Friday, January 14, 2022

Sisa Israel: bukti pemeliharaan dan perlindungan Tuhan bagi umat-Nya

 


Eksposisi singkat dari Roma 11:1-10
Adakah Allah mungkin menolak umat-Nya?
Apakah Allah itu senantiasa berlaku adil?
Jika Allah adil, mengapa orang Kristen pun dapat bernasib buruk?
Apa bukti pemeliharaan dan perlindungan Tuhan bagi umat-Nya?

 

Pemahaman ringkas

Di tengah zaman yang penuh dengan kejahatan dan dosa ini, masihkah Allah berkuasa untuk menyelamatkan umat-Nya? Di tengah bangkitnya sekularisme dan agama-agama dunia, apakah umat Tuhan akhirnya akan tersingkir dan musnah?

Dari penuturan Paulus yang dapat kita baca dari Roma 11:1-10, kita mendapat jawaban bahwa Allah tidak menolak umat yang dipilih-Nya. Meskipun di tengah zaman yang kelihatannya kurang memberi pengharapan ataupun di tengah bangkitnya pemahaman dan kepercayaan yang keliru akan Tuhan. Tuhan senantiasa sanggup memegang umat pilihan-Nya, sehingga mereka tidak mungkin musnah, sekalipun jumlah mereka tidak terlalu banyak.

Sisa Israel mengacu pada sekelompok orang-orang yang tetap akan memelihara iman yang sejati pada Yesus Kristus, meskipun dihimpit oleh keadaan dunia yang berdosa dan ditekan oleh bangkitnya kepercayaan yang menentang Kristus Yesus.

 

Mari menggali lebih jauh

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jauh dari tulisan Paulus tentang Sisa Israel, mari kita menggali dan merenungkan ayat Firman Tuhan di bawah ini:

(1) Maka aku bertanya: Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena aku sendiripun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin. (2) Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya. Ataukah kamu tidak tahu, apa yang dikatakan Kitab Suci tentang Elia, waktu ia mengadukan Israel kepada Allah: (3) "Tuhan, nabi-nabi-Mu telah mereka bunuh, mezbah-mezbah-Mu telah mereka runtuhkan; hanya aku seorang dirilah yang masih hidup dan mereka ingin mencabut nyawaku." (4) Tetapi bagaimanakah firman Allah kepadanya? "Aku masih meninggalkan tujuh ribu orang bagi-Ku, yang tidak pernah sujud menyembah Baal." (5) Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia. (7) Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, (8) seperti ada tertulis: "Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini." (9) Dan Daud berkata: "Biarlah jamuan mereka menjadi jerat dan perangkap, penyesatan dan pembalasan bagi mereka. (10) Dan biarlah mata mereka menjadi gelap, sehingga mereka tidak melihat, dan buatlah punggung mereka terus-menerus membungkuk." (Roma 11:1-10)

Maka aku bertanya

Paulus kerap kali menyampaikan teologinya melalui pertanyaan retoris. Yaitu suatu pertanyaan yang diperkirakan akan muncul di dalam benak para pembacanya. Hal ini mampu dilakukan oleh Paulus karena ia memiliki pemahaman yang sangat baik akan teologi, pengenalan yang baik akan Pribadi Tuhan dan pengetahuan yang cukup akan kondisi jemaat yang sedang dilayani.

Sebagai orang Kristen yang sedang melayani dunia ini, kitapun perlu memiliki ketiga aspek penting seperti yang dimiliki oleh Paulus, yaitu:

  • Pemahaman teologi
  • Pengenalan akan Pribadi Tuhan
  • Pengetahuan akan kondisi jemaat yang dilayani.

Adakah Allah mungkin menolak umat-Nya?

Di satu sisi, ini adalah pertanyaan yang Paulus ingin agar direnungkan oleh jemaat. Tetapi di sisi lain, mungkin ini juga merupakan pertanyaan yang memang sedang menggangu pikiran mereka saat itu. Melalui Paulus, jemaat kini dibantu untuk memformulasikan kegelisahan mereka dalam bentuk pertanyaan.

Tentu sebagai jemaat, mereka sangat menantikan apa jawaban Paulus atas pertanyaan seperti ini. Jemaat Roma terdiri dari orang Yahudi dan orang Roma. Akibat adalah peraturan dari Kaisar Claudius (Claudius Edict), orang Kristen yang berdarah Yahudi harus keluar dari kota Roma, sehingga gereja Roma hanya boleh diisi oleh orang-orang Kristen yang berdarah Roma saja. Memang masih ada pengecualian di sana sini sehingga mungkin masih ada sejumlah kecil orang kristen berkebangsaan Yahudi yang tertinggal di gereja Roma tersebut. Tetapi orang-orang Yahudi Kristen yang semula merupakan mayoritas dari jemaat Roma, kini menjadi kelompok minoritas.

Kondisi semacam ini membuat orang Kristen Yahudi bertanya-tanya, mengapa sebagai bangsa terpilih yang memiliki sejarah keselamatan sedemikian panjang, pada akhirnya harus dibuang seperti yang mereka alami di Roma?

Apakah pembuangan ini merupakan tanda bahwa Allah telah menolak umat-Nya? Bukankah umat yang di Roma ini merupakan umat yang sudah percaya kepada Yesus Kristus?

Sekali-kali tidak

Jawaban Paulus sangat singkat dan gamblang. Allah tidak mungkin menolak umat-Nya. Jika kita sungguh-sungguh merupakan umat Tuhan yang sejati, maka kita tidak perlu khawatir bahwa Allah akan menolak kita.

Yang perlu kita pertanyakan adalah; apakah kita sendiri yakin bahwa kita ini adalah umat Tuhan yang sejati?

Aku sendiripun orang Israel

Paulus menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai bukti bahwa Allah tidak menolak bangsa Israel. Fakta bahwa mereka tertolak dari komunitas gereja Roma, karena mereka adalah orang Israel, bukan merupakan tanda bahwa Allah juga telah menolak mereka.

Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya.

Paulus kembali menegaskan bahwa Allah tidak menolak umat yang telah dipilih-Nya sendiri itu. Keselamatan kita adalah anugerah Allah yang tidak mungkin dapat dikerjakan atau bahakan dibatalkan oleh manusia itu sendiri. Ketika Allah memilih untuk menyelamatkan seseorang, maka seluruh kekuatan Allah juga turut bekerja untuk mengubah orang itu menjadi umat yang berkenan kepada-Nya.

Manusia berdosa yang semula adalah pemberontak itu, secara berangsur-angsur akan diubah oleh Allah menjadi orang yang semakin serupa dengan Kristus. Ini adalah suatu pekerjaan yang tidak mungkin dapat dikerjakan oleh manusia apabila bukan Allah yang terlebih dahulu menyelamatkan dan memberi kekuatan kepada manusia untuk berubah.

Mungkin yang menjadi persoalan saat ini di zaman gereja modern adalah, orang Kristen terlalu menggampangkan anugerah Allah. Mereka hanya berasumsi bahwa mereka mendapat anugerah, tetapi tidak berusaha memeriksa kehidupan mereka. Orang yang mendapat anugerah keselamatan, adalah orang yang pasti akan diubahkan oleh Tuhan. Jika perubahan itu tidak ada, maka persoalannya bukan Allah telah menolak mereka. Persoalannya adalah bahwa sejak semula mereka memang belum lahir baru.

Aku masih meninggalkan tujuh ribu orang bagi-Ku

Selanjutnya Paulus menjadikan kisah Elia sebagai contoh. Elia adalah orang pilihan Allah. Ia berperang di dalam nama Allah yang ia kenal. Dan bersama Allah, Elia berhasil mengalahkan nabi-nabi Baal.

Tetapi kemudian Elia melihat bahwa kemenangan yang ia capai itu tidak diikuti dengan suatu perubahan besar-besaran. Dalam benak Elia, jika Allah sudah bekerja, maka segala sesuatu yang terjadi di dunia akan menjadi lancar. Sehingga fakta bahwa kejahatan sepertinya masih menang dan orang Israel tidak serta merta mengalami kebangunan rohani, membuat Elia merasa frustasi.

Elia, sama seperti kita, cenderung mengandalkan peristiwa-peristiwa lahiriah yang terlihat oleh mata, sebagai tanda bahwa Allah telah bekerja. Sulit bagi Elia untuk menerima kenyataan bahwa keadaan dunia disekitarnya masih tetap penuh dengan kejahatan, padahal ia baru saja melihat kemenangan besar.

Umat Israel di Roma, sama seperti Elia, juga cenderung mengandalkan hal-hal yang baik secara lahiriah, sebagai dasar kepercayaan mereka pada Allah. Ketika keadaan sekitar tiba-tiba mengalami perubahan menuju situasi yang buruk. Mereka mulai cenderung mempertanyakan penerimaan Allah, atau yang lebih spesifik di dalam kitab Roma ini adalah: umat mempertanyakan keadilan Allah.

Baik dalam peristiwa Elia maupun dalam peristiwa di Roma, Allah menjelaskan bahwa keadaan yang buruk di dunia ini, sama sekali bukan tanda bahwa Allah telah gagal dalam bersikap adil, atau telah berhenti melakukan karya keselamatan-Nya.

Dalam peristiwa Elia, Allah menjelaskan bahwa Ia masih menyimpan banyak sekali orang percaya yang hatinya tidak beralih kepada Baal. Hal itu bagi Elia mungkin tidak terlihat, karena ia mungkin terlalu lelah dalam menghadapi peperangan rohani, atau mungkin juga karena Elia terlalu mengharapkan perubahan dunia yang cepat atau instant.

Pada kenyataannya, pekerjaan Allah di dunia itu ternyata tidak selalu bersifat instant, tidak senantiasa dapat terlihat oleh mata, dan tidak senantiasa ditandai oleh situasi yang baik, nyaman dan aman. Pada waktu Tuhan Yesus datang ke dunia, itu adalah pekerjaan Allah yang luar biasa. Tetapi kita lihat situasi yang terjadi: bangsa Israel masih dijajah Roma hingga ratusan tahun kemudian, Tuhan Yesus pun hidup-Nya dihadang oleh berbagai ancaman maut dan orang tua Yesus Kristus pun tidak serta merta menjadi selebriti yang kaya raya. Yusuf tetap menjadi tukang kayu, usahanya biasa-biasa saja, dan ia bahkan mati muda.

pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia

Apapun yang terjadi pada dunia ini, apapun yang terjadi pada gereja Tuhan, tidak ada yang dapat mengalahkan kekuatan Allah yang akan tetap memelihara suatu kelompok umat sejati, yang dipilih bukan karena kebaikan mereka, tetapi dipilih menurut kasih karunia.

Pesan seperti ini merupakan sebuah penghiburan bagi kita. Mengingatkan kita pada kekuatan Allah yang besar dan tidak mungkin dikalahkan oleh dunia. Namun pesan ini sekaligus juga merupakan peringatan bagi kita akan dua hal:

  • Apakah kita sendiri termasuk di dalam kelompok sisa tersebut?
  • Apakah kita siap menghadapi tantangan yang sedemikian besar, yaitu sebagai umat sisa yang berada di tengah-tengah dunia yang tidak mengenal Allah ini?

Jadi bagaimana?

Dalam bagian akhir dari rangkaian ayat-ayat tersebut, Paulus mengajukan pertanyaan kembali. Namun kali ini agaknya pertanyaan itu dimaksudkan sebagai batu loncatan untuk masuk ke dalam kesimpulan. Apa yang disimpulkan oleh Paulus dalam bagian ini?

Israel mencoba mengejar kebanggan diri mereka melalui Taurat. Mereka melihat diri mereka sebagai bangsa yang begitu istimewa sehingga menjadi satu-satunya bangsa yang memiliki Taurat. Sedemikian istimewa sehingga merasa tidak pantas untuk ditolak dan dibuat menjadi lebih kecil dari bangsa lain. Kenyataan bahwa mereka ditolak, membuat mereka mempertanyakan keadilan Allah.

Tetapi menurut Paulus, upaya pengejaran kebanggaan semacam ini tidak akan berhasil. Mereka pasti gagal, sebab Allah pasti selalu adil. Jangan mengkaitkan penolakan mereka sebagai tanda bahwa Allah gagal dalam berlaku adil. Allah memilih manusia di dalam kebebasan-Nya dan di dalam kasih karunia-Nya. Jati diri seorang manusia bukan terletak di dalam apa kebangsaan mereka di dunia ini, melainkan di dalam pilihan Allah yang penuh kasih karunia tersebut.

Selanjutnya Paulus mengajak umat Israel melihat pada kenyataan bahwa di dunia ini masih banyak orang-orang yang tidak percaya, orang yang tegar tengkuk, yang hatinya keras. Orang-orang seperti inilah yang merupakan kelompok yang ditolak, kelompok yang harus berhadapan dengan keadilan Allah. Ketimbang menangisi diri sendiri yang merasa ditolak oleh Tuhan, padahal tidak, lebih baik umat Israel fokus pada kebutuhan orang lain. Yaitu orang-orang yang masih hidup di dalam kegelapan, orang-orang yang masih keras hati, orang-orang yang akan binasa oleh murka Tuhan. Orang-orang semacam itu masih harus dilayani dan berita Injil tetap harus disampaikan kepada mereka.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita. Amin (Oleh: izar tirta)

Baca juga:

Kebenaran karena iman. Klik disini.
Diselamatkan oleh anugerah. Klik disini.
Tanda iman yang sejati. Klik disini.
Tanda anugerah yang sejati. Klik disini.