Allah adalah kasih. |
Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. (1 Yohanes 4:7-10)
Berdasarkan Surat Yohanes yang kita baca (ayat 8), kita diajarkan bahwa Allah adalah kasih. Bagaimana kita memahami hal ini? Mungkin tidak terlalu mudah untuk membuat definisi dari Allah adalah kasih, tetapi kita barangkali dapat mengetahui hal itu berdasarkan implikasinya. Ada beberapa yang menjadi implikasi dari penyataan Yohanes tersebut, yaitu:
Pertama, bahwa seluruh kasih yang sejati itu bersumber semata-mata dari dalam diri Allah saja, tidak ada sumber yang lain yang dapat menghasilkan kasih seperti yang Allah berikan. Dunia tidak akan menikmati kasih yang sejati apabila Allah tidak berkenan menyalurkan kasih-Nya. Kasih seringkali terasa seperti sesuatu yang abstrak dan agak sulit untuk diterjemahkan di dalam kata-kata definisi. Kasih akan lebih mudah dipahami apabila ada contohnya. Tnapa kehadiran Allah di dalam dunia ini, maka dunia tidak memiliki contoh yang tepat dan meyakinkan untuk mengatakan mana yang merupakan kasih dan mana yang bukan.
Kedua, bahwa Allah adalah standar atau tolok ukur dari kasih. Sebuah tindakan dapat disebut kasih atau bukan kasih apabila dibandingkan dengan bagaimana tindakan Allah. Manusia tidak bisa membuat tolok ukur dari kasih. Apakah mengasihi sesama jenis merupakan kasih yang benar atau salah? Kalau Tuhan tidak ada, maka apakah dasarnya bagi kita untuk mengatakan bahwa sebuah tindakan itu salah ataukah benar?
Ketiga, Tuhan adalah fondasi atau dasar dari kasih. Ini menjawab pertanyaan: Apa dasarnya manusia harus mengasihi? Dasar dari tindakan tersebut adalah Allah sendiri. Karena Allah adalah kasih, maka kita punya alasan untuk mengasihi sesamanya. Kita bisa mengasihi sesuatu dengan alasan karena sesuatu itu indah, tetapi menurut Alkitab, kita mengasihi dengan alasan yang mendasar yaitu karena Allah kita mengasihi.
Dari beberapa implikasi yang disebutkan di atas tentang Allah adalah kasih, maka dapat disimpulkan bahwa siapapun yang mau mengerti definisi dari kasih, maka orang itu harus melihat, belajar dan mengenal Pribadi Allah.
Alkitab berkata: "Allah adalah kasih," namun kalimat tersebut tidak bisa diputarbalik menjadi "kasih adalah Allah." Mengapa? Sebab kasih memang bukan Allah. Mengapa? Sebab kasih itu bukan pribadi, melainkan atribusi atau sifat dasar dari Allah. Yang ber-Pribadi adalah Allah, oleh karena itu hanya Allah-lah yang dapat mendefinisikan apa itu kasih, bukan sebaliknya. Pada ayat 9, kasih dimanifestasikan pada kita, melalui manifestasi itu, kita mengerti apa itu kasih.
Sesungguhnya, mulai sejak bangun tidur hingga tertidur kembali di malam hari, seorang manusia digerakkan oleh sebuah kekuatan kasih. Kasih apakah itu? Idealnya, tentu saja orang itu digerakkan oleh kasih akan Allah, namun dalam konteks manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, maka seringkali manusia digerakkan oleh kasih yang bukan berasal dari Allah, melainkan kasih yang sudah tercemar oleh dosa, misalnya kasih kepada diri sendiri atau kasih kepada dunia ini atau kasih kepada objek-objek yang tidak sepatutnya menerima kasih kita.
Sebagai contoh: seseorang yang digerakkan oleh cinta kepada uang, maka sejak bangun tidur hingga terlelap kembali, orang itu akan terus memikirkan uang, beaktivitas demi uang, dan melakukan banyak hal dengan motivasi untuk mendapatkan uang. Tetapi orang yang digerakkan oleh cinta kepada Tuhan, maka seluruh hidupnya akan diarahkan untuk melakukan kehendak Tuhan, mengerjakan pekerjaan sesuai panggilan Tuhan dan dilandaskan pada motivasi untuk mempermuliakan Tuhan.
Jika seseorang ingin mengerti apa itu cinta sejati, maka orang itu harus kembali kepada asal-usul dari cinta (the origin of Love) yaitu Pribadi Allah. Kita tidak belajar mengerti cinta sejati dari pengalaman kita, sebab pengalaman kita terbatas dan bahkan bisa keliru, kita tidak belajar tentang cinta sejati dari lagu-lagu, film, novel atau apapun, sebab semua itu ditulis oleh manusia yang juga terbatas di dalam pemahaman akan cinta. Keberdosaan manusia juga turut mempengaruhi cara kita memahami dan menafsirkan arti cinta yang sejati.
Apabila pernikahan seseorang ingin menjadi sebuah pernikahan yang penuh dengan cinta kasih maka pernikahan itu harus diisi dengan kehadiran Tuhan. Sebuah pernikahan bisa juga terlihat dari luar sebagai pernikahan yang penuh cinta, sekalipun orang-orang di dalamnya tidak mengenal Tuhan, bagaimana hal ini bisa terjadi? Hal seperti itu memang bisa saja terjadi, sebab bagaimana pun ada suatu jenis cinta lain yang bekerja, yaitu misalnya cinta akan nama baik. Demi nama baik keluarga, sebuah pernikahan yang rumit pun bisa saja dipertahankan. Atau cinta akan uang, yaitu ketika dua orang atau salah satu insan dalam pernikahan begitu tergantung pada uang atau kekayaan yang timbul sebagai akibat dari pernikahan tersebut, maka bisa saja sebuah pernikahan tetap dijaga mati-matian, demi agar pundi-pundi keuangan satu atau dua orang tersebut bisa dipertahankan.
Kasih persahabatan yang sejati akan terlihat dari sikap seseorang ketika ia mengharapkan yang terbaik bagi orang yang dikasihinya itu. Hal terbaik yang bisa kita harapkan pada orang lain atau sahabat kita adalah Injil, sebab injil bukan saja mempengaruhi kehidupan jasmani, tetapi juga akan mempengaruhi kehidupan rohani seseorang.
Apabila seseorang bertumbuh di dalam Tuhan, maka yang menjadi indikasi utama dari pertumbuhan rohani yang sehat adalah pertumbuhan di dalam kasih, yaitu kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.
Adakalanya orang Kristen keliru dalam menilai pertumbuhan rohani sebagai pertumbuhan di dalam pengetahuan, pertumbuhan di dalam pemahaman akan banyak data tentang kekristenan, atau semakin banyaknya tugas pelayanan yang kita tangani, atau semakin bertambahnya di dalam skill atau keahlian di dalam pelayanan. Semua itu memang merupakan sesuatu yang berguna, akan tetapi belum tentu merupakan tanda pertumbuhan rohani yang sejati.
Orang yang bertumbuh di dalam kasih Allah dan kasih kepada sesama, memang bisa saja berakibat pada semakin bertambahnya kegiatan spiritual atau semakin bertambahnya pengetahuan. Akan tetapi hal belum tentu berlaku secara otomatis. Orang yang semakin sibuk di dalam pelayanan, belum tentu digerakkan oleh cinta kepada Tuhan atau kepada sesama. Kesibukan dalam pelayanan dapat saja digerakkan oleh cinta pada kesibukan itu sendiri. Ada kalanya seseorang baru merasa hidupnya berarti ketika ia sibuk, banyak dicari orang lain, banyak dipercaya, banyak menerima pujian dari orang sekitar dan lain sebagainya.
Kriteria pertumbuhan rohani yang sehat di dalam Tuhan adalah pertumbuhan dalam kasih dan kekudusan hidup. Jika kasih kita bertumbuh, maka sifat egois kita semakin pudar. Orang yang bertumbuh di dalam kasih, akan makin merasa membutuhkan Injil, sebab ia melihat kehadiran Tuhan semakin jelas di dalam hidupnya, sehingga ia semakin sadar bahwa dirinya adalah orang berdosa, sehingga pada gilirannya ia semakin membutuhkan Injil, dan semakin belajar untuk mengasihi orang lain, melalui pekabaran Injil.
Jadi kalau kita summary kan:
- Kita hanya bisa mengerti tentang kasih melalui pengenalan akan Pribadi Allah
- Orang yang mengenal Pribadi Allah, akan mengalami pertumbuhan rohani.
- Indikasi utama dari pertumbuhan rohani adalah pertumbuhan kasih.
- Pertumbuhan kasih yang benar adalah pertumbuhan kasih kepada Tuhan dan sesama.
- Ekspresi kasih kepada sesama perlu diwujudkan melalui pekabaran Injil.
Amin.