Apakah tujuan dari dituliskan Kitab Kejadian?
Untuk
mengerti asal-usul kita, siapa kita dan arti kita dalam hidup. Mempelajari
Kitab Kejadian juga berguna untuk menyadari tempat kita dalam dunia, relasi
kita dengan makhluk lain, dengan manusia lain dan terutama dengan Allah
sendiri. Kitab ini membantu kita untuk menyadari makna seluruh sejarah
penebusan dalam pelayanan Yesus Kristus. [Baca juga: Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan. Klik disini.]
Kejadian adalah buku pertama dari Alkitab, tetapi yang lebih penting, ini adalah buku pertama dari Taurat, hukum Musa. Kejadian memberi tahu orang Israel kuno bahwa Tuhan telah berteman dengan nenek moyang mereka, menjanjikan mereka sebuah tanah, dan memiliki rencana untuk memberkati dunia melalui mereka. Kisah Kejadian adalah sebuah prolog besar bagi Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Bersama-sama, kelima buku ini menceritakan kisah tentang bagaimana Israel menjadi bangsa yang dipilih Tuhan.
Kejadian menjelaskan bagaimana Israel pertama kali berada di Mesir, lalu diakhiri dengan kisah bagaimana Israel dianggap sebagai tamu yang istimewa di negeri Mesir. Namun Kitab Kejadian kemudian beranjak kepada Kitab Keluaran dimana bangsa yang semula istimewa itu kini malah mulai diperbudak oleh tuan rumah mereka.
Kisah-kisah
dalam Kejadian menjadi latar belakang bagi prinsip-prinsip teologis yang vital
di seluruh Alkitab. Dalam Kejadian, kita melihat bahwa Allah memiliki otoritas
atas dunia. Kita melihat bahwa manusia dan makhluk lain (seperti ular dan
Nefilim) memberontak terhadap perintah Tuhan. Kita melihat petunjuk dari
rencana Tuhan untuk menebus ciptaan-Nya kembali ke diri-Nya. [Baca juga: Apa artinya iman yang sejati? Klik disini.]
Penulis kitab Kejadian dan pembaca yang dituju
Secara
tradisi Musa dianggap sebagai penulis Kitab Kejadian dan juga kitab-kitab
lainnya yaitu Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Bangsa Israel sendiri
mengasosiasikan lima kitab itu sebagai Kitab Taurat Musa. Meskipun demikian
tidak sedikit dari para ahli Perjanjian Lama yang yakin bahwa pada bagian akhir
dari Kitab Taurat, yaitu Ulangan, terdapat pula tulisan Yosua, yaitu tulisan
yang ditulis sesudah Musa sendiri tiada. Pembaca yang dituju dari Kitab
Kejadian adalah bangsa Israel sendiri, yaitu ketika mereka mengembara di padang
gurun setelah keluar dari tanah Mesir. Ada penafsir yang mengatakan bahwa Kitab
Kejadian sangat perlu dibaca oleh bangsa Israel yang ada di padang gurun
tersebut agar mereka sadar bahwa pada mulanya Allah menciptakan segala sesuatu
dalam keadaan yang sungguh amat baik. [Baca juga: Mengapa Tuhan ingin membunuh Musa? Klik disini.]
Perkiraan waktu penulisan kitab
Kitab Kejadian diperkirakan dituliskan pada tahun 1450 – 1410 SM, yaitu ketika bangsa Israel mengembara di padang gurun selama 40 tahun. Waktu penulisan Kitab Kejadian memang cukup bersamaan dengan lima kitab Taurat lainnya, sehingga untuk memisahkan waktu penulisan Kitab Kejadian secara persis, yang dibedakan dengan kitab Keluaran atau Imamat misalnya, maka hal itu akan sulit sekali.
Tempat-tempat penting yang dibicarakan dalam Kitab Kejadian
Ada beberapa tempat penting yang dibicarakan di dalam Kitab Kejadian. Kita akan melihat satu-persatu tempat tersebut dan mencoba merenungkan kekayaan rohani apa yang dapat kita gali dari tempat-tempat tersebut. Beberapa tempat itu misalnya:
Gunung Ararat (8:4)
Dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa telah membawa kehancuran dan kutukan bagi seluruh umat manusia. Dengan berjalannya waktu, ternyata kuasa dosa juga telah sedemikian merusak sehingga Tuhan akhirnya memutuskan untuk menghancurkan bumi dengan air bah yang sangat dahsyat.
Meskipun demikian, Allah tetap menyisakan ruang anugerah bagi umat manusia agar mereka tidak hilang lenyap dari permukaan bumi. Allah memilih Nuh dan keluarganya serta sepasang demi sepasang hewan untuk di selamatkan melalui sarana bahtera.
Setelah semua yang dipilih Tuhan masuk ke dalam bahtera maka dunia beserta manusia-manusia yang memberontak pada Tuhan pun kemudian dihancurkan oleh air bah tersebut. Setelah air bah itu pada akhirnya surut, maka bahtera tersebut terkandas di atas gunung Ararat. Apa yang dapat kita pelajari dari hal ini?
Dari peristiwa tersebut kita belajar tentang betapa dahsyatnya murka Tuhan terhadap segala dosa dan kejahatan manusia. Di hadapan Tuhan, dosa adalah persoalan serius yang dapat berbuahkan pada kehancuran di pihak para pendosa tersebut. Tetapi fakta bahwa bahtera itu akhirnya terkandas di gunung Ararat, mengajarkan pada kita bahwa Tuhan tidak berputus asa terhadap manusia. Tuhan masih bersedia untuk memulai segalanya dari awalnya lagi.
Babel (11:1)
Berkisah tentang kecongkakan manusia yang ingin menyamai kemuliaan Tuhan dengan cara membangun sebuah menara yang tingginya hingga ke langit. Mereka begitu bangga dengan diri mereka sendiri, mereka melihat diri sendiri begitu besar, begitu mampu sehingga menganggap Allah sebagai lawan yang ingin dikalahkan. Tetapi di tempat dimana menara kesombongan itu berdiri, Tuhan justru mengacaubalaukan relasi manusia sehingga mereka tidak lagi dapat berkomunikasi satu sama lain.
Ur (11:28)
Abraham atau Abram adalah keturunan Shem dan bapa dari bangsa Yahudi lahir di kota ini. Tidak menjadi soal dimana asal usul kita ketika lahir di dunia, yang terpenting adalah bagaimana kita mengikuti pimpinan Tuhan di dalam hidup kita.
Haran (11:31)
Terah, Lot, Abram dan Sara pergi meninggalkan Tanah Ur dan berjalan mengikuti lembah sungai Efrat yang subur menuju tanah Kanaan. Dan selama perjalanan itulah mereka sempat singgah di Haran.
Sikhem (12:6)
Tuhan mendorong (memaksa, urged) Abraham untuk meninggalkan Haran dan pergi ke suatu tempat dimana ia akan menjadi bapa dari sebuah bangsa yang besar. Itu sebabnya, kemudian Abram, Lot dan Sara berangkat ke tanah Kanaan dan berdiam di dekat sebuah kota yang disebut Sikhem. Alkitab mencatat: Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu. (Kejadian 12:6).
Mungkin kita bertanya-tanya mengapa Sikhem menjadi suatu tempat yang penting untuk direnungkan, bukan? Hal ini akan menjadi jelas apabila kita membaca ayat selanjutnya yang berbunyi: Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: "Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu." Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya. (Kejadian 12:7)
Sikhem menjadi tempat yang penting karena disitulah Allah hadir menemui Abram secara pribadi. Dan kehadiran Allah di tempat itu bukan merupakan kehadiran yang menghancurkan, melainkan justru merupakan kehadiran yang memberkati. Allah berjanji kepada Abram, dan kelak janji Allah itu pasti akan digenapi. Dan Abram pun meresponi kehadiran dan janji Allah itu dengan cara mendirikan mezbah.
Di zaman Abraham hidup, mezbah atau altar adalah sesuatu bangunan karya manusia yang khas untuk dipakai sebagai tempat mempersembahkan korban kepada dewa-dewa. Namun bagi Abram, mezbah atau altar itu lebih dari sekedar sebuah tempat atau sarana untuk mempersembahkan korban, melainkan sebuah simbol kedekatan relasi antara dirinya dengan Allah yang ia kenal. Altar menjadi pengingat bagi Abram bahwa Allah pernah menyapa, hadir dan menyampaikan janji kepadanya.
Di dalam hidup ini, kita juga perlu merenungkan kapan dan dimanakah Allah secara khusus menyapa kita dan menyampaikan janji secara khusus kepada kita. Tanpa ingatan akan kehadiran dan Firman Allah di dalam hidup ini, maka kita akan menjalani hidup yang kosong, tanpa arah dan tanpa kekuatan sama sekali. Seringkali manusia tenggelam di dalam kesesatan karena tidak pernah ingin mengingat secara khusus kehadiran Tuhan dan apa yang dikatakan Tuhan kepadanya.
Hebron (13:18)
Hebron menjadi tempat yang cukup penting untuk kita renungkan sebab di tempat itu Abram kembali membangun mezbah bagi Tuhan. Alkitab mencatat: Sesudah itu Abram memindahkan kemahnya dan menetap di dekat pohon-pohon tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu didirikannyalah mezbah di situ bagi TUHAN. (Kejadian 13:18). Bagi Abram, Allah bukanlah satu sosok Pribadi yang pernah ia kenal di masa lalu saja. Bagi Abram, Allah adalah sosok Pribadi yang begitu penting dan layak untuk selalu diingat. Di Hebron Abram kembali mengenal perbuatan-perbuatan Allah yang begitu baik kepadanya. Bagi Abram, adalah suatu hal yang penting untuk merenungkan dan mengingat-ingat moment ketika Allah menyapa dia di dalam hidupnya.
Sebagai orang Kristen, kita juga harus senantiasa mengingat kebaikan Tuhan. Mungkin saat ini kita tidak lagi perlu membangun semacam mezbah penyembahan dari batu seperti yang dilakukan oleh orang-orang di zaman Abraham. Tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk mengadakan mezbah keluarga, atau mezbah persekutuan yang dapat kita pakai sebagai saat untuk mengenang kebaikan Tuhan. Yang kita pakai untuk mendengar Allah menyapa kita di dalam setiap kesempatan hidup kita.
Bersyeba (26:23-25)
Mengapa Beersheba menjadi suatu tempat yang cukup penting untuk diingat? Sebab di tempat itulah Allah yang sama yang pernah menyapa Abraham, kini juga menyapa Isak. Lalu pada malam itu TUHAN menampakkan diri kepadanya serta berfirman: "Akulah Allah ayahmu Abraham; janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau; Aku akan memberkati engkau dan membuat banyak keturunanmu karena Abraham, hamba-Ku itu." (Kejadian 23:24).
Allah kita adalah Pribadi yang suka menyapa manusia. Dan Allah tidak lupa pada janjinya. Manusia seringkali lupa atau mengabaikan janjinya kepada Allah. Tetapi Allah tidak demikian. Sebagaimana Allah dulu berjanji kepada Abraham, maka Allah juga berjanji kepada Isak.
Dan seperti Abraham, maka Ishak pun memberi respon yang baik kepada Tuhan yang penuh anugerah itu. Alkitab mengatakan: Sesudah itu Ishak mendirikan mezbah di situ dan memanggil nama TUHAN. Ia memasang kemahnya di situ, lalu hamba-hambanya menggali sumur di situ. (Kejadian 26:25)
Bethel (35:1)
Tentang peristiwa di Bethel, Alkitab mencatat: Allah berfirman kepada Yakub: "Bersiaplah, pergilah ke Betel, tinggallah di situ, dan buatlah di situ mezbah bagi Allah, yang telah menampakkan diri kepadamu, ketika engkau lari dari Esau, kakakmu." (Kejadian 35:1)
Kembali kita melihat Allah yang menyapa Yakub, yaitu anak Ishak dan cucu dari Abraham. Allah tidak berubah, Ia adalah Allah yang terus menyapa, memberi anugerah dan menjanjikan hal yang baik kepada manusia. Berapa seringkah kita bersyukur mengenal Allah yang seperti ini. Tidakkah kita juga merindukan, Allah yang menyapa kita hari ini, juga akan menyapa anak dan cucu kita kelak?
Mesir (46:3-4)
Yakub memiliki dua belas anak termasuk Yusuf, yaitu anak kesayangan Yakub sendiri. Sepuluh saudara Yusuf yang lain merasa sangat iri pada Yusuf sehingga pada suatu hari mereka memutuskan untuk menjual saudaranya itu kepada para pedagang Midian yang sedang dalam perjalanan menuju Mesir. Akan tetapi di dalam rancangan tangan Tuhan, peristiwa yang tragis di dalam hidup Yusuf itu kemudian menjadi suatu jalan bagi suku Israel untuk selamat dari bencana kelaparan yang dapat memusnahkan mereka. Jalan berliku menuju Mesir dan penyelamatan Israel dari kehancuran merupakan bayang-bayang dari Kristus yang kelak harus ikut masuk ke dalam dunia yang berdosa ini agar dapat menyelamatkan kita dari kutukan dosa yang membinasakan tersebut.
Ayat-ayat penting
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kejadian 1:27)
Melalui ayat ini
kita diingatkan akan keistimewaan diri kita sebagai ciptaan Allah. Seharusnya
hal ini mendorong kita untuk hidup berpadanan dan bergaul erat dengan Allah,
sebab tidak ada makhluk lain yang diberikan kemungkinan untuk memiliki relasi
seperti itu. Marilah kita memakai kesempatan yang indah ini, untuk menjalin
relasi yang erat dengan Allah yang telah menciptakan kita sedemikian dahsyat
dan ajaib ini. [Baca juga: Mengapa Yesus Kristus mau menjadi manusia? Klik disini.]
Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:2,3)
Ayat ini diucapkan setelah manusia jatuh ke dalam dosa, sehingga hubungan antara manusia dan Allah yang seharusnya erat itu kini justru menjadi jauh terpisah dan bahkan tidak dapat dipersatukan lagi, kecuali jika Allah sendiri yang berinisiatif untuk mendamaikan manusia. Di dalam konteks itulah Allah memanggil Abraham untuk menjadi suatu cikal bakal umat Allah yang baru. Yaitu umat Allah yang hidup dari kesetiaan mereka kepada Allah. Peran dari orang percaya sedemikian besarnya sehingga ketika mereka gagal menjadi berkat bagi dunia, maka dunia akan mengalami kutukan dari Allah.
Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. (Kejadian 17:7)
Ayat ini mengingatkan kita, bahwa Allah yang berinisiatif untuk menyelamatkan manusia dari dosa adalah Allah yang juga mengikat janji setia. Sehingga inisiatif Allah itu tidak mungkin dibatalkan lagi. Adalah keinginan Allah untuk menjadikan kita umat-Nya. Pertanyaan kini adalah, apakah kita sebagai manusia mau menanggapi undangan yang indah ini? Ataukah kita tetap memilih untuk hidup terpisah dari Allah dan tetap tinggal di dalam kutukan yang membinasakan tersebut.