Saturday, November 6, 2021

Tema-tema penting dalam Perjanjian Baru

Oleh: izar tirta


Tulisan ini merupakan sajian akan tema-tema yang sering dibicarakan di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru. Tentu saja ada begitu banyak hal penting yang dibicarakan di dalam Perjanjian Baru tersebut, dan setiap orang dapat beragumentasi tentang mana yang penting dan mana yang kurang penting. Tetapi tulisan ini tidak dimaksudkan untuk masuk ke dalam argumentasi semacam itu.

Tulisan ini hanya mencoba menyajikan beberapa tema yang memiliki kaitan erat dengan hal-hal yang dibicarakan di dalam Perjanjian Baru, yaitu misalnya:

  • Kerajaan Allah dan Pelayanan Yesus Kristus.
  • Injil Kerajaan Allah
  • Kebangkitan Yesus Kristus
  • Pemberita Pertama
  • Rasul Paulus
  • Rasul Petrus
  • Penulis Surat Ibrani
  • Rasul Yohanes

Dalam kesempatan lain mungkin kita akan membicarakan tema-tema seperti doktrin Allah, manusia dan dunianya, Kristologi, Misi Kristus, Roh Kudus, kehidupan kristen, gereja dan hal-hal yang berkaitan dengan masa yang akan datang, atau pun pendekatan Perjanjian Baru terhadap etika. [Baca juga: Peran penting para saksi mata di dalam pemberitaan Injil. Klik disini.]


Kerajaan Allah dan Pelayanan Yesus Kristus

Berita Kerajaan Allah diakui oleh banyak ahli Perjanjian Baru sebagai berita yang cukup dominan di dalam Teologi Perjanjian Baru.

Donald Guthrie seorang ahli Perjanjian Baru melihat arti penting dari tema Kerajaan Allah ini dengan mengatakan: One of the most prominent features of the teaching of Jesus in the synoptics was his emphasis on the kingdom of God. This teaching must be considered as a major contribution to our understanding of the mission of Jesus.[Donald Guthrie, New Testament Theology (Illinois: InterVarsity Press, 1981), 409]

Penulis buku Teologi Perjanjian Baru lainnya yang cukup baru (bukunya diterbitkan pada tahun 2008, jika dibandingkan dengan Guthrie yang pertama dipublikasikan tahun 1981), bernama Thomas R.Schreiner juga melihat tema Kerajaan Allah sebagai tema yang penting. Schreiner menempatkan tema itu di bagian awal dari bukunya dan ia berkomentar demikian: We begin with the kingdom of God, which certainly is of prime importance in NT theology. [Thomas R.Schreiner, New Testament Theology: Magnifying God in Christ (Michigan: Baker Academic, 2008), 41.]

Berita tentang Kerajaan Allah memiliki kaitan yang erat sekali dengan Tuhan Yesus dan Pelayanan-Nya. Beberapa peristiwa yang menguatkan dugaan tersebut dapat dilihat misalnya pada waktu pembaptisan Yesus Kristus. Dalam pembaptisan itu ada dua hal yang memberi indikasi bahwa Pribadi dan Pelayanan-Nya memiliki kaitan yang erat dengan Kerajaan Allah.

Ada ungkapan yang muncul ketika Tuhan Yesus dibaptis, ungkapan ini tidak dapat didengar oleh siapapun kecuali murid-murid-Nya sendiri dan ungkapan ini disebut sebagai suara Allah yang berbunyi: “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mu-lah Aku berkenan.” Ungkapan ini merupakan kutipan yang berasal dari Mazmur 2:7 dan Yesaya 42:1. Uniknya istilah yang dipakai dalam Mazmur dan Yesaya tersebut adalah istilah yang digunakan untuk penobatan Raja Mesianis Israel (Mazmur 2:7) dan untuk pentahbisan Hamba Tuhan (Yesaya 42:1).

Hal lain yang menguatkan pesan Kerajaan Allah dalam Injil Markus adalah laporan tentang turunnya Roh Kudus. Dalam Alkitab, Roh Kudus adalah kuasa yang menciptakan, yang mahakuasa, kuasa di mana Allah sendiri bertindak. Oleh sebab itu turunnya Roh berarti dilengkapinya Yesus dengan kuasa Allah. [Baca juga: Bersaksi di dalam kuasa Roh Kudus. Klik disini.]

Kata yang dipakai oleh Yesus untuk membuka pelayanan-Nya di Galilea: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat,” lebih cocok jika dikaitkan dengan gambaran tentang seorang Anak Allah yang sedang mempersiapkan jemaat-Nya untuk bertempur melawan kerajaan Iblis daripada gambaran seorang guru biasa yang sarat akan ajaran hikmat dan kebaikan. Dalam gambaran tersebut jelas sekali bahwa Kerajaan Allah sedang dalam status peperangan dan Tuhan Yesus adalah pemimpin serangan itu.

Gambaran yang lain tentang hubungan antara Tuhan Yesus dengan Kerajaan Allah dapat ditemukan dalam Mrk 8:27-33, dimana Tuhan mencari kepastian apakah murid-murid-Nya mengerti pokok perbantahan antara diri-Nya dengan musuh-musuh-Nya. Jawaban Petrus mengenai Mesias dibenarkan oleh Kristus tetapi Ia melanjutkan dengan informasi bahwa Mesias harus menderita, lalu mati, sebelum akhirnya menang.

Istilah yang dipakai Tuhan Yesus adalah istilah yang unik. Istilah ini pernah dianggap sebagai ungkapan manusia biasa, tetapi kini tidak lagi demikian. Gelar ini adalah gambaran yang muncul dalam Daniel 7:13, yaitu tentang seorang tokoh misterius yang menerima suatu kerajaan dari Allah dan yang ditentukan untuk memerintah sebagaimana Allah sendiri memerintah. Yesus Kristus menyamakan diri-Nya dengan tokoh yang Agung ini; namun Ia juga serentak menekankan bahwa penderitan dan kematian menantikan-Nya sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.

Bagi Petrus dan juga orang Yahudi pada umumnya ketika itu, gagasan bahwa Mesias harus menderita sungguh merupakan gagasan yang tidak masuk akal. Tetapi kemudian Petrus ditegur dengan sangat keras oleh Tuhan Yesus karena telah membayangkan ke-Mesias-an menurut pandangan manusia, bukan menurut pandangan Allah.

Dalam minggu terakhir-Nya, Tuhan Yesus mengajak para murid-Nya untuk makan malam bersama-sama. Perlu diingat bahwa perumpamaan makan malam itu pernah dipakai Tuhan kita sebagai lambang dari Kerajaan Allah. Lagipula makan malam yang khusus ini diadakan pada malam hari Paskah atau bahkan mungkin merupakan Paskah itu sendiri.

Dalam momen-momen terakhir-Nya, Tuhan Yesus berdiri di hadapan Imam Besar dan ditanyai tentang jatidiri-Nya sebagai Mesias. Tuhan Yesus mengakui diri-Nya sebagai Mesias dan menambahkan dengan kata-kata: “dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang dengan awan-awan di langit.” Istilah yang dipakai oleh Tuhan Yesus itu diambil dari Daniel 7:13-14 ditambah dengan perkataan yang berasal dari Mazmur 110:1.

Setidaknya ada dua kesimpulan penting yang dapat ditarik dari fakta-fakta di atas, yaitu:

Pertama, riwayat Yesus Kristus tidak dapat diceritakan tanpa memasukkan teologi, terutama eskatologi ke dalamnya. Tanpa adanya makna teologis tertentu, maka kisah kehidupan-Nya agak sulit dipahami dari sisi Kerajaan-Nya. Mungkin kunci dalam memahami aspek teologis dari sifat ke-Raja-an Kristus di dalam Pernjanian Baru dapat kita gali dari nyanyian tentang Hamba Yahwe dalam kitab Yesaya dan dalam gambaran dari Anak Manusia dalam Kitab Daniel 7.

Kedua, Tuhan Yesus sendiri meyakini dan menyadari sepenuhnya bahwa Kerajaan Allah memang sungguh-sungguh hadir di dalam diri-Nya dan juga di dalam pelayanan-Nya itu. Tuhan kita sungguh mengerti bahwa pelayanan-Nya sebagai Mesias merupakan penggenapan dari nubuat-nubuatan para nabi di Perjanjian Lama.


Injil Kerajaan Allah

Ada orang yang memahami Kerajaan Allah  sebagai sebuah negeri yang hanya ada di dalam angan-angan manusia atau sebuah metafora dari suatu komunitas yang harus didirikan oleh manusia berdasarkan ajaran-ajaran Kristus. Ada pula yang menganggap Kerajaan Allah itu sebagai semacam proses Alkitabiah yang setara dengan proses evolusi. Hal ini tidak benar karena penulis Alkitab tidak membayangkan suatu proses evolusi dari dalam sejarah melainkan sebagai suatu campur tangan (intervensi) langsung Allah dari luar sejarah.

Sementara itu, ada kecenderungan lain yang dimulai oleh Agustinus, yaitu kecenderungan untuk menyamakan kerajaan itu dengan gereja. Ini juga kurang tepat, sebab anggapan seperti ini telah mencampuradukkan pemerintahan Allah dengan orang-orang yang hidup di bawahnya. Begitu juga dengan pandangan liberal mengenai kerajaan itu sebagai pemerintahan Allah di dalam hati manusia atau ketaatan manusia pada kehendak Allah. Hal ini mengacaukan respons (jawaban) manusia dengan kegiatan Allah.

Pemerintahan Allah itu ada, terlepas dari bagaimana manusia memberi respons. Dan Kerajaan itu sungguh-sungguh menuntut ketaatan manusia. Entah mereka suka atau tidak suka, entah mereka menerima atau menolak.

Untuk mengerti hal itu, kita perlu ingat bahwa ungkapan Kerajaan Allah sendiri berarti: pemerintahan rajani Allah atau pemerintahan Allah sebagai Raja dan di dalamnya tercakup pengertian Alkitabiah tentang Allah, Allah yang bertindak, yang karya-Nya ada dalam sejarah dan yang sedang melaksanakan maksud-Nya yang agung ke arah suatu tujuan yang sudah ditentukan.

Kerajaan Alah itu bersifat dinamis dan kita dapat melihat kerajaan itu dari aspek perbuatan Allah di dalam sejarah. Kerajaan Allah itu juga bersifat eskatologis, yaitu pemerintahan Allah yang menjadi semakin nyata di dalam dunia yang akan datang.

Kerajaan Allah adalah nama lain dari zaman Mesianik dan dapat diartikan pula sebagai seluruh karya keselamatan yang datang dari Allah. Kerajaan itu adalah benih perbuatan Allah, bukan perbuatan manusia. Allah yang memerintah dan menebus dan pemeritahan-Nya itu sungguh-sungguh berlaku dalam hidup manusia. Allah adalah Dia yang mengunjungi dan menebus umat-Nya.

Tema yang menguasai pemberitaan Kristus adalah Kerajaan Allah, dan raja dalam kerajaan-Nya itu adalah seorang Bapa. Istilah Bapa bukan istilah yang dipakai oleh orang-orang Yahudi di zaman itu untuk menyebut Allah. Tetapi Yesus Kristus menyebut Allah sebagai Abba, yaitu istilah yang dipakai oleh anak-anak Yahudi dalam memanggil ayah-ayah duniawi mereka. Jadi tidak ada seorang Yahudi yang saleh akan berani memakai istilah itu kepada Allah yang Mahakudus, Tuhan Yesus yang pertama menggunakannya.

Tuhan Yesus juga tidak pernah memberitakan tentang Allah sebagai Bapa kepada orang banyak. Teologi ke-Bapa-an Allah bukanlah sesuatu yang lazim. Ia hanya berbicara tentang Allah sebagai Bapa kepada murid-murid-Nya secara khusus. Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan ke-bapa-an yang universal dari Allah. Tetapi Ia berbicara mengenai Allah sebagai Bapa-Nya sendiri dan mengajarkan bahwa orang-orang lain boleh menjadi anak-anak-Nya. Tetapi untuk hak istimewa ini mereka harus datang kepada Yesus Kristus. Mereka bukan anak-anak Allah secara alamiah, melainkan mereka dapat menjadi anak-Nya oleh karena rahmat-Nya melalui Sang Mesias.

Etika Tuhan Yesus yang diringkaskan dalam Khotbah di Bukit adalah etika yang berlaku di dalam Kerajaan Allah. Khotbah ini menurut pendapat umum adalah ungapan terluhur dalam sejarah mengenai kehidupan moral. Keenam antitesis yang menyusul dalam khotbah itu membentangkan dengan jelas bagaimana cita-cita moral kerajaan itu. Kehendak Allah bagi Israel baru sebagaimana ditafsirkan oleh Yesus Kristus, meminta kebenaran di dalam batin  dan menuntut moralitas yang mendarah daging. Cita-cita itu mencengangkan kita, dan sekaligus juga membuat para murid Tuhan tercengang karena tingginya tuntutan-tuntutan tersebut.

Namun kita bersyukur bahwa keselamatan kita tidak didasarkan oleh keberhasilan atau kesempurnaan kita dalam memenuhi tuntutan hukum Ilahi tersebut, sebab Allah yang memberikan hukum itu bukanlah Pribadi yang ingin mencekik leher kita melalui hukum tersebut, melainkan Ia adalah Abba, seorang Bapa. Dan kita diselamatkan bukan oleh hukum undang-undang tersebut melainkan oleh kasih karunia-Nya.

Kasih merupakan kunci utama bagi etika dan moralitas Kerajaan Allah. Dengan kasih, Tuhan Yesus tidak memaksudkan semacam emosi yang sentimental; juga tidak dimaksudkan-Nya bahwa kita haru mengambil keputusan untuk menyukai orang-orang tertentu. Kasih, sebagaimana diartikan Tuhan dalam perkataan dan permupamaan, berarti menaruh perhatian terhadap (mengindahkan), semua orang yang kita jumpai di jalan hidup kita, bukan hanya orang yang layak dan berjasa, melainkan semua yang memerlukan bantuan kita, bahkan musuh-musuh sekalipun. Karena raja dan kerajaan itu adalah seorang Bapa yang mengindahkan juga orang yang tak mengenai ampun dan terima kasih, Bapa yang tabiat paling dalam-Nya adalah kasih.

Kerajaan Allah melibatkan salib. Ketika Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya di Galilea, Ia mengumumkan “Pemerintahan Allah telah mulai.” Menjelang akhir pelayanan itu, kata-Nya: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Sebagaimana ditafsirkan Tuhan Yesus sendiri, seluruh jalan hidup-Nya di bumi ini adalah krisis bahwa Kerajaan Allah yang sudah lama dinantikan itu telah datang kepada manusia. Krisis itu mulai ketika Ia memulai pelayanan-Nya; dan krisis itu selesai, ketika Ia kembali dari maut. Hal itu sudah terjadi. Orang tidak usah lagi berkata: “Anak Manusia akan datang”; Ia sudah datang; Ia duduk di atas takhta kemuliaan-Nya, Raja yang tidak kelihatan atas umat manusia. Itulah iman Perjanjian Baru.

Sifat kedatangan Tuhan Yesus merupakan penggenapan Kerajaan Allah dan memiliki beberapa ciri: Pertama, kedatangan itu harus berarti kemenangan terakhir bagi Allah atas kerajaan kejahatan. Kedua, kedatangan itu harus merupakan saat di mana waktu dan segala sesuatu dalam sejarah yang berkenan kepada Allah akan diangkat ke dalam kekekalan. Ketiga, kedatangan itu harus berarti bahwa Allah menghadapi manusia di dalam Kristus.


Kebangkitan

Setiap orang Kristen yakin dan percaya bahwa Allah membangkitkan Yesus Kristus dari antara orang mati. Bukan hanya Yesaya yang meramalkan kenbangkitan bagi Hamba Tuhan melainkan juga kitab-kitab Injil pun memberi kesaksian bahwa Yesus Kristus telah melihat dari semula bahwa sesudah maut akan datang kemenangan dan hidup.

Sudah sering dikatakan bahwa bukti utama kebangkitan itu adalah adanya Gereja Kristen. Bagaimana para pengikut yang ketakutan, para penigkut seorang Rabi yang disalibkan dapat menjadi inti suatu gereja yang militan, suatu gereja yang telah bertahan selama sembilan belas abad? Perjanjian Baru mendasarkan perubahan yang mengherankan ini pada murid Kristus dengan keyakinan mereka bahwa Allah sudah membangkitkan Guru mereka dari antara orang mati dan bahwa mereka sudah melihat Dia hidup dan sudah berbicara dengan-Nya. Ia selalu muncul kepada orang-orang milik-Nya dan dengan cara yang sedemikian rupa, hingga Ia memasuki hubungan pribadi dengan mereka.

Di samping adanya gereja, dapat pula kita tambahkan penetapan hari Tuhan sebagai bukti dari kebangkitan (Wahyu 1:10; Kis 20:7; 1 Kor 16:2). Mengapa orang-orang Kristen mula-mula itu yang sebagian besar adalah orang-orang Yahudi, mengganti hari kudus mereka dari hari Sabtu menjadi hari Minggu? Mereka berbuat demikian karena pada hari itulah Yesus Kristus bangkit dari antara orang mati.

Akhirnya, kita harus memperhatikan tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri. Kepercayaan kepada Kristus yang telah bangkit itu memenuhi halaman-halaman Perjanjian Baru. Teori yang mengatakan bahwa mayat Kristus dicuri atau disembunyikan tentu saja tidak masuk akal dan tidak tahan uji.

Sebab seandainya orang-orang Roma atau orang-orang Yahudi yang memindahkan mayat itu dengan diam-diam maka mudah saja untuk membantah pengakuan orang Kristen dengan mengeluarkan mayat itu, bukan? Tetapi mereka tidak dapat. Juga mustahil bahwa para murid sendiri menyembunyikan mayat-Nya lalu mereka keluar untuk memberitakan bahwa Dia telah bangkit dari antara orang-orang mati.

Jika kita terima bahwa kubur itu kosong maka satu dari dua penjelasan terbuka bagi kita. Entah kita katakan bahwa Tuhan Yesus bangkit dari kubur itu dengan tubuh-Nya yang dulu. Atau boleh juga kita setujui bahwa tubuh jasmnai Tuhan kita diubah di dalam kubur mejadi tubuh rohani, suatu tubuh yang tidak lagi takluk pada batas-batas biasa yang disebabkan oleh ruang dan waktu.

Apakah arti kebangkitan bagi orang-orang Kristen pertama? Dan peristiwa macam apakah yang mendasari pemberitaan para rasul?

Kebangkitan berarti pembelaan atas kebenaran. Sebab riwayat Tuhan Yesus terakhir di kayu salib adalah tragedi yang hebat dan merupakan bukti bahwa tidak ada ketertiban rohani dan akal budi dalam alam semesta. Selain itu kebangkitan juga menandakan kekalahan maut.


Pemberita pertama

Satu generasi sebelum Injil Markus diterbitkan dan sekurang-kurangnya lima belas tahun sebelum Paulus menulis suratnya yang pertama, para rasul telah giat dalam menyampaikan berita keselamatan, yaitu berita Injil yang berakar dalam kisah hidup yang diberitakan oleh Yesus.

Peristiwa Pentakosta merupakan bukti nyata walaupun Tuhan sudah ditinggikan di dalam sorga namun Ia masih ada bersama-sama mereka dengan perantaran Roh dan tujuan-tujuan yang untuknya Ia hidup dan mati, sekarang sedang dicapai oleh kuasa baru yang asing ini, yang sedang berkarya di tengah-tengah kita. Apa yang kita temukan di dalam fasal-fasal pertama Kisah Para Rasul ialah orang-orang yang tiba-tiba sadar akan suatu kuasa baru yang dilepaskan ke dalam dunia dan ke dalam diri mereka.

Roh Kudus adalah suatu pengalaman yang tidak dapat dipisahkan dari Kristus, sebab pengalaman roh merupakan tanda bahwa Kristus hadir di tengah-tengah mereka, sambil menguatkan mereka untuk tugas misioner mereka.

Persekutuan Roh Kudus ialah gereja. Tentu saja Gereja Yerusalem-lah yang disebut ekklesia dalam fasal-fasal pertama kisah rasul. Namun hubungan dengan tempat tertentu bukanlah hal yang primer karena dalam Kisah 9:31 kita dengar tentang gereja-gereja di seluruh Yudea, Galile dan Samari. Dengan kata lain ekklesia itu mula-mula bertempat di Yerusalem, namun dengan penyebaran Injil, timbullkan paham tentang ekklesia setempat sebagai suatu mikrokosmos atau sebagai pertumbuhan dari ekklesia yang satu ini.

Kepala ekklesia adalah Tuhan Yesus yang di dalam nama-Nya mereka membaptiskan dan yang pengakuan akan ketuhanan Yesus merupakan pengakuan iman Kristen tertua. Umat Allah yang baru itu berpendapat bahwa mereka mempunyai suatu misi yang melihat jauh ke seberang melampaui batas-batas Yudaisme.


Rasul Paulus

Paulus memiliki dua penuntun yang membawanya kepada Kristus, Yahudi dan Yunani, sebab ia belajar Yudaisme dalam lingkungan hellenistis. Pengaruh Yahudi misalnya dalam hal pengkauannya sebagai orang Yahudi asli, ia termasuk dalam sekte orang Farisi, telah mendapat didikan rabinis, antitesisnya mengenai roh dan daging berasal dari kepercayaan Yahudi, istilah-istilah unik yang dipakai seperti “Adam yang terakhir” dan “Taurat yang baru.”

Pengaruh Hellenistis didapat karena ia membaca kitab Suci dalam terjemahan Yunani Septuaginta, menulis surat dalam bahasa Yunani koine, menghabiskan sebagian besar waktu pelayanannya di negeri-negeri dengan kebudayaan Yunani.

Injil Kristus sebagaimana yang dipahami Paulus adalah Kabar Gembira tentang keselamatan yang telah disediakan Allah bagi orang-orang berdosa melalui inkarnasi, kematian, kebangkitan dan kuasa hidup Kristus dan yang kini ditawarkan Allah kepada semua orang yang percaya.

Kata keselamatan menandakan kesejahteraan dalam segala bentuknya dan keutuhan tubuh sampai pada ideal tertinggi yakni kesehatan rohani. Keselamatan adalah situasi yang dicari-cari semua yang bersungguh-sungguh pada zaman Paulus.

Injil Paulus berpusat pada Kristus. Segalanya berpusat dalam Dia. Tetapi ini tidak berarti bahwa bagi Paulus Kristus telah merampas tempat Allah. Sebaliknya, Allah yang menghadapi manusia di dalam Kritus, Allah yang pernah bertindak dalam penciptaan. Menurut pandangan Paulus Allah ini dkenal sebagai Juruselamat hanya di dalam Kristus karena di dalam Dia Allah mendekati orang-orang berdosa dan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong. Kristus ini bukanlah tokoh sejarah saja, tetapi kehadiran yang hidup dan yang menyelamatkan yang mendiami hati orang percaya melalui kuasa Roh Kudus.


Petrus

Petrus menggambarkan permulaan kehidupan Kristen sebagai suatu kelahiran baru yang diberikan oleh Allah kepada manusia melalui Firman-Nya. Iman, bagi Petrus, adalah percaya kepada Allah melalui Yesus Kristus sebagai Pengantara. Kelahiran baru ialah kelahiran ke dalam kehidupan baru gereja. Walaupun Petrus tidak pernah memakai kata ekklesia namun Ia yakin bahwa greja adalah Israel baru, umat sejati Allah.


Penulis surat Ibrani

Siapa yang menulis surat Ibrani, sebagaimana dilihat oleh Origenes dahulu, hanyalah diketahui oleh Allah. Kemungkinan besar surat itu ditulis sebelum keruntuhan Yerusalem pada tahun 70 M karena dalam tulisn tersebut rupanya Bait Allah masih berdiri.

Yang mendasari teologi sang penulis ialah Injil dengan eskatologi Yahudi. Baginya inti pokok agama yang sebenarnya ialah hak untuk datang kepada Allah, suatu hak yang bekerja melalui ibadah. Tetapi dosa merintangi hak ini, dosa merusakkan persekutuan dengan Allah yang merupakan kebaikan tertinggi bagi manusia. Kekristenan adalah agama yang mengajarkan bahwa melalui pengorbanan Kristus, kita diberi hak untuk masuk ke hadirat Allah, yaitu suatu hak istimewa yang hanya dapat dibayang-bayangkan oleh agama Yahudi.


Yohanes

Banyak yang menganggap Yohanes sebagai penafsir yang sangat istimewa karena dia melihat peristiwa-peristiwa yang ditafsirkannya dalam artinya yang paling abadi, sehingga Kristus tidak lagi tampil sebagai sorang tokoh dalam sejarah lampu saja, melainkan sebagai tokoh masa kini yang Agung.

Tema yang mempersatukan Injil Yohanes adalah tema kehidupan. Kepada Nikodemus, Tuhan Yesus menawarkan hidup yang kekal, kepada perempuan Samaria Kristus menawarkan air hidup. Tuhan memarahi orang-orang yang tidak mau datang untuk mendapat air hidup, dan kepada Marta Tuhan Yesus mengaku sebagai kebangkitan dan hidup.

Menurut Yohanes, Tuhan Yesus adalah Anak Allah yang di dalam diri-Nya sendiri terkandung rencana penyelamatan Allah, Ia mengambil rupa manusia demi kita manusia dan demi keselamatan kita dan yang oleh kematian-Nya sudah memberikan hidup kekal kepada kita.