia dan panjang sabar senantiasa menjadi pengantara bagi kita sebab setelah bertobat pun kita masih sering jatuh ke dalam dosa. Yesus bergumul dalam doa syafaat bagi pergumulan kita melawan dosa.

 

Kasih Yesus adalah kasih yang Tinggi :

Artinya: Ia memberikan pada kita status yang amat tinggi. Kasih-Nya membawa kita ke tempat yang tinggi. Yesus mendorong kita untuk menjadi pribadi yang berharga, Yesus tidak menjatuhkan orang lain, yang bersalah sekalipun. Efesus 2:5-6 mengajarkan bahwa saat inipun kita telah diberi posisi yang tinggi yaitu di sorga. Yoh 21:15-19 mengajarkan bahwa Petrus yang pernah gagalpun diberikan kepercayaan oleh Yesus. Ia meninggikan Petrus dan tidak membiarkan dia tenggelam dalam perasaan bersalah. Yoh 4 menunjukkan bahwa perempuan Samaria yang begitu dicela oleh masyarakat, diterima Yesus. Yesus, dalam kasih ilahi-Nya senang meninggikan orang lain yang hatinya remuk redam karena terpuruk dalam kegagalan.

 

Kasih Yesus adalah kasih yang Dalam :

Artinya: Kualitas atau kadar kasih-Nya begitu tak terselami. Bagaikan laut yang begitu dalam tidak diketahui dasarnya. Tidak ada batasnya. Kedalaman kasih-Nya ini menjadi motivasi bagi kasih-Nya yang panjang, yang lebar dan yang tinggi. Yoh 13:1 mengatakan bahwa Allah mengasihi sampai kesudahannya, atau sampai ke dasarnya. Di antara empat hal yang dijabarkan di atas, kasih yang dalam adalah yang barangkali paling sulit dibayangkan. Oleh karena itu untuk lebih mudahnya, saya akan coba jabarkan dimensi kasih yang dalam ini ke dalam sifat-sifatnya.

 

Sifat-sifat apakah yang terkandung dalam kasih Yesus yang dalam ini, sehingga sampai membawa-Nya ke kayu salib demi kita? Setidaknya ada empat sifat yang perlu kita ketahui dari kasih Yesus yang dalam ini, yaitu:

1.              Benevolence
2.              Grace
3.              Mercy
4.              Persistence

Berikut ini akan saya jabarkan secara singkat pengertian dari setiap istilah tersebut.

Benevolence

Kasih Allah bersifat benevolence artinya, Allah selalu memperhatikan kesejahteraan orang-orang yang dikasihinya. Benevolence sendiri berarti keinginan untuk berbuat baik pada orang lain. Sebenarnya hubungan kasih kita dengan Allah lebih bersifat antar sahabat daripada antar majikan dan pekerja (employee to employer). Seorang majikan memperhatikan kesejahteraan karyawannya sejauh ia bisa memberi manfaat bagi pekerjaan atau tugasnya. Tetapi seorang sahabat, seperti Yesus, memperhatikan karena Ia ingin memberikan yang terbaik, tanpa ada harapan akan pamrih.


Grace

Biasanya diterjemahkan sebagai kasih karunia. Kasih Allah pada kita diwujudkan dalam bentuk pemberian yang sebenarnya tidak layak kita terima. Hampir mirip dengan benevolence, hanya saja benevolence menekankan pada keinginan Allah untuk memberi. Grace menekankan pada ketidaklayakan orang yang menerima pemberian itu.

 

Mercy

Jika dalam Grace Allah memberikan keselamatan pada manusia sebagai hadiah yang tidak layak kita terima, maka dalam Mercy (biasanya diterjemahkan pengampunan) Allah memberikan pengampunan dan pemulihan status kita dari terhukum menjadi bebas hukuman.

 

Persistence

Artinya, Allah dalam kasih-Nya menolak untuk berhenti mengasihi. Allah bukanlah Pribadi yang sebentar mengasihi, sebentar kemudian kasih-Nya luntur karena sikap dan perbuatan kita. Kasihnya bersifat terus menerus (continue), tidak ditentukan oleh kondisi orang yang dikasihi. Kata persistence artinya menolak untuk menyerah (refuse to give up)


Kita sudah coba melihat beberapa hal penting dari kasih Allah pada kita. Tulisan ini dan sebelumnya secara singkat sudah memberikan gambaran tentang kasih itu. Akan tetapi semua ini adalah sia-sia, jika kita belum pernah merasakan kasih-Nya itu. Ada begitu banyak orang di dunia ini kelaparan kasih sayang. Mereka mencoba menaruh harapan agar dikasihi oleh orangtuanya atau suaminya atau istrinya atau pacarnya atau anak-anaknya atau pendetanya atau temannya, tetapi ternyata mereka semua akhirnya menyadari bahwa harapan mereka tidak selalu tercapai, sebab orang-orang yang mereka harapkan ternyata mengecewakan.

Manusia memang bisa mengecewakan, tetapi Allah tidak. Oleh karena itu, mari sandarkan harapan kita hanya kepada Allah saja. Kerahkanlah segala upaya kita untuk senantiasa dekat dengan Tuhan. Sebab Tuhan senantiasa rindu untuk bersama dengan kita.

Kita memang sering gagal melihat tangan-Nya yang lembut menuntun kita, akan tetapi bukan berarti bahwa Ia tidak peduli. Ia senantiasa peduli, hanya cara-Nya tidak selalu sama dengan yang kita harapkan. Ia senantiasa menyapa dan mengetuk hati kita, tetapi kita memang tidak selalu berhasil mendengar sapaan-Nya yang lembut itu.

Allah dalam setiap momen ingin berkomunikasi dengan kita. Ia terus mengetuk dan mengetuk, bagaikan bunyi jendela di malam hari yang lupa dikunci, digerakkan oleh angin menimbulkan suara ketukan tak henti, demikianlah Allah mengetuk. Ia menyapa lewat orang-orang yang ditimpa kesulitan, sakit penyakit. Ia menyapa kita lewat alam yang indah hari ini, baik ketika langit cerah maupun ketika mendung dan turun hujan. Ia ada di balik indahnya tangkai bunga yang mekar pagi ini. Ia menyapa kita lewat senyum dan tawa seorang bayi mungil yang kejadiannya begitu ajaib. Ia menyapa kita lewat nyanyian, lewat mimbar-Nya yang kudus, lewat hamba-hamba-Nya yang penuh kekurangan namun setia. Ia menatap mata kita lewat tulisan-tulisan, lewat puisi dan lukisan sambil berharap dapat melihat mata kita berbinar dan rindu kepada-Nya. Ia sapa kita lewat panggilan-Nya untuk melayani, sebagai bukti bahwa Ia percaya pada kita. Ia tahu bagaimana perasaan kita ketika mengalami banyak kesulitan pada saat melayani Dia. Oleh karena itu, biarlah Yesus, Allah kekal yang menjadi Manusia itu, menyatakan kasih-Nya yang dalam pada kita semua. Biarkan Ia menyatakan diri-Nya yang sebenar-Nya pada kita semua, dan mengganti topeng hitam yang kita buat untuk Dia.

Setelah melihat sekilas kasih Allah yang besar, marilah mulai sekarang kita lebih sungguh-sungguh lagi dalam beribadah kepada-Nya. Bagaimana pun juga Ia layak mendapat penghormatan dan sembah sujud kita. Marilah mulai sekarang kita datang ke gereja bukan melulu untuk mendapat sesuatu bagi diri kita (penghiburan, kekuatan dan dukungan) tetapi juga untuk memberi puji dan hormat dari hati terdalam kita untuk Allah yang penuh kasih dan lemah lembut ini. Tuhan memberkati.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin (Oleh: izar tirta).