Apakah berita tentang keberadaan Yesus
Kristus dapat dipercaya?
Atau jangan-jangan cuma mitos?
Orang-orang modern serta masyarakat ilmiah pada era di mana kita hidup saat ini, pada umumnya akan merasa bangga sekali apabila mereka merasa mengetahui sesuatu tentang Socrates, Plato ataupun Aristoteles. Ketiga filsuf Yunani itu memang dianggap sebagai orang-orang yang begitu penting di dalam mempengaruhi budaya berpikir di dalam dunia Barat, bahkan sampai ke Asia dan juga ke Indonesia.
Namun apabila kita membandingkan antara catatan yang membicarakan tentang Plato dengan catatan yang membicarakan tentang Yesus Kristus, maka kita akan memperoleh gambaran yang sangat tidak dapat dibandingkan (uncomparable) antara satu dengan lainnya. Catatan tentang Plato terlalu minim sehingga terlihat begitu tidak berarti (immaterial) apabila dibandingkan dengan catatan tentang Yesus Kristus.
Plato hidup pada tahun 427-347 SM, sedangkan manuskrip tertua hasil karya Plato semasa hidupnya yang saat ini kita miliki adalah berasal dari tahun 895 M. Sehingga ada keterpisahan sekitar 1242 tahun antara manuskrip tertua dengan karya yang dulu dikerjakan oleh Plato.
Demikian pula karya-karya Aristoteles yang dibuat pada era sekitar 384 – 322 SM. Manuskrip tertua yang dimiliki hingga saat ini, berasal dari tahun 1100 Masehi. Ada suatu keterpisahan sekitar 1400 tahun antara manuskrip yang ada, dengan periode dimana tulisan itu dibuat.
Sehingga sangat wajar jika seandainya kita ragu-ragu akan keberadaan Plato dan Aristoteles di dunia ini. Apakah Plato dan Aristoteles adalah pribadi-pribadi yang pernah ada di dalam sejarah? Bagaimana jika mereka ternyata hanya tokoh khayalan manusia saja? Bagaimana jika apa yang mereka tuliskan itupun ternyata keliru isinya?
Di bawah ini kita akan melihat komentar dari seorang cendekiawan tentang tingkat kepastian dari kebenaran Alkitab, yaitu ditinjau dari informasi tentang:
Sejarah penulisannya
Jumlah catatannya
Rentang waktu antara peristiwa dan catatan atas peristiwa tersebut
Kepastian Alkitab dari sejarah penulisannya
Frederic G.Kenyon adalah seorang berkebangsaan Inggris yang memiliki keahlian dalam bidang palaeography yaitu suatu bidang studi yang mempelajari dan menyelidiki tulisan-tulisan kuno dan bersejarah. Dalam proses penyelidikannya itu, seorang ahli seperti Kenyon akan cenderung melihat kepada proses terbentuknya sebuah tulisan, ketimbang mendalami isi atau substansi dari tulisan itu sendiri. Tetapi jika berbicara tentang Alkitab, pandangan Kenyon dapat diandalkan karena ia juga diakui sebagai salah seorang cendekiawan di bidang Alkitab dan cendekiawan di bidang karya-karya tulis klasik (biblical and classical scholar).
Tentang informasi mengenai sejarah penulisannya, Kenyon berpendapat bahwa keaslian Alkitab sangat memuaskan apabila ditinjau dari betapa banyaknya informasi akan sejarah penulisan tersebut. Selengkapnya ia menulis:
The Bible being to us what it is, it is of the highest importance that we should be satisfied of the authenticity of the title-deeds of our faith; that we should be able to accept them, not with a blind and unintelligent belief, but with a clear understanding of the manner in which the several books came into existence, and of the means by which they have been handed down to us. The history of the Bible text is a romance of literature, though it is a romance of which the consequences are of vital import; and thanks to the succession of discoveries which have been made of late years, we know more about it than of the history of any other ancient book in the world. [Frederic G Kenyon, The Story of the Bible: A Popular Account of How it Came to Us. (London: J. Murray, 1936). 2nd edition with supplementary material by F.F. Bruce, 1964. Chapter 1]
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa sehari-hari, pendapat Kenyon di atas adalah sebagai berikut: Adalah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk merasa puas terhadap keaslian atau terhadap sifat otentik dari iman kita, sedemikian rupa sehingga kita harus menerima Alkitab bukan dengan keyakinan yang buta dan tanpa aspek intelegensia sama sekali, melainkan menerima Alkitab itu dengan suatu pemahaman yang jelas tentang bagaimana sebuah kumpulan dari buku-buku itu akhirnya bisa muncul dan dapat kita terima saat ini.
Selanjutnya Kenyon menambahkan bahwa penemuan-penemuan yang baru (terhadap sejarah penulisan Alkitab) membuat kita dapat mengetahui lebih banyak tentang sejarah Alkitab itu, daripada sejarah dari tulisan kuno manapun di dunia.
Pengertian sederhananya begini:
Informasi tentang bagaimana Alkitab itu ditulis, dipelihara dan akhirnya tiba di zaman kita saat ini begitu banyak dan begitu gamblang. Tidak ada yang ditutup-tutupi prosesnya oleh siapapun. Tulisan lain yang bukan Alkitab tidak memiliki sejarah penulisan yang sama banyaknya dengan Alkitab. Sehingga jika Alkitab saja sampai diragu-ragukan, maka sepatutnya kita juga ragu-ragu terhadap tulisan klasik lainnya yang tidak memiliki sejarah penulisan sejelas Alkitab.
Kepastian Alkitab dari jumlah catatannya
Selanjutnya Frederic G.Kenyon juga mengomentari bahwa jumlah manuskrip dari penulis klasik sangat jauh di bawah manuskirp Alkitab. Ia mengatakan: And while the manuscripts of any classic author amount at most to a few score, and in some cases only to a few units, the manuscripts of the Bible are reckoned by thousands. Their very quantity adds to the difficulties of an editor, since the more the manuscripts the greater the number of various readings; but they make the authenticity of the works themselves overwhelmingly certain. [Frederic G Kenyon, The Story of the Bible: A Popular Account of How it Came to Us. (London: J. Murray, 1936). 2nd edition with supplementary material by F.F. Bruce, 1964. Chapter 3]
Dalam bahasa sehari-hari pendapat Kenyon di atas adalah: Sementara jumlah manuskrip dari tulisan klasik lainnya terbilang sedikit atau terdiri dari beberapa unit saja, manuskrip Alkitab justru tersedia dalam jumlah ribuan.
Jumlah yang sangat banyak dari manuskrip Alkitab ini tentu saja membuat Alkitab semakin sulit untuk dipalsukan, karena jika ada manuskrip yang isinya berbeda dengan manuskrip lain, maka dengan mudah para ahli akan melihatnya dan memperbandingkannya.
Meskipun manuskrip Alkitab sedemikian banyak, dan memiliki berbagai variasi di dalam penulisan, tetapi isi atau pesannya adalah sama sehingga keaslian dari tulisan itu sangat dapat dipercaya.
Kepastian Alkitab dari rentang waktu penulisan dan usia manuskrip tertua
Kenyon juga mengomentari interval yang sangat besar antara tanggal penulisan dan tanggal manuskrip tertua yang masih ada. Di mana untuk manuskrip klasik di luar Alkitab, memiliki interval yang sangat jauh.
For all other classical writers, the interval between the date of the author and the earliest extant manuscript of his works is much greater. For Livy it is about 500 years, for Horace 900, for most of Plato 1,300, for Euripides 1,600. [Frederic G Kenyon, The Story of the Bible: A Popular Account of How it Came to Us. (London: J. Murray, 1936). 2nd edition with supplementary material by F.F. Bruce, 1964. Chapter 3]
Dalam komentarnya tersebut Kenyon menjelaskan betapa jauhnya rentang waktu antara tanggal penulisan dan tanggal manuskrip paling akhir yang saat ini masih ada. Tulisan Plato misalnya, memiliki rentang waktu sampai 1300 tahun antara tanggal penulisan (yaitu perkiraan Plato hidup) dengan usia manuskrip tertua yang dimiliki orang modern di museum saat ini.
Jika kita begitu yakin dan bangga akan tulisan Plato dan menganggapnya sebagai sumber pengetahuan yang berharga, lalu mengapa kita meremehkan Alkitab dan menganggapnya sebagai kisah mitos, dongeng, khayalan yang seakan-akan memiliki keaslian yang meragukan?
Jika orang jaman sekarang lebih bangga membicarakan tentang tulisan-tulisan yang dibuat oleh Aristoteles, atau senang sekali dengan kisah heroik Achilles yang ditulis oleh Homer (dan pernah diperankan oleh Brad Pitt), maka mereka harusnya sadar bahwa kepastian adanya tokoh-tokoh itu jadi terlihat bagaikan fiksi semata jika dibandingkan dengan kepastian dari keberadaan Yesus Kristus.
Kesimpulan
Saya mengawali tulisan ini dengan pertanyaan apakah berita tentang Yesus Kristus dapat dipercaya? Jawabannya adalah dapat. Dan kita bukan hanya percaya sembarang percaya, tetapi suatu kepercayaan yang didukung oleh data-data yang sangat kuat.
Pengikut Kristus telah memberikan seluruh hidup mereka untuk mewartakan keberadaan-Nya dan pesan penting yang ingin disampaikan Tuhan kepada dunia. Sejarawan sekuler yang hidup di zaman itu pun tidak bisa luput dari memperhatikan Pribadi yang satu ini di dalam catatan sejarah mereka.
Ada orang yang enggan percaya pada Alkitab karena dianggap sebagai catatan yang tidak netral. Karena ditulis oleh orang yang percaya pada Tuhan Yesus, maka para pembaca yang skeptis selalu curiga bahwa tulisan tersebut memang telah dikarang sedemikian rupa demi mendukung keyakinan orang-orang Kristen yang dianggap sebagai manusia berpikiran sempit, bodoh dan tidak tahu bagaimana hidup bergaul di dunia. Orang-orang semacam ini entah mengapa merasa lebih yakin jika membaca catatan sejarah yang sepotong-sepotong, ketimbang membaca catatan Alkitab yang membahas secara paling lengkap segala sesuatu yang berhubungan dengan Yesus Kristus.
Bagi saya sebagai orang Kristen, memiliki pandangan semacam itu adalah hak masing-masing orang. Tidak ada seorang pun yang ingin memaksakan apa yang harus dipercayai oleh orang lain. Banyak orang keliru terhadap orang Kristen, menduga bahwa orang Kristen adalah orang yang suka memaksa dan tidak toleran. Itu tidak betul. Bahkan Yesus Kristus pun tidak pernah memaksa siapa-siapa untuk datang kepada-Nya. Kristus hanya mengundang orang-orang untuk ikut dengan-Nya. Ada yang menerima undangan itu, tetapi ada pula yang menolak. [Baca juga: Kisah pemuda kaya yang menolak Kristus. Klik disini.]
Namun dari apa yang saya sampaikan di sini, saya pikir sudah bukan keraguan lagi bahwa Yesus Kristus memang benar-benar pernah ada dan bahwa catatan tentang Dia adalah catatan yang sungguh layak untuk dipercaya. Sehingga saya punya alasan yang kokoh untuk mempercayai berita yang ada di dalamnya.
Orang Kristen dinilai bodoh karena mereka dianggap hidup berdasarkan iman. Bagi banyak orang, iman adalah pintu darurat ketika otak sudah tidak bisa dipakai lagi. Iman adalah semacam kamar persembunyian bagi orang-orang yang berpikiran dangkal, malas belajar dan anti terhadap kemajuan jaman.
Tetapi sayangnya, orang-orang yang mengkritik iman kekristenan itu, ternyata adalah orang-orang yang sudah memutuskan untuk tidak mau percaya pada catatan Alkitab sebelum melakukan observasi yang memadai terhadap catatan itu sendiri. Wajar jika kita jadi bertanya-tanya, “siapa sebetulnya yang jauh lebih mengandalkan unsur keyakinan dalam proses pengambilan keputusan di sini?”
Lukas telah berusaha menghadirkan sebuah buku yang memuat hasil penyelidikannya terhadap tokoh Yesus Kristus ini, dengan maksud agar kita yang membacanya tahu bahwa segala sesuatu yang diajarkan dalam buku tersebut adalah ajaran yang sungguh benar.
Tugas kita sekarang adalah menyelidiki ajaran itu untuk mengetahui kebenaran apa yang ingin disampaikan dalam Kitab tersebut. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan iman dan kemauan untuk mengenal kebenaran itu. Amin.