Oleh: izar tirta
Tulisan ini merupakan sajian
akan tema-tema yang sering dibicarakan di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru.
Tentu saja ada begitu banyak hal penting yang dibicarakan di dalam Perjanjian
Baru tersebut, dan setiap orang dapat beragumentasi tentang mana yang penting
dan mana yang kurang penting. Tetapi tulisan ini tidak dimaksudkan untuk masuk
ke dalam argumentasi semacam itu.
Tulisan ini hanya mencoba
menyajikan beberapa tema yang memiliki kaitan erat dengan hal-hal yang
dibicarakan di dalam Perjanjian Baru, yaitu misalnya:
- Kerajaan Allah dan Pelayanan Yesus Kristus.
- Injil Kerajaan Allah
- Kebangkitan Yesus Kristus
- Pemberita Pertama
- Rasul Paulus
- Rasul Petrus
- Penulis Surat Ibrani
- Rasul Yohanes
Dalam kesempatan lain mungkin
kita akan membicarakan tema-tema seperti doktrin Allah, manusia dan dunianya,
Kristologi, Misi Kristus, Roh Kudus, kehidupan kristen, gereja dan hal-hal yang
berkaitan dengan masa yang akan datang, atau pun pendekatan Perjanjian Baru
terhadap etika. [Baca juga: Peran penting para saksi mata di dalam pemberitaan Injil. Klik disini.]
Kerajaan Allah dan Pelayanan Yesus
Kristus
Berita Kerajaan Allah diakui
oleh banyak ahli Perjanjian Baru sebagai berita yang cukup dominan di dalam Teologi
Perjanjian Baru.
Donald Guthrie seorang ahli
Perjanjian Baru melihat arti penting dari tema Kerajaan Allah ini dengan
mengatakan: One of the most prominent
features of the teaching of Jesus in the synoptics was his emphasis on the
kingdom of God. This teaching must be considered as a major contribution to our
understanding of the mission of Jesus.[Donald Guthrie, New Testament Theology (Illinois: InterVarsity Press, 1981), 409]
Penulis buku Teologi
Perjanjian Baru lainnya yang cukup baru (bukunya diterbitkan pada tahun 2008,
jika dibandingkan dengan Guthrie yang pertama dipublikasikan tahun 1981),
bernama Thomas R.Schreiner juga melihat tema Kerajaan Allah sebagai tema yang
penting. Schreiner menempatkan tema itu di bagian awal dari bukunya dan ia
berkomentar demikian: We begin with the
kingdom of God, which certainly is of prime importance in NT theology. [Thomas
R.Schreiner, New Testament Theology:
Magnifying God in Christ (Michigan: Baker Academic, 2008), 41.]
Berita tentang Kerajaan Allah
memiliki kaitan yang erat sekali dengan Tuhan Yesus dan Pelayanan-Nya. Beberapa
peristiwa yang menguatkan dugaan tersebut dapat dilihat misalnya pada waktu
pembaptisan Yesus Kristus. Dalam pembaptisan itu ada dua hal yang memberi
indikasi bahwa Pribadi dan Pelayanan-Nya memiliki kaitan yang erat dengan
Kerajaan Allah.
Ada ungkapan yang muncul
ketika Tuhan Yesus dibaptis, ungkapan ini tidak dapat didengar oleh siapapun
kecuali murid-murid-Nya sendiri dan ungkapan ini disebut sebagai suara Allah yang
berbunyi: “Engkaulah
Anak yang Kukasihi, kepada-Mu-lah Aku berkenan.” Ungkapan ini merupakan
kutipan yang berasal dari Mazmur 2:7 dan Yesaya 42:1. Uniknya istilah
yang dipakai dalam Mazmur dan Yesaya tersebut adalah istilah yang digunakan
untuk penobatan Raja Mesianis Israel (Mazmur 2:7) dan untuk pentahbisan Hamba Tuhan
(Yesaya
42:1).
Hal lain yang menguatkan pesan
Kerajaan Allah dalam Injil Markus adalah laporan tentang turunnya Roh Kudus.
Dalam Alkitab, Roh Kudus adalah kuasa yang menciptakan, yang mahakuasa, kuasa
di mana Allah sendiri bertindak. Oleh sebab itu turunnya Roh berarti dilengkapinya
Yesus dengan kuasa Allah. [Baca juga: Bersaksi di dalam kuasa Roh Kudus. Klik disini.]
Kata yang dipakai oleh Yesus
untuk membuka pelayanan-Nya di Galilea: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat,”
lebih cocok jika dikaitkan dengan gambaran tentang seorang Anak Allah yang
sedang mempersiapkan jemaat-Nya untuk bertempur melawan kerajaan Iblis daripada
gambaran seorang guru biasa yang sarat akan ajaran hikmat dan kebaikan. Dalam
gambaran tersebut jelas sekali bahwa Kerajaan Allah sedang dalam status
peperangan dan Tuhan Yesus adalah pemimpin serangan itu.
Gambaran yang lain tentang
hubungan antara Tuhan Yesus dengan Kerajaan Allah dapat ditemukan dalam Mrk 8:27-33,
dimana Tuhan mencari kepastian apakah murid-murid-Nya mengerti pokok
perbantahan antara diri-Nya dengan musuh-musuh-Nya. Jawaban Petrus mengenai
Mesias dibenarkan oleh Kristus tetapi Ia melanjutkan dengan informasi bahwa
Mesias harus menderita, lalu mati, sebelum akhirnya menang.
Istilah yang dipakai Tuhan Yesus
adalah istilah yang unik. Istilah ini pernah dianggap sebagai ungkapan manusia
biasa, tetapi kini tidak lagi demikian. Gelar ini adalah gambaran yang muncul
dalam Daniel
7:13, yaitu tentang seorang tokoh misterius yang menerima suatu
kerajaan dari Allah dan yang ditentukan untuk memerintah sebagaimana Allah sendiri
memerintah. Yesus Kristus menyamakan diri-Nya dengan tokoh yang Agung ini;
namun Ia juga serentak menekankan bahwa penderitan dan kematian menantikan-Nya
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.
Bagi Petrus dan juga orang
Yahudi pada umumnya ketika itu, gagasan bahwa Mesias harus menderita sungguh
merupakan gagasan yang tidak masuk akal. Tetapi kemudian Petrus ditegur dengan
sangat keras oleh Tuhan Yesus karena telah membayangkan ke-Mesias-an menurut
pandangan manusia, bukan menurut pandangan Allah.
Dalam minggu terakhir-Nya,
Tuhan Yesus mengajak para murid-Nya untuk makan malam bersama-sama. Perlu
diingat bahwa perumpamaan makan malam itu pernah dipakai Tuhan kita sebagai
lambang dari Kerajaan Allah. Lagipula makan malam yang khusus ini diadakan pada
malam hari Paskah atau bahkan mungkin merupakan Paskah itu sendiri.
Dalam momen-momen terakhir-Nya,
Tuhan Yesus berdiri di hadapan Imam Besar dan ditanyai tentang jatidiri-Nya
sebagai Mesias. Tuhan Yesus mengakui diri-Nya sebagai Mesias dan menambahkan
dengan kata-kata: “dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah
kanan Yang Mahakuasa dan datang dengan awan-awan di langit.” Istilah
yang dipakai oleh Tuhan Yesus itu diambil dari Daniel 7:13-14 ditambah dengan
perkataan yang berasal dari Mazmur 110:1.
Setidaknya ada dua kesimpulan
penting yang dapat ditarik dari fakta-fakta di atas, yaitu:
Pertama, riwayat Yesus Kristus tidak
dapat diceritakan tanpa memasukkan teologi, terutama eskatologi ke dalamnya.
Tanpa adanya makna teologis tertentu, maka kisah kehidupan-Nya agak sulit
dipahami dari sisi Kerajaan-Nya. Mungkin kunci dalam memahami aspek teologis
dari sifat ke-Raja-an Kristus di dalam Pernjanian Baru dapat kita gali dari nyanyian
tentang Hamba Yahwe dalam kitab Yesaya dan dalam gambaran dari Anak Manusia
dalam Kitab Daniel 7.
Kedua, Tuhan Yesus sendiri meyakini
dan menyadari sepenuhnya bahwa Kerajaan Allah memang sungguh-sungguh hadir di
dalam diri-Nya dan juga di dalam pelayanan-Nya itu. Tuhan kita sungguh mengerti
bahwa pelayanan-Nya sebagai Mesias merupakan penggenapan dari nubuat-nubuatan
para nabi di Perjanjian Lama.
Injil Kerajaan Allah
Ada orang yang memahami
Kerajaan Allah sebagai sebuah negeri yang
hanya ada di dalam angan-angan manusia atau sebuah metafora dari suatu komunitas
yang harus didirikan oleh manusia berdasarkan ajaran-ajaran Kristus. Ada pula
yang menganggap Kerajaan Allah itu sebagai semacam proses Alkitabiah yang
setara dengan proses evolusi. Hal ini tidak benar karena penulis Alkitab tidak
membayangkan suatu proses evolusi dari dalam sejarah melainkan sebagai suatu
campur tangan (intervensi) langsung Allah dari luar sejarah.
Sementara itu, ada kecenderungan
lain yang dimulai oleh Agustinus, yaitu kecenderungan untuk menyamakan kerajaan
itu dengan gereja. Ini juga kurang tepat, sebab anggapan seperti ini telah mencampuradukkan
pemerintahan Allah dengan orang-orang yang hidup di bawahnya. Begitu juga
dengan pandangan liberal mengenai kerajaan itu sebagai pemerintahan Allah di
dalam hati manusia atau ketaatan manusia pada kehendak Allah. Hal ini
mengacaukan respons (jawaban) manusia dengan kegiatan Allah.
Pemerintahan Allah itu ada, terlepas
dari bagaimana manusia memberi respons. Dan Kerajaan itu sungguh-sungguh
menuntut ketaatan manusia. Entah mereka suka atau tidak suka, entah mereka
menerima atau menolak.
Untuk mengerti hal itu, kita perlu
ingat bahwa ungkapan Kerajaan Allah sendiri berarti: pemerintahan rajani Allah
atau pemerintahan Allah sebagai Raja dan di dalamnya tercakup pengertian
Alkitabiah tentang Allah, Allah yang bertindak, yang karya-Nya ada dalam
sejarah dan yang sedang melaksanakan maksud-Nya yang agung ke arah suatu tujuan
yang sudah ditentukan.
Kerajaan Alah itu bersifat dinamis
dan kita dapat melihat kerajaan itu dari aspek perbuatan Allah di dalam
sejarah. Kerajaan
Allah itu juga bersifat eskatologis, yaitu pemerintahan Allah yang menjadi
semakin nyata di dalam dunia yang akan datang.
Kerajaan Allah adalah nama
lain dari zaman Mesianik dan dapat diartikan pula sebagai seluruh karya keselamatan
yang datang dari Allah. Kerajaan itu adalah benih perbuatan Allah, bukan
perbuatan manusia. Allah yang memerintah dan menebus dan pemeritahan-Nya itu
sungguh-sungguh berlaku dalam hidup manusia. Allah adalah Dia yang mengunjungi
dan menebus umat-Nya.
Tema yang menguasai
pemberitaan Kristus adalah Kerajaan Allah, dan raja dalam kerajaan-Nya itu
adalah seorang Bapa. Istilah Bapa bukan istilah yang dipakai oleh orang-orang
Yahudi di zaman itu untuk menyebut Allah. Tetapi Yesus Kristus menyebut Allah sebagai
Abba, yaitu istilah yang dipakai oleh anak-anak Yahudi dalam memanggil
ayah-ayah duniawi mereka. Jadi tidak ada seorang Yahudi yang saleh akan berani memakai
istilah itu kepada Allah yang Mahakudus, Tuhan Yesus yang pertama menggunakannya.
Tuhan Yesus juga tidak pernah
memberitakan tentang Allah sebagai Bapa kepada orang banyak. Teologi ke-Bapa-an
Allah bukanlah sesuatu yang lazim. Ia hanya berbicara tentang Allah sebagai
Bapa kepada murid-murid-Nya secara khusus. Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan
ke-bapa-an yang universal dari Allah. Tetapi Ia berbicara mengenai Allah
sebagai Bapa-Nya sendiri dan mengajarkan bahwa orang-orang lain boleh menjadi
anak-anak-Nya. Tetapi untuk hak istimewa ini mereka harus datang kepada Yesus Kristus.
Mereka bukan anak-anak Allah secara alamiah, melainkan mereka dapat menjadi
anak-Nya oleh karena rahmat-Nya melalui Sang Mesias.
Etika Tuhan Yesus yang
diringkaskan dalam Khotbah di Bukit adalah etika yang berlaku di dalam Kerajaan
Allah. Khotbah ini menurut pendapat umum adalah ungapan terluhur dalam sejarah
mengenai kehidupan moral. Keenam antitesis yang menyusul dalam khotbah itu
membentangkan dengan jelas bagaimana cita-cita moral kerajaan itu. Kehendak
Allah bagi Israel baru sebagaimana ditafsirkan oleh Yesus Kristus, meminta
kebenaran di dalam batin dan menuntut moralitas
yang mendarah daging. Cita-cita itu mencengangkan kita, dan sekaligus juga
membuat para murid Tuhan tercengang karena tingginya tuntutan-tuntutan tersebut.
Namun kita bersyukur bahwa
keselamatan kita tidak didasarkan oleh keberhasilan atau kesempurnaan kita
dalam memenuhi tuntutan hukum Ilahi tersebut, sebab Allah yang memberikan hukum
itu bukanlah Pribadi yang ingin mencekik leher kita melalui hukum tersebut,
melainkan Ia adalah Abba, seorang Bapa. Dan kita diselamatkan bukan oleh hukum
undang-undang tersebut melainkan oleh kasih karunia-Nya.
Kasih merupakan kunci utama
bagi etika dan moralitas Kerajaan Allah. Dengan kasih, Tuhan Yesus tidak
memaksudkan semacam emosi yang sentimental; juga tidak dimaksudkan-Nya bahwa
kita haru mengambil keputusan untuk menyukai orang-orang tertentu. Kasih,
sebagaimana diartikan Tuhan dalam perkataan dan permupamaan, berarti menaruh
perhatian terhadap (mengindahkan), semua orang yang kita jumpai di jalan hidup
kita, bukan hanya orang yang layak dan berjasa, melainkan semua yang memerlukan
bantuan kita, bahkan musuh-musuh sekalipun. Karena raja dan kerajaan itu adalah
seorang Bapa yang mengindahkan juga orang yang tak mengenai ampun dan terima
kasih, Bapa yang tabiat paling dalam-Nya adalah kasih.
Kerajaan Allah melibatkan
salib. Ketika Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya di Galilea, Ia mengumumkan
“Pemerintahan Allah telah mulai.” Menjelang akhir pelayanan itu, kata-Nya:
“Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk
memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Sebagaimana ditafsirkan Tuhan Yesus
sendiri, seluruh jalan hidup-Nya di bumi ini adalah krisis bahwa Kerajaan Allah
yang sudah lama dinantikan itu telah datang kepada manusia. Krisis itu mulai
ketika Ia memulai pelayanan-Nya; dan krisis itu selesai, ketika Ia kembali dari
maut. Hal itu sudah terjadi. Orang tidak usah lagi berkata: “Anak Manusia akan
datang”; Ia sudah datang; Ia duduk di atas takhta kemuliaan-Nya, Raja yang
tidak kelihatan atas umat manusia. Itulah iman Perjanjian Baru.
Sifat kedatangan Tuhan Yesus
merupakan penggenapan Kerajaan Allah dan memiliki beberapa ciri: Pertama, kedatangan itu harus berarti
kemenangan terakhir bagi Allah atas kerajaan kejahatan. Kedua, kedatangan itu harus merupakan saat di mana waktu dan segala
sesuatu dalam sejarah yang berkenan kepada Allah akan diangkat ke dalam
kekekalan. Ketiga, kedatangan itu
harus berarti bahwa Allah menghadapi manusia di dalam Kristus.
Kebangkitan
Setiap orang Kristen yakin dan
percaya bahwa Allah membangkitkan Yesus Kristus dari antara orang mati. Bukan
hanya Yesaya yang meramalkan kenbangkitan bagi Hamba Tuhan melainkan juga
kitab-kitab Injil pun memberi kesaksian bahwa Yesus Kristus telah melihat dari
semula bahwa sesudah maut akan datang kemenangan dan hidup.
Sudah sering dikatakan bahwa
bukti utama kebangkitan itu adalah adanya Gereja Kristen. Bagaimana para
pengikut yang ketakutan, para penigkut seorang Rabi yang disalibkan dapat
menjadi inti suatu gereja yang militan, suatu gereja yang telah bertahan selama
sembilan belas abad? Perjanjian Baru mendasarkan perubahan yang mengherankan
ini pada murid Kristus dengan keyakinan mereka bahwa Allah sudah membangkitkan
Guru mereka dari antara orang mati dan bahwa mereka sudah melihat Dia hidup dan
sudah berbicara dengan-Nya. Ia selalu muncul kepada orang-orang milik-Nya dan
dengan cara yang sedemikian rupa, hingga Ia memasuki hubungan pribadi dengan
mereka.
Di samping adanya gereja,
dapat pula kita tambahkan penetapan hari Tuhan sebagai bukti dari kebangkitan (Wahyu 1:10;
Kis 20:7; 1 Kor 16:2). Mengapa orang-orang Kristen mula-mula itu
yang sebagian besar adalah orang-orang Yahudi, mengganti hari kudus mereka dari
hari Sabtu menjadi hari Minggu? Mereka berbuat demikian karena pada hari itulah
Yesus Kristus bangkit dari antara orang mati.
Akhirnya, kita harus
memperhatikan tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri. Kepercayaan kepada
Kristus yang telah bangkit itu memenuhi halaman-halaman Perjanjian Baru. Teori
yang mengatakan bahwa mayat Kristus dicuri atau disembunyikan tentu saja tidak
masuk akal dan tidak tahan uji.
Sebab seandainya orang-orang
Roma atau orang-orang Yahudi yang memindahkan mayat itu dengan diam-diam maka
mudah saja untuk membantah pengakuan orang Kristen dengan mengeluarkan mayat
itu, bukan? Tetapi mereka tidak dapat. Juga mustahil bahwa para murid sendiri
menyembunyikan mayat-Nya lalu mereka keluar untuk memberitakan bahwa Dia telah
bangkit dari antara orang-orang mati.
Jika kita terima bahwa kubur
itu kosong maka satu dari dua penjelasan terbuka bagi kita. Entah kita katakan
bahwa Tuhan Yesus bangkit dari kubur itu dengan tubuh-Nya yang dulu. Atau boleh
juga kita setujui bahwa tubuh jasmnai Tuhan kita diubah di dalam kubur mejadi
tubuh rohani, suatu tubuh yang tidak lagi takluk pada batas-batas biasa yang
disebabkan oleh ruang dan waktu.
Apakah arti kebangkitan bagi orang-orang
Kristen pertama? Dan peristiwa macam apakah yang mendasari
pemberitaan para rasul?
Kebangkitan berarti pembelaan atas
kebenaran. Sebab riwayat Tuhan Yesus terakhir di kayu salib adalah tragedi yang
hebat dan merupakan bukti bahwa tidak ada ketertiban rohani dan akal budi dalam
alam semesta. Selain itu kebangkitan juga menandakan kekalahan maut.
Pemberita pertama
Satu generasi sebelum Injil
Markus diterbitkan dan sekurang-kurangnya lima belas tahun sebelum Paulus
menulis suratnya yang pertama, para rasul telah giat dalam menyampaikan berita
keselamatan, yaitu berita Injil yang berakar dalam kisah hidup yang diberitakan
oleh Yesus.
Peristiwa Pentakosta merupakan
bukti nyata walaupun Tuhan sudah ditinggikan di dalam sorga namun Ia masih ada
bersama-sama mereka dengan perantaran Roh dan tujuan-tujuan yang untuknya Ia
hidup dan mati, sekarang sedang dicapai oleh kuasa baru yang asing ini, yang
sedang berkarya di tengah-tengah kita. Apa yang kita temukan di dalam
fasal-fasal pertama Kisah Para Rasul ialah orang-orang yang tiba-tiba sadar
akan suatu kuasa baru yang dilepaskan ke dalam dunia dan ke dalam diri mereka.
Roh Kudus adalah suatu
pengalaman yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus, sebab pengalaman roh
merupakan tanda bahwa Kristus hadir di tengah-tengah mereka, sambil menguatkan
mereka untuk tugas misioner mereka.
Persekutuan Roh Kudus ialah
gereja. Tentu saja Gereja Yerusalem-lah yang disebut ekklesia dalam fasal-fasal
pertama kisah rasul. Namun hubungan dengan tempat tertentu bukanlah hal yang
primer karena dalam Kisah 9:31 kita dengar tentang gereja-gereja di seluruh
Yudea, Galile dan Samari. Dengan kata lain ekklesia itu mula-mula bertempat di
Yerusalem, namun dengan penyebaran Injil, timbullkan paham tentang ekklesia
setempat sebagai suatu mikrokosmos atau sebagai pertumbuhan dari ekklesia yang
satu ini.
Kepala ekklesia adalah Tuhan
Yesus yang di dalam nama-Nya mereka membaptiskan dan yang pengakuan akan
ketuhanan Yesus merupakan pengakuan iman Kristen tertua. Umat Allah yang baru
itu berpendapat bahwa mereka mempunyai suatu misi yang melihat jauh ke seberang
melampaui batas-batas Yudaisme.
Rasul Paulus
Paulus memiliki dua penuntun
yang membawanya kepada Kristus, Yahudi dan Yunani, sebab ia belajar Yudaisme
dalam lingkungan hellenistis. Pengaruh Yahudi misalnya dalam hal pengkauannya
sebagai orang Yahudi asli, ia termasuk dalam sekte orang Farisi, telah mendapat
didikan rabinis, antitesisnya mengenai roh dan daging berasal dari kepercayaan
Yahudi, istilah-istilah unik yang dipakai seperti “Adam yang terakhir” dan
“Taurat yang baru.”
Pengaruh Hellenistis didapat
karena ia membaca kitab Suci dalam terjemahan Yunani Septuaginta, menulis surat
dalam bahasa Yunani koine, menghabiskan sebagian besar waktu pelayanannya di
negeri-negeri dengan kebudayaan Yunani.
Injil Kristus sebagaimana yang
dipahami Paulus adalah Kabar Gembira tentang keselamatan yang telah disediakan
Allah bagi orang-orang berdosa melalui inkarnasi, kematian, kebangkitan dan
kuasa hidup Kristus dan yang kini ditawarkan Allah kepada semua orang yang percaya.
Kata keselamatan menandakan
kesejahteraan dalam segala bentuknya dan keutuhan tubuh sampai pada ideal
tertinggi yakni kesehatan rohani. Keselamatan adalah situasi yang dicari-cari
semua yang bersungguh-sungguh pada zaman Paulus.
Injil Paulus berpusat pada
Kristus. Segalanya berpusat dalam Dia. Tetapi ini tidak berarti bahwa bagi
Paulus Kristus telah merampas tempat Allah. Sebaliknya, Allah yang menghadapi
manusia di dalam Kritus, Allah yang pernah bertindak dalam penciptaan. Menurut
pandangan Paulus Allah ini dkenal sebagai Juruselamat hanya di dalam Kristus
karena di dalam Dia Allah mendekati orang-orang berdosa dan mengulurkan
tangan-Nya untuk menolong. Kristus ini bukanlah tokoh sejarah saja, tetapi
kehadiran yang hidup dan yang menyelamatkan yang mendiami hati orang percaya
melalui kuasa Roh Kudus.
Petrus
Petrus menggambarkan permulaan
kehidupan Kristen sebagai suatu kelahiran baru yang diberikan oleh Allah kepada
manusia melalui Firman-Nya. Iman, bagi Petrus, adalah percaya kepada Allah
melalui Yesus Kristus sebagai Pengantara. Kelahiran baru ialah kelahiran ke
dalam kehidupan baru gereja. Walaupun Petrus tidak pernah memakai kata ekklesia namun Ia yakin bahwa greja
adalah Israel baru, umat sejati Allah.
Penulis surat Ibrani
Siapa yang menulis surat
Ibrani, sebagaimana dilihat oleh Origenes dahulu, hanyalah diketahui oleh
Allah. Kemungkinan besar surat itu ditulis sebelum keruntuhan Yerusalem pada
tahun 70 M karena dalam tulisn tersebut rupanya Bait Allah masih berdiri.
Yang mendasari teologi sang penulis
ialah Injil dengan eskatologi Yahudi. Baginya inti pokok agama yang sebenarnya
ialah hak untuk datang kepada Allah, suatu hak yang bekerja melalui ibadah.
Tetapi dosa merintangi hak ini, dosa merusakkan persekutuan dengan Allah yang
merupakan kebaikan tertinggi bagi manusia. Kekristenan adalah agama yang mengajarkan
bahwa melalui pengorbanan Kristus, kita diberi hak untuk masuk ke hadirat
Allah, yaitu suatu hak istimewa yang hanya dapat dibayang-bayangkan oleh agama
Yahudi.
Yohanes
Banyak yang menganggap Yohanes
sebagai penafsir yang sangat istimewa karena dia melihat peristiwa-peristiwa
yang ditafsirkannya dalam artinya yang paling abadi, sehingga Kristus tidak
lagi tampil sebagai sorang tokoh dalam sejarah lampu saja, melainkan sebagai
tokoh masa kini yang Agung.
Tema yang mempersatukan Injil
Yohanes adalah tema kehidupan. Kepada Nikodemus, Tuhan Yesus menawarkan hidup
yang kekal, kepada perempuan Samaria Kristus menawarkan air hidup. Tuhan memarahi
orang-orang yang tidak mau datang untuk mendapat air hidup, dan kepada Marta Tuhan
Yesus mengaku sebagai kebangkitan dan hidup.
Menurut Yohanes, Tuhan Yesus adalah Anak Allah
yang di dalam diri-Nya sendiri terkandung rencana penyelamatan Allah, Ia mengambil
rupa manusia demi kita manusia dan demi keselamatan kita dan yang oleh
kematian-Nya sudah memberikan hidup kekal kepada kita.