Saturday, March 30, 2024

Bagaimana mempertahankan kelakuan bersih? (Renungan Mazmur 119)

Bagaimana mempertahankan kelakuan bersih? (Mazmur 119)

9 Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. 10 Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu. 11 Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau. (Mazmur 119:9-11)

97 Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. 98 Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. 99 Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan. 100 Aku lebih mengerti dari pada orang-orang tua, sebab aku memegang titah-titah-Mu. 101 Terhadap segala jalan kejahatan aku menahan kakiku, supaya aku berpegang pada firman-Mu. 102 Aku tidak menyimpang dari hukum-hukum-Mu, sebab Engkaulah yang mengajar aku. 103 Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku. 104 Aku beroleh pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta. (Mazmur 119:97-104)


Pendahuluan

Mazmur 119 adalah suatu mazmur yang paling panjang di antara mazmur lainnya di dalam Alkitab. Mazmur ini ditulis dengan suatu sikap pengagungan kepada Firman Tuhan. Melalui syair-syairnya, pemazmur ingin mengajak kita untuk melihat arti penting Firman Tuhan dan bagaimana kita harus memeliharanya dalam hidup ini. Tulisan berikut ini saya buat berdasarkan kerangka khotbah yang pernah saya sampaikan di GKY Gading Serpong.


Apa yang Mazmur ini ajarkan tentang Firman Tuhan?

Ayat 9: menjaga kemurnian

Kata “bersih” dalam ayat 9 adalah zakeh yang berasal dari kata dasar zakah yang artinya bersih secara moral. Kata ini dapat pula berarti murni dan suci, atau pure.

Jika kita berbicara di dalam konteks Alkitab, kita tahu bahwa moral tertinggi adalah “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ulangan 6:5). Lalu Tuhan Yesus menambahkan pula “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Markus 12:31)

Jadi ketika kita berbicara tentang kelakuan yang bersih, maka tidak mungkin hal itu adalah mengenai suatu konsep yang ada di luar kedua hukum ini. Oleh karena itu, ketika kita mendengar pemazmur berkata tentang kelakuan yang bersih, hal itu bukan sekedar berbicara tentang berbuat baik, jadi anak baik, tidak nakal sebagaimana yang secara sosial kita pelajari dari agama dan kebudayaan orang-orang di sekitar kita. Ajaran Konfusius misalnya, sangat menekankan pada kebaikan-kebaikan sosial semacam ini.

Di dalam konteks zakah di sini, tentu termasuk di dalamnya adalah bagaimana seorang muda dapat mempertahankan kelakuan yang bersih di dalam mengasihi TUHAN dengan segenap hati dan segenap jiwa dan segenap kekuatan. Serta mengasihi sesama seperti diri sendiri.

Bagaimana kita menjaga diri kita untuk dapat tetap mengasihi TUHAN dan sesama dengan cara demikian?

Kata menjaga dalam ayat 9 adalah "samar" yang berarti:

  1. Mengawasi, menjaga seperti orang yang menjaga sebuah taman atau pun menjaga domba 
  2. Menjaga dengan sangat hati-hati, melindungi. 
  3. Menyimpan, seperti menyimpan barang berharga 
  4. Memperhatikan 
  5. Secara hati-hati dan secara penuh perhatian 

Dari kata Samar ini, terkandung pengertian menjaga dengan penuh upaya, dengan kehati-hatian, dengan keseriusan, bukan dengan sekedarnya. Di tengah dunia yang penuh dengan ketidakmurnian, godaan untuk berbuat dosa, kebangkitan agama-agama lain, pertanyaan pemazmur “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?” sungguh menjadi sesuatu pertanyaan yang penting untuk diajukan.

Tantangan yang saya sebut di atas, berasal dari luar diri kita, yaitu tantangan yang bersifat eksternal. Apakah hanya ini yang harus kita waspadai? Tentu saja tidak.

Diri kita ini pun adalah pribadi yang berdosa. Punya kecenderungan untuk berdosa. Walaupun kita sebagai orang-orang percaya, sudah ditebus dan memiliki Roh Kudus. Tetapi bukan berarti perjuangan melawan dosa sudah selesai. Sebaliknya, peperangan yang ada di dalam diri kita justru semakin hebat.


Mengapa pemazmur memberi perhatian kepada “orang muda”?

Orang muda menjadi perhatian dalam Mazmur ini karena pemazmur sendiri menyadari bahwa:

Pertama, orang muda punya hasrat yang sama besar dengan orang dewasa, tetapi belum punya wadah yang benar seperti orang dewasa, khususnya dalam hal ini adalah keinginan sex.

Kedua, orang muda adalah orang yang sedang mencari jati diri dan belum berpengalaman. Kedewasaan seseorang tidak jarang lahir dari tempaan kehidupan. Sebagai orang muda, kesempatan mereka untuk ditempa dan dibentuk oleh kehidupan jelas lebih sedikit dibanding dengan orang yang lebih tua. Sehingga secara psikologis, relational, mereka relatif masih belum matang dan masih sangat butuh untuk berkembang dan bertumbuh. Salah satu contoh adalah mengenai kesabaran. Orang yang dewasa relatif sudah jauh lebih sering diuji kesabarannya oleh kehidupan, dibanding orang yang lebih muda yang umumnya jiwanya masih penuh pergolakan.

Yohanes dan Yakobus, adalah dua orang bersaudara yang dapat menjadi contoh dari jiwa muda yang bergolak. Atas kegarangan jiwa muda mereka, Yesus menyebut mereka sebagai Boanerges. “yang berarti anak-anak guruh.” (Markus 3:17) Lihat saja kata-kata mereka tentang orang-orang yang menolak Yesus, "Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" (Lukas 9:54)

Sebagai tambahan, orang muda biasanya juga bergaul dengan orang-orang yang belum berpengalaman, sehingga sangat mungkin mereka akan belajar sesuatu tentang kehidupan dari sumber-sumber yang tidak tepat. Hal ini semakin menjadikan orang muda sebagai pribadi-pribadi yang sangat rentan untuk masuk ke dalam kehidupan yang tidak baik.

Jika kita berbicara tentang kesucian iman, maka orang muda adalah target yang lebih mudah untuk diselewengkan dari iman yang benar. Entah itu melalui ajaran yang berbeda dengan Alkitab yang diberikan secara langsung kepada anak-anak muda, entah itu misalnya melalui pertemuan dengan lawan jenis dari iman yang berbeda. Tidak sedikit orang-orang yang semula nampak seperti orang percaya, kemudian meninggalkan imannya kepada Yesus Kristus demi seorang pasangan yang berbeda iman. Hanya dengan menjaga iman kita melalui Firman Tuhanlah maka iman sejati itu dapat bertahan.

Mempertahankan kelakuan bersih, adalah tanggung jawab setiap orang, baik tua maupun muda. Tetapi dalam hal ini, pemazmur memberi perhatian khusus pada orang muda yang secara natural hidupnya penuh dengan risiko dan tantangan.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya menjaga kelakuan sesuai dengan Firman Tuhan? Pemazmur memberi jawabannya pada ayat 10 dan 11.

Ayat 10: mencari Tuhan segenap hati

Untuk menjaga kelakuan seorang pemuda tetap sesuai dengan Firman Tuhan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari Tuhan dengan segenap hati.

Dalam Roma 3:11 dikatakan “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.” Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa tidak mungkin mau mencari Allah. Oleh karena itu, Mazmur ini jelas berbicara tentang orang yang telah diberi anugerah percaya oleh Roh Kudus. Oleh karena itu, orang yang sudah percaya seperti kita, sudah sepatutnya melakukan pula apa yang dikatakan oleh pemazmur ini, yaitu mencari Tuhan dengan segenap hati.

Apa yang dimaksud dengan mencari Tuhan dengan segenap hati? Dalam bahasa Ibrani, kata yang digunakan untuk “dengan segenap hati” adalah bekol libbi yang artinya keseluruhan manusia yang ada di dalam (inner man)

Seringkali kita melihat seseorang yang begitu rohani. Mereka sering mengucapkan kata-kata rohani, menyanyikan lagu-lagu rohani, dan bahkan melakukan kegiatan agamawi dengan begitu serius dan khusuk. Akan tetapi apakah sudah dapat dipastikan bahwa orang-orang ini memang sedang mencari Tuhan dengan segenap hati? Belum tentu.

Pemuda kaya yang menemui Tuhan Yesus dalam Matius 19:16, terlihat begitu rohani dan sungguh-sungguh mencari Tuhan, tetapi pada akhirnya kita tahu bahwa ia menolak untuk ikut Yesus Kristus.

Kritikan Tuhan Yesus yang dialamatkan kepada pemuka-pemuka agama yang hidup di zaman-Nya, menunjukkan bahwa seorang yang kelihatan banyak melakukan hal-hal rohani seperti memberi sedekah, berdoa dan berpuasa (Matius 6:2,5,16) pun, belum tentu benar-benar memiliki kerohanian yang baik. Bahkan menurut Tuhan Yesus, mereka adalah orang-orang yang munafik.

Bagi Tuhan bukan aktifitas fisik yang kelihatan oleh manusia yang pertama-tama penting, melainkan keseluruhan manusia yang ada di dalam diri kita (inner man) itulah yang lebih bernilai.

Ketika kita mencari Tuhan, pertama-tama yang harus diarahkan adalah hati kita, inner man kita, bukan aktivitas fisik yang terlihat oleh orang di sekitar kita. Jika inner man kita sungguh-sungguh mencari Tuhan, maka cepat atau lambat apa yang di luar pun akan terlihat dan menjadi kesaksian yang baik bagi orang lain. Ketika Tuhan Yesus memulai pelayanan-Nya, tidak sedikit orang yang kecewa dan tidak suka pada-Nya. Namun karena hati Yesus adalah hati yang murni dan berpaut pada Bapa-Nya, lambat laun banyak orang melihat perbuatan-Nya dan mereka menjadi percaya. Bahkan dengan jujur mereka mengakui bahwa Dia ini sungguh-sungguh Orang Benar.

Melalui ayat ini pemazmur mengajak kita untuk tidak menjadi orang-orang munafik yang hanya mementingkan ritual dan kegiatan agama secara fisik. Yang pemazmur inginkan adalah agar kita mencari Tuhan dari hati kita yang paling dalam. Hanya ketika kita mencari Tuhan dengan cara seperti inilah, maka kita akan lebih mampu untuk mempertahankan perilaku yang bersih.

Hal kedua adalah suatu pengakuan bahwa diri kita tidak mampu mengerjakan kesucian moral dengan kekuatan sendiri. Pemazmur mengajak kita untuk minta bantuan kepada Tuhan untuk tidak membiarkan kita menyimpang dari perintah-Nya.

Doa Bapa kami yang diajarkan oleh Tuhan Yesus juga mengajarkan prinsip ini. Yesus mengajarkan “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat” (Matius 6:13)

Melalui syair yang ditulis oleh pemazmur, maupun melalui doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, kita diajar untuk memiliki sikap yang rendah hati untuk mau mengakui kelemahan kita. Kita ini adalah domba yang lemah di tengah-tengah dunia serigala yang siap menelan kita. Hanya ketika kita bergantung pada Sang Gembala sajalah, maka kita akan mampu hidup di tengah-tengah bahaya. Sang Gembala itu adalah Yesus Kristus yang akan menjaga kita.

Ayat 11: membentengi hati dan pikiran

Hal ketiga yang harus dilakukan untuk menjaga hidup tetap bersih adalah dengan menyimpan Firman Tuhan dalam ingatan. Artinya adalah kita harus menghafal Firman Tuhan itu, dan bukan saja menghafal, tetapi juga berusaha mengerti apa yang dimaksud oleh Firman tersebut. Menyimpan Firman Tuhan dalam ingatan mengandung arti menjadikan Firman Tuhan sebagai kerangka berpikir kita. 

Francis Schaefer, seorang filsuf dan teolog Kristen, pernah mengatakan: “we do what we think, we think what we believe.” Menurut saya, ucapan Schaefer itu sangatlah tepat. Apa yang kita percayai, apa yang kita pikirkan begitu penting, karena itu semua menjadi dasar kita bertindak. Oleh karena itu, jika kita mempercayai Firman Tuhan dan senantiasa menyimpannya dalam ingatan kita, maka tindakan kita sehari-hari pun sudah pasti akan dipengaruhi oleh Firman Tuhan tersebut.

Ketika Tuhan Yesus dicobai oleh Iblis, Tuhan Yesus dengan fasih mengutip ayat-ayat dari Perjanjian Lama. Hal ini mengajarkan juga pada kita bahwa menghafal ayat-ayat di dalam Alkitab, pasti akan sangat membantu kita ketika harus menghadapi ujian dan cobaan di dalam hidup ini.

Kita tidak pernah tahu kapan cobaan akan datang. Jika kita senantiasa menyimpan Firman Tuhan di dalam ingatan kita, maka kapan pun cobaan datang, Firman itu akan menolong kita untuk tetap bertahan menghadapi kesulitan tersebut.

Ayat 97 - 104: Firman Tuhan di atas segalanya

Pada bagian ini, pemazmur mengajak kita untuk mencintai Firman Tuhan, yaitu dengan cara merenungkannya setiap hari. Itu adalah bentuk yang paling mendasar dari kecintaan kita terhadap Firman Tuhan. Tentu saja hal ini barulah suatu tahap permulaan bagi kita. Sebab pada akhirnya, kita bukan saja harus merenungkan, tetapi juga harus menjadi pelaku-pelaku Firman itu sendiri.

Bagi pemazmur, Firman Tuhan lebih tinggi dari apapun dan siapapun. Firman Tuhan adalah sumber dari seluruh kebijaksanaan yang ada di alam semesta. Tidak ada musuh, guru, imam, nabi, orang yang sudah tua, mau pun orang-orang dari zaman yang lampau, yang mampu menandingi kebijaksanaan Firman Tuhan.

Sampai hari ini pun, apa yang dikatakan oleh pemazmur masih berlaku. Firman Tuhan jauh lebih tinggi daripada teknologi, psikologi dan anthropologi yang semuanya adalah produk dari pengetahuan manusia.

Firman Tuhan bukan saja mengajarkan kita pengetahuan-pengetahuan yang tidak mungkin dicapai oleh akal manusia, tetapi Firman Tuhan juga menyatakan bagaimana kebijaksanaan Ilahi harus dijalankan.

Pengetahuan dan kebijaksanaan adalah dua hal yang berbeda. Pengetahuan didefinisikan sebagai segala informasi mengenai segala sesuatu yang nyata. Sedangkan kebijaksanaan adalah kemampuan untuk selalu memutuskan segala sesuatu yang baik bagi kehidupan ini.

Orang yang punya pengetahuan tinggi, belum tentu bijaksana. Ada banyak orang-orang yang pintar di dunia ini, namun memakai kepintaran itu untuk hal-hal yang jahat. Orang yang bijaksana adalah orang yang memakai pengetahuannya untuk menghasilkan kebaikan bagi semua orang. Itu sebabnya, orang yang pintar, belum tentu bijaksana. Tetapi orang yang bijaksana, pada umumnya adalah orang yang juga pintar.

Melalui mazmur ini, kita diingatkan untuk tidak mencari hikmat bijaksana yang berasal dari luar Firman Tuhan. Sekalipun di luar Firman Tuhan, ada filsafat dan agama-agama dunia yang seolah-olah menawarkan jalan keluar bagi manusia, tetapi pemazmur mengingatkan kita agar senantiasa berpegang pada Firman Tuhan.

Dunia dapat menawarkan solusi melalui teknologi, astrologi, agama, humanisme, pluralisme, rasionalisme, empirisisme, evidensialisme dan masih banyak lagi. Tidak semua dari tawaran itu 100% jahat dan tidak berguna, tetapi semua dari tawaran itu harus tunduk kepada Firman Tuhan sebagai sumber segala kebijaksanaan. Apabila ada sebuah paham atau produk ciptaan manusia yang tidak tunduk terhadap Firman Tuhan, maka dapat dipastikan paham tersebut adalah suatu paham yang jahat.

Teknologi adalah hal yang baik, tetapi ketika manusia menghambakan diri pada teknologi, maka yang terjadi adalah kekosongan jiwa dan bahkan kehancuran. Firman Tuhan adalah makanan bagi jiwa kita, tanpa Firman Tuhan maka jiwa kita akan merasa kosong sekalipun secara fisik manusia menunjukkan kemakmuran hidup.

Pada ayat 103 pemazmur mengatakan “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku.” Mengapa demikian? Karena madu sekalipun manis, akan sirna pula dari mulut kita. Tetapi manisnya Firman Tuhan bagi jiwa kita akan selalu abadi selamanya.

Madu adalah ungkapan untuk makanan bagi tubuh kita. Seperti roti adalah ungkapan yang Tuhan Yesus pakai dalam kisah pencobaan di padang gurun. Madu memang manis dan berguna bagi tubuh kita, tetapi manisnya madu akan berlalu dan khasiatnya terbatas pada tubuh yang masih hidup. Jika tubuh sudah mati, maka sia-sialah manisnya madu tersebut. Tetapi Firman Tuhan, berguna bagi kehidupan spiritual kita. Jika tubuh fisik kita ini mati, Firman Tuhan tetap masih dibutuhkan oleh roh kita. Yesus mengatakan bahwa manusia hidup bukan saja dari roti (atau madu dalam konteks Mazmur 119 ini), tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. (Matius 4:4)

Kepada perempuan Samaria, Yesus pernah mengatakan sesuatu yang serupa dengan Mazmur 119:103 tersebut. Yesus berkata: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,  tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal." (Yohanes 4:13,14).

Yesus Kristus-lah Firman Tuhan itu. Dia-lah sumber bijaksana itu. Jika kita ingin mempertahankan kelakuan kita bersih, maka kita harus sungguh-sungguh percaya, bergantung dan taat pada pimpinan-Nya dalam hidup kita.


Akhir kata

Pemazmur sudah menceritakan pada kita betapa agung dan mulianya Firman Tuhan. Adakah kita sudah melakukan apa yang disampaikan oleh pemazmur ini? Adakah kita juga menghargai Firman Tuhan seperti yang pemazmur sampaikan?

Jika kita ingin mempertahankan kelakuan yang bersih di tengah dunia yang kotor ini, maka Firman Tuhan adalah satu-satunya jawaban. Bacalah, pelajarilah, renungkanlah Firman Tuhan dan bahkan lebih dari itu, lakukanlah Firman itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Tuhan Yesus memberkati.