Bukan tanpa alasan apabila kita tidak menerima kitab Apocrypha sebagai bagian dari Kitab Suci kita. Selain alasan yang bersifat historis, ada pula alasan teologis yang melandasi penolakan tersebut.
Sebagaimana
yang pernah kita bahas di dalam artikel kanonisasi yang lain, kita tahu bahwa aspek
pengajaran merupakan salah satu indikasi penting untuk menilai apakah sebuah
kitab dapat diterima atau tidak dapat diterima di dalam proses kanonisasi Kitab
Suci. Dan apabila kita melihat ke dalam beberapa kitab yang termasuk di dalam
kumpulan kitab Apocrypha, maka akan kita dapati beberapa pengajaran yang tidak
sesuai dengan apa yang diajarkan melalui kitab-kitab Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru. [Baca juga: Bagaimana kumpulan kitab Perjanjian Baru terbentuk? Klik disini.]
Beberapa ayat dalam kitab Apocrypha yang tidak sesuai dengan ajaran dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru itu adalah:
2 Makabe 12:43-45
(43) Kemudian dia mengumpulkan sumbangan daripada anak buahnya, dan uang yang terkumpul seluruhnya berjumlah lima ratus keping uang perak. Uang itu dikirimnya ke Yerusalem untuk menyediakan korban untuk mengampunkan dosa. Yudas melakukan perbuatan yang luhur itu karena dia percaya pada kebangkitan orang mati. (44) Jika dia tidak percaya bahawa orang mati akan bangkit semula, maka bodohlah dan sia-sialah untuk mendoakan mereka. (45) Yudas yakin bahwa orang yang saleh akan menerima pahala yang indah dan fikirannya itu sungguh suci dan luhur. Oleh sebab itu dia mengadakan korban untuk mengampunkan dosa, supaya semua orang yang sudah mati itu dilepaskan daripada dosa mereka. (2 Makabe 12:43-45)
Ada beberapa hal yang tidak bisa diterima dari ayat-ayat ini, yaitu terutama tentang pengumpulan uang untuk pengampunan dosa (ayat 43). Tidak pernah diajarkan dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru adanya prinsip seperti itu. Dan lebih celakanya lagi, menurut ayat dalam kitab Apocrypha tersebut, perbuatan Yudas itu justru merupakan perbuatan yang dinilai luhur. Sekali lagi, ajaran seperti ini tidak mungkin kita temui di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ini merupakan konsep yang sangat asing bagi kita yang membaca Kitab Suci yang selama ini telah diterima oleh orang Kristen.
Selanjutnya adalah tentang gagasan akan kesalehan manusia seperti yang dilukiskan dalam ayat 45. Ini juga merupakan suatu konsep yang asing sekali di dalam Kitab Suci yang kita terima. Meskipun dalam Kitab Suci kita ada konsep tentang Tuhan yang menghakimi berdasarkan perbuatan manusia, tetapi konsep tersebut dikaitkan dengan anugerah dari Tuhan yang memampukan manusia untuk menghasilkan perbuatan yang baik. Tidak pernah ada gagasan di dalam Alkitab kita yang mengajarkan bahwa manusia pada dirinya sendiri memiliki pikiran yang suci dan luhur, saleh dan layak menerima pahala yang indah.
Lagipula di dalam ayat 45 itu juga diajarkan tentang adanya korban untuk pengampunan dosa bagi orang yang sudah mati agar mereka dilepaskan dari dosa mereka. Ini sungguh-sungguh ajaran yang sangat ditentang di dalam Alkitab. Kitab Perjanjian Lama memang membicarakan tentang korban pengampunan dosa, akan tetapi korban semacam itu diperuntukkan bagi orang yang masih hidup, bukan bagi orang yang sudah mati.
Melalui ajaran-ajaran sebagaimana yang diungkapkan oleh kitab 2 Makabe seperti itu, sangat jelas bagi kita bahwa kitab 2 Makabe BUKAN merupakan kitab yang diinspirasi oleh Allah, melainkan kitab yang ditulis oleh manusia biasa, yaitu manusia yang belum mengenal Allah, manusia yang tidak mengerti bagaimana cara Allah bekerja di dalam karya keselamatan-Nya, sebagaimana yang Ia ungkapkan melalui Perjanjian Lama maupun Perjanjan Baru.
Sirakh 3:30
Di dalam kitab Sirakh seperti yang disebutkan di atas ada ungkapan: As water extinguishes a blazing fire, so almsgiving atones for sin. / Sebagaimana api yang bernyala-nya dipadamkan oleh air, demikian pula dosa dipulihkan oleh sedekah
Sekali lagi ini merupakan suatu gagasan yang sangat asing dan tidak pernah ada di dalam Alkitab, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tidak pernah disebutkan bahwa dosa bisa dipulihkan melalui sedekah. Ini bukan saja gagasan yang asing, tetapi juga ajaran yang sangat menyesatkan. Hanya darah Yesus yang mampu memulihkan keadaan manusia yang berdosa.
Membayangkan bahwa uang bisa memulihkan dosa sungguh-sungguh merupakan kekejian, seolah-olah Allah begitu rendahnya sehingga kemarahan-Nya dapat diredam dengan suap berupa uang. Apakah uang memiliki nilai yang sedemikian tinggi hingga mampu menggantikan hutang dosa kita kepada Allah yang Mahasuci?
Tobit 4:10
Di dalam kitab Tobit, kita temukan pula gagasan yang sama dengan yang terdapat dalam kitab Sirakh. Di sana ada tertulis: For almsgiving delivers from death and keeps you from going into the Darkness. / Karena sedekah membebaskan dari kematian dan menjagamu dari masuk ke dalam Kegelapan.
Ini sama sesatnya dengan apa yang tertulis di dalam Sirakh. Membayangkan manusia bisa terbebas dari kematian karena memberikan sedekah, sungguh-sungguh merupakan penyesatan yang luar biasa. Kita jadi bertanya-tanya dengan organisasi yang dengan rela hati membiarkan ayat-ayat seperti ini ditaruh secara bersandingan dengan Kitab Suci Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Persamaan apakah yang terdapat di antara terang dan gelap? Persamaan apakah yang terdapat di antara ajaran kebenaran dan ajaran kesesatan seperti ini?
Akhir kata
Pengajaran adalah hal yang memerankan peran sangat penting di dalam kehidupan orang yang percaya. Dari sejak zaman Perjanian Lama hingga zaman Perjanjian Baru, Allah terus memberikan pengajaran kepada manusia.
Oleh karena itu, apabila kita mendapati sebuah kitab yang mengajarkan sesuatu yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Kitab Suci kita, maka sepatutnya kita membuang kitab-kitab semacam itu dan bukan malah menaruhnya secara berdampingan dengan Kitab Suci.
Kiranya Tuhan Yesus menolong kita mengerti. (Oleh: izar tirta).