Showing posts with label Teologi. Show all posts
Showing posts with label Teologi. Show all posts

Monday, October 24, 2022

Keunikan Ajaran Alkitab Tiada Terbandingkan

Serie tulisan ke-Ilahi-an Alkitab – Bukti Internal

 

 

Dalam tulisan-tulisan sebelumnya kita sudah menjelajahi berbagai bukti eksternal dari ke-Ilahi-an Alkitab. Yaitu hal-hal di luar ayat-ayat Alkitab yang memperkuat keyakinan kita bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan.

Mulai tulisan ini, kita akan melihat pula bukti-bukti langsung dari pengajaran Alkitab yang juga memperkuat keyakinan kita bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan.

Hal pertama yang akan dibahas adalah mengenai ajaran Alkitab yang tidak ada bandingnya. Maksudnya, melalui ayat-ayat yang kita pelajari dari Alkitab, kita menemukan bahwa Alkitab mengajarkan berbagai hal yang unik dan sungguh berbeda dengan ajaran agama lain ataupun ajaran filsafat manapun.

Sebenarnya ada begitu banyak keunikan ajaran Alkitab, namun karena keterbatasan ruang di dalam tulisan ini, maka saya akan membahas beberapa saja yang benar-benar merupakan pokok perbedaan tersebut.

 

Ajaran tentang Inkarnasi

Batara Whisnu ada kalanya menitis ke bumi menjadi seorang manusia, yaitu ketika bumi sedang dilanda kekacauan. Konon, menurut kepercayaan orang Hindu, di bumi ini pernah lahir sebuah keluarga jahat yang terdiri dari 100 saudara, mereka disebut Kurawa. Ulah tingkah Kurawa yang jahat dan tidak bermoral ini akhirnya meletupkan suatu perang saudara yang sangat terkenal yaitu perang Baratayudha, lawan mereka adalah saudara mereka sendiri yaitu para Pandawa yang berjumlah hanya lima orang. Sadar bahwa akan terjadi ketimpangan antara yang baik dan yang jahat, para dewa jauh-jauh hari mengutus Batara Whisnu untuk turun ke bumi menjadi manusia yaitu yang dikenal sebagai Sri Kresna. Berkat bantuan Sri Kresna-lah para Pandawa berhasil menumpas kebatilan yang ditimbulkan oleh para Kurawa, satu persatu mereka menemui ajal dalam perang saudara paling terkenal dalam kepercayaan orang Hindu. Setelah tugasnya selesai, Sri Kresna pun meninggal dunia. Kelak jika dunia kembali bergolak, Batara Whisnu akan datang kembali untuk menenangkan keadaan.

Di satu sisi, kisah Batara Whisnu ini mirip dengan kisah Tuhan Yesus, kecuali bahwa kisah Yesus Kristus adalah peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi di dalam sejarah. Arkeologi dapat membuktikan sejarah yang menorehkan kisah Tuhan Yesus di bumi. Tidak demikian halnya dengan Sri Kresna yang tidak pernah diumumkan sebagai tokoh yang nyata di dunia ini. Tidak pernah ada suatu pembahasan tentang penemuan-penemuan arkeologis tentang kerajaan Dwaraka, tempat Sri Kresna dulu memerintah. Tidak ada suatu kepastian sejarah tentang di mana terjadinya perang mahadahsyat seperti Baratayudha itu. Bahkan, tidak ada yang berpikir bahwa peristiwa itu adalah peristiwa sejarah.

Hanya Allah yang berpikir bahwa diri-Nya akan turun ke bumi menjadi Manusia untuk menyelamatkan mereka. Dan bukan hanya berpikir, tetapi juga melakukan rencana tersebut.

Tidak terlalu sulit menerima Yesus orang Nazareth itu sebagai Manusia yang agung dan penuh kharisma, namun menerima Dia sebagai Allah? Tidak ada orang berani berpikir demikian. Kalau begitu darimana pikiran itu datang? Dari Alkitab.

Ajaran Alkitab tentang inkarnasi Yesus Kristus adalah ajaran yang unik dan benar-benar pernah terjadi serta tidak mungkin ada di dalam pikiran manusia. Itu sebabnya ajaran tentang Inkarnasi ini dapat menjadi satu di antara beberapa bukti pendukung bagi keyakinan kita terhadap ke-Ilahi-an Alkitab.

 

Ajaran tentang Tritunggal

Ajaran mengenai Allah Tritunggal adalah ajaran yang amat unik dan tidak mungkin muncul di dalam pikiran manusia. Jauh lebih mudah memilih beberapa alternatif di bawah ini:

  1. Bahwa Allah sebenarnya tidak ada. (Atheis)
  2. Bahwa Allah sebenarnya hanya suatu kekuatan tidak berpribadi di alam semesta. (Budha)
  3. Bahwa Allah hanya satu (tauhid) dan terdiri semata-mata dari satu pribadi. (Islam)
  4. Bahwa Allah ternyata ada banyak. (Hindu)

Mempercayai bahwa Allah pada hakekatnya adalah Satu namun terdiri dari Tiga Pribadi sungguh-sungguh tidak mungkin muncul dari pemikiran manusia semata. Kita mengetahui hal itu karena Alkitab yang mengajar demikian. Fakta tersebut adalah melampaui akal manusia pada umumnya, sehingga dapat kita jadikan satu di antara beberapa petunjuk bahwa Alkitab pastilah Firman Tuhan.

Gagasan tentang Allah Tritunggal begitu sulit dicerna dan dikuasai oleh pikiran kita yang terbatas. Maka tidak mungkin jika gagasan semacam ini semata-mata muncul di dalam pikiran manusiawi orang-orang Yahudi tempo dulu.

Keberadaan ajaran Allah Tritunggal yang begitu unik dan melampaui akal budi manusia adalah satu di antara beberapa argumentasi yang mendukung keyakinan kita bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan, bukan sekedar tulisan manusia.

 

Ajaran tentang Roh Kudus

Semua ajaran agama di dunia memandang Allah sebagai Pribadi yang Mahatinggi, Mahasuci, tidak terjangkau. Tetapi tidak ada ajaran yang mengatakan bahwa Allah yang Mahatinggi dan Mahasuci itu berkenan diam di dalam diri kita, bahkan menjadikan tubuh kita sebagai semacam rumah yang didiami-Nya.

Roh Kudus adalah Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal yang mempunyai peranan amat besar bagi orang percaya. Berkat Roh Kudus-lah kita memiliki Alkitab. Karena Roh Kudus-lah Yesus Kristus menjadi janin di dalam rahim Maria. Roh Kudus ini, sekalipun tidak mati disalibkan, mempunyai peranan sangat vital dalam keselamatan kita. Tanpa Roh Kudus, tidak mungkin satu orang pun mau percaya pada Tuhan Yesus yang telah mati di salib. Roh Kudus-lah yang melahirkan kita di dalam keluarga Kerajaan Allah. Roh Kudus-lah yang diam di dalam diri kita. Ia menguatkan kita, menegur kita, berdoa bagi kita. Ia mengaruniakan kita berbagai hal agar dapat berkarya di dalam Tubuh Kristus. Roh Kudus pula-lah yang menolong kita untuk mengerti arti Kitab Suci. Pendek kata, Roh Kudus adalah Pribadi Allah yang amat aktif mengurusi kita, anak-anak Tuhan yang tidak tahu diri ini. Ia memeteraikan hidup kita, memastikan bahwa kita akan memperoleh keselamatan secara utuh. Jika kita berbuat dosa, Roh Kudus-lah yang pertama berduka. Hasrat cinta Roh Kudus yang begitu berapi-api setiap saat harus berhadapan dengan risiko dipadamkan atau dikecewakan oleh perbuatan-perbuatan kita yang berdosa. Di mana lagi anda akan temukan Allah yang begitu intim dengan kita selain Roh Kudus ini?

Sekalipun Ia begitu intim, Ia tidak sama dengan kita. Kaum Pantheisme mengatakan bahwa diri kita adalah allah, tetapi Alkitab membedakan dengan jelas antara diri kita dengan Allah Roh Kudus.

Ajaran tentang Roh Kudus, tidak mungkin timbul dalam pikiran manusia. Kita mengetahui Roh Kudus ada karena Allah sendiri-lah yang telah mewahyukan diri-Nya melalui Alkitab. Itu sebabnya, kita yakin bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan.

 

Ajaran tentang Keselamatan

Semua agama di dunia mengajarkan manusia untuk berbuat baik. Walau kita tahu bahwa definisi untuk kebaikan itupun bisa berbeda-beda antara agama satu dengan yang lainnya, namun secara umum semua agama menganjurkan penganutnya untuk berbuat kebaikan. Beberapa kebaikan umum seperti menolong orang lain, menyumbang fakir miskin, taat menjalankan ibadah agama, senantiasa berlaku sopan dan bertutur kata manis adalah hal-hal yang dapat diterima atau diakui oleh agama apapun di dunia.

Selain itu, semua agama di dunia sepakat bahwa melakukan kebaikan itu bukan saja bagus dan menyenangkan bagi orang lain, tetapi juga berguna untuk membawa seorang manusia ke sorga, jika ia meninggal kelak. Berbuatlah banyak kebaikan agar Tuhan kelak membawamu ke sorga. Orang-orang yang melakukan kejahatan yang nyata seperti berzinah, merampok, mencuri, membunuh dan lain sebagainya diakui oleh sebagai besar umat beragama sebagai orang-orang yang tidak akan mendapat tempat di sisi Allah kelak.

Namun tidak demikian halnya dengan ajaran kekristenan yang dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat masuk ke sorga, karena semua orang pada dasarnya adalah makhluk yang berdosa.

Dalam kekristenan, keselamatan adalah anugerah Allah yang kita peroleh melalui iman kepada Yesus Kristus. Allah yang merancang keselamatan, Allah yang mengerjakan keselamatan itu dan Allah pula yang memberikannya pada kita. Peranan kita di dalam memperoleh keselamatan adalah pasif. Allah-lah yang berperan secara aktif bagi kita. Bahkan iman kepada Yesus Kristus pun bukan merupakan sesuatu yang kita hasilkan dari diri sendiri, melainkan pemberian cuma-cuma dari Tuhan. Inilah ajaran Kristen, anda tidak akan temukan ajaran semacam ini di seluruh dunia, kecuali di dalam Alkitab.

 

Penutup

Masih banyak ajaran lain di dalam Alkitab yang memiliki standar pemikiran dan moral yang begitu tinggi sehingga melampaui akal pikiran manusia. Semuanya itu menunjukkan pada kita bahwa Alkitab bukanlah buku biasa atau karangan manusia semata-mata. Sekalipun manusia yang menuliskan huruf-huruf dalam Alkitab, Allah-lah yang menjadi inspirator utama dan satu-satunya bagi Alkitab. Allah adalah penulis Alkitab. Itu sebabnya kita percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan.

Kiranya melalui semuanya ini kita semakin mencintai Alkitab kita dan bersedia mentaati dengan sungguh-sungguh apa yang diajarkan di dalamnya. Tuhan memberkati. (izar).

 

Wednesday, May 4, 2022

Mengapa kekristenan tidak mengakui Apocrypha sebagai Kitab Suci?

Kanonisasi Alkitab – Perjanjian Lama
Serie tulisan: Kanonisasi Alkitab

 

 


 

Dalam tulisan-tulisan sebelumnya saya sudah menyebutkan bahwa ada banyak tulisan yang dibuat dan yang beredar di zaman ketika Tuhan Yesus hadir sebagai Manusia di dunia ini. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa semua tulisan itu dapat diterima sebagai Kitab Suci atau Firman Tuhan.

Kelompok buku yang dikenal sebagai Apocrypha misalnya, walaupun di dalamnya banyak berbicara tentang sejarah orang Yahudi, namun kumpulan kitab tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari Kitab Suci. [Baca juga: Beberapa ayat dalam Apocrypha yang bertentangan dengan ajaran Alkitab. Klik disini.]

Apocrypha sendiri berarti kumpulan tulisan yang dianggap meragukan, baik dari segi kepenulisan maupun dari segi asal-usulnya. Kumpulan kitab Apocrypha tidak terdapat di dalam kumpulan kitab suci orang Yahudi.

Di dalam sejarah Kanonisasi Alkitab, berbagai aliran di dalam gereja tidak menemukan kesulitan untuk menyepakati kitab-kitab apa saja yang termasuk di dalam Perjanjian Baru, yaitu yang terdiri dari 27 buku seperti yang kita miliki saat ini.

Akan tetapi ketika berbicara tentang Perjanjian Lama, maka timbul perbedaan terkait kumpulan kitab yang disebut sebagai Apocrypha tersebut. Sementara kaum Protestan dan kaum Yahudi hanya mengakui 39 kitab sebagaimana yang kita kenal sebagai Perjanjian Lama hingga sekarang, aliran Katolik menambahkan kumpulan kitab tersebut dengan 7 kitab lain dan 2 kitab yang merupakan tambahan kitab Daniel dan tambahan kitab Ester.

Ketujuh kitab yang ditambahkan oleh gereja Katolik adalah: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh (disebut juga Putera Sirakh atau Eklesiastikus), Barukh (termasuk Surat Nabi Yeremia), 1 Makabe dan 2 Makabe.

Di dalam tambahan kitab Daniel terdapat Doa Azarya dan Lagu Pujian Ketiga Pemuda, Kisah Susana dan Daniel, serta kisah Daniel dengan Dewa Bel dan Naga Babel.

 

Bagaimana kitab-kitab Apcrypha ini muncul ke tengah-tengah masyarakat, hingga akhirnya menjadi issue di dalam kanonisasi Alkitab?

 

Norman Geisler, salah seorang pakar Teologi dan Alkitab, di dalam bukunya yang berjudul A General Introduction to the Bible, dan secara spesifik di dalam sebuah bab yang berjudul “The Old Testament Apocrypha and Pseudepigrapha” menjelaskan bahwa proses kemunculan kitab-kitab tersebut sendiri sulit untuk dipastikan bagaimana awal mulanya. Yang pasti adalah bahwa kumpulan kitab Apocrypha tersebut ditemukan di antara kumpulan kitab Septuaginta, yang dikerjakan oleh cendekiawan Yahudi di kota Alexandira Mesir pada kira-kira tahun 250 SM.

Sejatinya, Septuaginta adalah suatu buah dari pekerjaan menterjemahkan Alkitab Bahasa Ibrani ke dalam Bahasa Yunani, namun penting untuk diketahui adalah bahwa kalangan Yahudi sendiri tidak pernah mengakui kitab-kitab Apocrypha tersebut sebagai bagian dari kumpulan Kitab Perjanjian Lama.

Di samping itu, para rabi Yahudi juga mengakui bahwa tidak ada lagi penyataan dari Roh Allah kepada para nabi untuk disampaikan kepada bangsa Israel. Mereka mengatakan: After the latter prophets Haggai, Zechariah and Malachi had died, the Holy Spirit departed from Israel, but they still availed themselves of the bath qol.[1]

Dalam kejadian selanjutnya, kitab-kitab berbahasa Yunani tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin oleh seorang bernama Jerome, dan karena kitab-kitab Apocrypha tersebut sudah ada di dalam kumpulan Septuaginta, maka kitab-kitab tersebut ikut pula diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin.

Namun sekali lagi, penting untuk diketahui bahwa Jerome sendiri menyadari bahwa kitab-kitab Apocrypha tersebut tidak dapat disandingkan dengan kitab-kitab Perjanjian Lama yang diakui oleh kalangan imam-imam Yahudi.

FF Bruce seorang pakar di bidang kanonisasi Alkitab mencatat pengakuan dari Jerome tentang bagaimana pendapat orang Yahudi terhadap buku-buku Apocrypha tersebut. Tentang Jerome, FF Bruce mengatakan: Tobit and Judith, he was informed by Jews, were not to be found even among the Hebrew ‘apocryphal’ books.[2]

 

Menurut Norman Geisler, ada beberapa alasan mengapa orang Kristen tidak menerima kitab-kitab Apocrypa tersebut, yaitu:

 

Sikap para penulis Perjanjian Baru

Meskipun kumpulan kitab Septuaginta (yang berisi Apocrypha) sudah ada di zaman Perjanjian Baru, akan tetapi para penulis Perjanjian Baru sama sekali tidak pernah mengutip apapun yang berasal dari kitab-kitab Apocrypha. Sama sekali tidak ada referensi di dalam Perjanjian Baru yang mengarah kepada kitab-kitab yang disebut Apcrypha tersebut. Bahkan Tuhan Yesus pun tidak pernah mengutip dari kitab-kitab tersebut.

 

Sikap gereja mula-mula

Gereja-gereja yang ada pada 4 abad pertama tidak pernah mengakui Apocrypha sebagai kitab suci. Meskipun ada beberapa tokoh Kristen di zaman itu yang memiliki pandangan positif terhadap Apcrypha sebagai bacaan yang berguna, tetapi beberapa tokoh penting lainnya seperti Athanasius, Cyril, Origenes dan Jerome justru menentang kitab-kitab tersebut.

 

Perubahan sikap Agustinus

Agustinus adalah tokoh bapa gereja yang sangat penting dan sangat berpengaruh bagi dunia kekristenan bahkan hingga saat ini. Pada awalnya Agustinus menerima beberapa kitab Apocrypha, seperti 1 Esdras (yang justru tidak ada di dalam daftar kitab Katolik) dan menolak kitab yang lain seperti Barukh (yang justru diterima oleh Katolik). Tetapi dalam perkembangannya, setelah Agustinus mempelajari lebih dalam, akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa kitab-kitab tersebut tidak layak disebut sebagai kitab suci, dan Agustinus pun kembali kepada daftar kitab Perjanjian Lama sebagaimana yang kita kenal sekarang ini.

 

Sikap mula-mula kalangan Katolik sendiri

Katolik sendiri pada awalnya tidak mengakui Apcrypha sebagai bagian dari Kitab Suci. Baru pada Konsili di Trente pada tahun 1546 M mereka mengakui kitab-kitab Apocrypha sebagai upaya untuk mengkonfrontir Gerakan gereja Protestan dan upaya untuk membenarkan praktik-praktik gereja Katolik yang tidak terdapat di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, seperti berdoa kepada orang yang sudah meninggal dan pembayaran sejumlah uang untuk menebus dosa manusia (seperti yang terjadi dalam penjualan surat Indulgensi).


Selain alasan-alasan yang disebutkan di atas, masih ada pertimbangan lain bagi kita orang Kristen untuk tidak menerima kitab-kitab Apocrypha, yaitu:

 

Pengakuan dari penulis kitab Makabe (salah satu kitab Apocrypa itu sendiri)

Salah satu kitab Aprocypa yang menyatakan bahwa tidak ada lagi nabi yang berbicara di zaman mereka adalah kitab 1 Makabe, yang berbunyi: So was there a great affliction in Israel, the like whereof was not since the time that a prophet was not seen among them./ Masa itu penuh kesulitan bagi Israel, sesuatu yang belum pernah dialami oleh mereka sejak nabi-nabi tidak muncul lagi di kalangan mereka. (1 Makabe 9:27).

Selain itu ada pula tertulis:

Also that the Jews and priest were welk pleased that Simon should be their governor and high preist for ever, until there should arise a faithful prophet./ Rakyat Yahudi dan imam-imam mereka telah berkenan mengangkat Simon dan keturunannya menjadi pemimpin dan Imam Agung mereka, hingga tampil seorang nabi yang dapat dipercayai. (1 Makabe 14:41)

Jadi dari tulisan di dalam kitab Makabe itu sendiri sudah tersurat bahwa di zaman tersebut tidak pernah lagi ada nabi yang diutus Tuhan seperti yang terjadi pada zaman nabi-nabi dahulu. Sekaligus hal itu menjadi bukti bahwa penulis Makabe sendiri tidak menganggap tulisan mereka sebagai tulisan berotoritas yang pantas dipersamakan dengan Perjanjian Lama.

 

Pengakuan dari Josephus

Josephus yang lahir pada tahun 37 Masehi mengatakan bahwa: From Artaxerxes to our own times a complete history has been written, but has not been deemed worthy of equal credit with the earlier records, because of the failure of the exact succession of the prophets. [3]

Berdasarkan perkataan Josephus ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa pada saat itu Josephus menyadari bahwa ada tulisan-tulisan yang beredar, yang sekarang dikenal sebagai Apocrypa, namun tulisan itu tidak dapat dipandang sepadan dengan catatan-catatan yang dituliskan oleh para nabi di Israel.

 

Akhir kata

Demikian beberapa alasan dan pertimbangan yang menyebabkan kita sebagai orang Kristen tidak dapat menerima Apocrypha sebagai bagian dari Kitab Suci kita. Saya pikir adalah sangat penting untuk mengetahui mana kitab yang berotoritas Ilahi dan mana yang bukan. Menempatkan kumpulan kitab-kitab yang merupakan tulisan manusia biasa dan tidak ada otoritas Ilahi di dalamnya secara bersamaan dengan kumpulan kitab-kitab yang berotoritas Ilahi adalah suatu tindakan yang berbahaya dan bisa membawa jemaat kepada kegagalan di dalam mengenal Allah yang sejati.

Ada beberapa ajaran di dalam kitab-kitab Apocrypha itu yang sangat bisa membawa orang kepada pengenalan yang keliru tentang Allah, namun hal itu akan dibahas dalam tulisan terpisah. Kiranya Tuhan berbelas kasihan menolong kita untuk bijaksana dalam menentukan sikap terhadap Kitab Suci yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita.

 

Tuhan Yesus memberikati. (Oleh: Izar Tirta)


[1] Babylonian Talmud, Yomah 9b, Sota 48b, Sanhedrin 11a dan Misdrash Rabbah on Song of Songs 8.9.3

[2] FF Bruce, The Canon of Scripture (Ilinois: InterVarsity Press, 1988), hal 91.

[3] Against Apion 1.41